Chereads / Noktah Merah Muda Pernikahan / Chapter 22 - Akhirnya Segel Itu

Chapter 22 - Akhirnya Segel Itu

Louis mengantar Yoona pulang, Yoona tampak mabuk berat tapi dia masih bisa memperingatkan pembantu rumah untuk merahasiakan hal itu.

"Nyonya Besar sudah berlebihan saat ini, bagaimana bisa kemarin Tuan Tommy yang mengantar dan sekarang Tuan Louis," umpat pembantu itu.

Louis menidurkan istri sahabatnya itu di ranjang mewah kamar utama kediaman Fabio. Tangan Yoona masih melingkar erat di leher pria tampan penuh pesona itu.

"Louis, terima kasih untuk hari ini. Kurasa aku menemukan sesuatu yang berbeda darimu. Pulanglah sebelum perasaanku ini berubah menjadi nafsu dan mencabik habis dirimu," oceh Yoona yang semakin tak karuan.

Louis tersenyum miring. Dia tak menyangka jika Yoona akan mengatakan hal itu.

"Kau bukan wanita murahan, kurasa tak akan mudah bagimu untuk mencabik diriku," balas Louis.

Kesadaran Yoona yang setengah sudah hilang itu terusik, dia seperti sedang di tantang oleh sahabat suaminya itu.

"Bisakah kau merahasiakan perasaanku ini dari suamiku? Aku tak bisa hidup tanpanya," bisik Yoona dengan nada khas orang yang sedang mabuk.

"Tentu saja," balas Louis.

"Kau membuatku sedikit jatuh cinta, jangan lagi mendekatiku atau cinta ini akan menjadi besar dan berbahaya bagimu," ujar Yoona.

"Aish, kemampuan menggodamu ternyata sangat bagus. Kita bertemu besok, Sayang. Aku akan menujukan cintaku padamu," goda Louis.

Keduanya berpaut untuk pertama kalinya. Ciuman itu begitu dalam dan semakin memanas. Tapi Louis segera sadar jika mereka berada di tempat yang salah untuk melakukan hal yang lebih. Dia segera menepis napsunya dan menidurkan Yoona.

Di saat bersamaan Fabio tanpa sengaja menjatuhkan vas tanaman yang terletak di sudut washtafel. Perasaannya tak enak tapi dengan cepat dia menepis karena tak ingin merusak suasana hati Amanda yang sudah menantinya.

Dia segera keluar dengan handuk putih yang melilit bagian bawah tubuhnya. Rupanya dia juga canggung. Terlihat Amanda sedang menyisir rambut panjangnya. Pantulan wajahnya di cermin membuat Fabio terpesona, wanitanya itu terlihat lebih cantik dengan gaun malam warna navy yang dia selipkan di koper kemarin.

"Sudah selesai?" tanya Amanda.

"Hm," balas Fabio singkat.

"Ada sesuatu yang terjadi? Aku mendengar sesuatu pecah," tanya Amanda lagi.

"Ah, bukan apa-apa. Aku menjatuhkan vas kecil di sebelah tempat cuci tangan. Sudah ku bereskan. Tenang saja," jawab Fabio.

Suasana canggung tak terhindarkan. Amanda masih terus berkelit dengan pertanyaan-pertanyaan tak penting. Pikirnya bisa mengurangi kecanggung diantara mereka. Tapi nyatanya tidak sama sekali.

"Baiklah, ini terasa sangat aneh. Kau juga merasakan hal itu?" tanya Amanda bertekat mencairkan suasana.

"Tentu saja, ini sangat aneh. Dan kurasa sangat berbeda," jawab Fabio.

Amanda bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Fabio yang sedari tadi berdiri di samping ranjang. Amanda mengambil handuk kecil yang bertengger di sofa dan menggosokkannya pada rambut basah Fabio.

"Keringkan ini dahulu, atau kau akan flu," kata Amanda.

Fabio tersenyum, kecanggungannya sedikit mencair saat kulit mereka sedikit bersentuhan. Fabio duduk di tepi ranjang dan menarik pinggang istrinya hingga Amanda jatuh tepat di pangkuannya.

"Lakukan dengan baik dan hati-hati," bisik Fabio.

Amanda menyunggingkan senyum manisnya sembari menggosok lembut rambut suaminya itu.

"Aku melakukannya dengan lembut dan hati-hati, bisakah kau berjanji akan melakukannya dengan lembut dan hati-hati juga padaku?" kata Amanda.

Fabio diam terpaku, dia mengerti kekhawatiran yang Amanda rasakan saat ini.

"Tentu saja, Sayang. Aku akan membuatmu menjadi ratu malam ini, semua akan berjalan dengan lembut dan pasti aman," bisik Fabio.

Dia segera membaringkan tubuh Amanda ke ranjang dan mencabik habis kain yang menempel di tubuh istrinya itu. Fabio berperang dengan rasa canggungnya untuk membuka segel gadis yang sekarang sudah menjadi istri keduanya itu.

"Haruskah aku berhenti?" bisik Fabio setelah menyelesaikan satu permainan.

Amanda meraih saklar lampu di nakas dan membuat sedikit cahaya menyinari keduanya. Fabio sudah basah akan keringatnya, senyum indah Amanda menjadi pertanda jika wanita itu bahagia. Fabio membenarkan posisinya dan berbaring memeluk istrinya.

"Apa terasa sakit?" tanya Fabio.

Amanda menggelengkan kepalanya.

"Sedikit perih, tapi tak sakit," balasnya.

Luka itu tak seberapa dibandingkan beberapa luka yang pernah ia terima dari kerasnya hidupnya.

"Kita akan lihat besok apakah aku menang atau kalah," bisik Amanda dan segera menenggelamkan wajahnya ke dada penuh peluh suaminya itu.

Fabio tersenyum, dia sudah bisa memastikan jika Amanda menang. Fabio tak sengaja mencium bau darah saat bermain tadi.

"Kau benar-benar masih bersegel, Sayang. Kau menang," batin Fabio dan mempererat dekapannya.

* * *

Pagi menjelang dan saat mata Fabio terbuka dia tak melihat istrinya di sana. Dia melihat tubuhnya yang masih polos berbalut selimut putih itu.

"Sayang, kau di mana?" teriak Fabio mencari keberadaan Amanda.

Amanda segera keluar dari kamar mandi. Dia baru saja selesai mandi. Senyum manis Amanda pagi ini sangat berbeda. Matanya berbinar penuh dengan kebahagiaan.

"Selamat pagi, Sayang," sapa Amanda sembari menggosok rambutnya.

Fabio menyingkap selimut dan menunjukan darah yang tercecer di kain putih alas tidur mereka.

"Kau menang, Sayang," ucap Fabio.

Amanda hanya diam tanpa kata. Dia tak ingin mengatakan apapun karena taruhannya sekarang menjadi hal yang tak penting lagi.

"Hari ini kita akan kembali bukan?" tanya Amanda.

"Kita kembali setelah pertemuan dengan klien terakhirku," jawab Fabio.

Amanda berjalan menuju ranjang. Dia duduk di hadapan suaminya. Kecupan lembut Amanda berikan tepat di bibir Fabio.

"Aku tak akan menuntut apapun. Aku hanya ingin kau benar-benar menganggapku sebagai istrimu. Kau bisa menjagaku dan mencintaiku walau hanya dengan separuh hatimu," kata Amanda.

Permintaan klise istri Fabio itu justru menