Raut wajah Amanda memang biasa saja sejak datang tadi. Tak ada reaksi kagum atau senang. Baginya tak ada yang spesial dari tempat itu.
"Kau benar, walau waktunya tepat tapi nyatanya ini bukan tempat yang tepat," bisik Fabio.
Dia mencium lembut bibir istrinya itu. Sesekali hisapan lembut Fabio berikan pada bibir manis istrinya. Amanda meremat lembut lengan Fabio yang sedang menekan tengkuknya itu.
Mata Amanda terpejam dan menikmati keintiman keduanya. Beberapa saat ciuman itu lepas dan keduanya tampak canggung.
"Kau sudah semakin berani," protes Amanda.
"Ah, aku memang harus berani agar aku bisa segera membuka segel itu," canda Fabio.
"Apa perjanjian segel itu masih berlaku?" tanya Amanda.
"Memberiku segalanya dan membiarkanmu selangkah lebih maju dari Yoona?" tanya Fabio.
Amanda mengangguk. Itu yang dia inginkan walau sekarang itu sudah tak penting lagi baginya.
"Baiklah, kita buktikan malam ini. Kita makan malam dulu," kata Fabio.
"Makan malam di pinggir jalan saja, kau terlalu royal jika makan di restoran," jawab Amanda.
"Pinggir jalan?" desak Fabio.
"Benar, sesekali kau harus ikut gaya makanku," canda Amanda.
"Kaki ayam, isi perut binatang," sebut Fabio.
"Benar sekali," jawab Amanda penuh semangat.
Amanda menarik suaminya menuju trotoar jalan yang menyuguhkan banyak kedai khas jajanan jalanan. Mereka menuju satu tempat yang tampak sangat ramai pengunjung. Amanda mengantre diantara para pengunjung lainnya.
"Aish, dia rela mengantre seperti ini hanya untuk kaki ayam." Fabio terheran melihat Amanda berdesakan dengan banyak orang.
Setelah menunggu beberapa saat Amanda kembali dengan dua porsi menu makan malam favoritnya itu. Tak lupa dua kaleng bir turut dia bawa.
"Ca, ayo makan," kata Amanda.
Fabio menelan ludahnya. Dia tak biasa dengan makanan seperti itu sepanjang hidupnya. Melihat Amanda begitu bersemangat memakai sarung tangan plastik untuk menikmati makanannya Fabio semakin bergidik. Dia tak menyangka istrinya itu memiliki selera makan yang aneh.
"Mengapa menatapku seperti itu? Ada yang aneh?" tanya Amanda.
Fabio tersenyum karena merasa Amanda begitu santai menjadi dirinya sendiri.
"Tak ada, makanlah. Aku akan menikmati sama sepertimu menikmati itu," jawab Fabio.
Amanda mulai mengunyah satu demi satu hidangan favoritnya itu. Satu sisi Fabio terpaksa mengikuti keinginan Amanda untuk makan dan tanpa diduga Fabio justru merasa kaki ayam itu begitu enak dan mengugah seleranya. Bayangannya salah besar, dia berpikir hal itu akan menjijikan dan tak enak. Namun nyatanya justru sangat enak dan Fabio makan dengan lahap.
"Aish, aku tak menyangka kau begitu lahap makan itu. Apa enak?" tanya Amanda.
"Kau tak pernah salah memilih. Ini sangat enak," jawab Fabio.
Keduanya makan malam dengan penuh semangat. Amanda membuat Fabio lupa jika dia seorang konglomerat yang tak pantas makan kaki ayam dipinggir jalan. Sesekali mereka menenggak bir kalengan untuk menghilang rasa pedasnya.
"Apa ini memiliki banyak kalori? Aku butuh banyak tenaga malam ini," canda Fabio.
Amanda terlihat canggung seketika. Bagaimana bisa Fabio berkata sevulgar itu di tengah kedai yang sangat ramai itu.
"Apa yang kau bicarakan, apa bir seperti itu saja membuatmu mabuk?" cecar Amanda.
"Tidak, Sayang. Aku baik-baik saja. Ayo kembali ke hotel," ajak Fabio.
Amanda segera bangkit dari kursi dan berjalan membuntut di belakang suaminya itu. Keduanya kembali ke hotel setelah makan malam di kedai.
"Benarkah dia akan melakukannya malam ini?" batin Amanda.
Hatinya gugup, tapi tak ada yang membuatnya ragu.
"Aku harus mandi dahulu," kata Amanda yang tampak sangat gugup.
"Tentu saja, aku akan periksa beberapa email selagi kau mandi," jawab Fabio.
Ini adalah perjalanan bisnis sehingga Amanda mengerti jika itu berkaitan dengan pekerjaan. Dia memutuskan ikut karena tak ingin tinggal dengan Yoona tanpa Fabio di sana.
Nyatanya Fabio berbohong, dia menghubungi Yoona selagi istri keduanya itu mandi. Dia ingin memastikan istrinya itu tak keluar malam agar kejadian semalam tak terjadi lagi.
"Aku mengerti, Sayang. Aku berada di rumah, jangan terlalu khawatir," pungkas Yoona.
Panggilan berakhir dan senyum miring Yoona membuatnya merasa menang. Dia berbohong karena kenyataannya dia tengah duduk di bar bersama Louis. Keduanya membuat janji bertemu di bar untuk mengobrol. Suasana tak seriuh semalam sehingga Yoona bisa mengendalikan dirinya.
"Kau sepertinya sangat kesepian. Apa pria itu tak memperlakukanmu dengan baik?" tanya Louis.
"Dia sangat baik padaku, dia selalu mengkhawatirkan aku walau tengah bersama jalang itu," jawab Yoona.
"Kau sepertinya sangat mencintainya," kata Louis.
"Entahlah, hanya saja aku sangat membutuhkan dia," jawab Yoona.
"Kau benar, kau tak bisa hidup tanpa uangnya bukan?" canda Louis.
Pandangan sadis Yoona mengarah pada mata Louis. Dia merasa pria itu mengatainya sebagai wanita materialistis.
"Jaman sekarang jika berhubungan tanpa pria kaya tak akan mengubah hidup, kau tahu benar hal itu bukan?" seloroh Yoona.
"Aku bisa berikan apapun padamu dengan utuh, mengapa tak memilihku?" ucap Louis.
Yoona kaget sekali. Dia tak menyangka Louis menaruh hati padanya. Namun dia tak mau hanyut dalam kata manis pria itu.
"Jangan banyak omong kosong. Aku bukan wanita murahan yang bisa percaya dengan kata-kata seperti itu," balas Yoona.
"Aku tahu, aku juga hanya bercanda," jawab Louis menutupi perasaannya.
Louis merasa mulai menaruh hati pada istri sahabatnya itu. Keduanya hanya mengobrol santai sembari menghabiskan malam. Pikiran Louis terpaku pada pesona luar biasa seorang Jeon Yoona. Wanita keturunan Korea yang memiliki wajah menawan itu.
* * *
Setelah meletakan ponselnya Fabio berjalan menuju kamar mandi yang tak terkunci itu. Dia masuk tanpa permisi dan terlihat Amanda sedang menyikat giginya di wastafel kamar mandi. Tubuhnya hanya berbalut handuk putih khas hotel.
"Aku belum selesai, mengapa masuk?" omelnya.
"Kukira kau sengaja karena pintu tak terkunci," jawab Fabio mangkir.
"Aish." Amanda segera menyelesaikan sikat gigi dan berhambur ke luar kamar mandi. Tapi agaknya Fabio tak ingin Amanda pergi terlalu cepat. Dia meraih lengan istrinya dan menangkap pinggang ramping Amanda itu.
"Mau kemana, Sayang? Mengapa canggung seperti itu jika kau siap?" hardik Fabio.
"Bersihkan dirimu dan aku akan menunggu di ranjang," ujar Amanda menepis kecanggungannya.
Fabio melepaskan dekapannya dan Amanda berjalan keluar. Dia memperindah dirinya dengan polesan make-up tipis dan wewangian yang ia semprot di leher dan pergelangan tangannya. Amanda tampak sangat menggoda dengan gaun malam tipis yang terselip di kopernya.
"Apa dia sengaja memasukkan ini ke koper saat packing kemarin?" batinnya sembari melihat dirinya di cermin.
Belahan dadanya sedikit terekspos, kulit putih pahanya pun tak tertutup. Dia sedikit risih tapi tak ingin menyerah.
"Ayo, Amanda. Cobalah barang kali ini yang pertama. Wajar saja kau canggung," lirih Amanda menghibur dirinya sendiri.
* * *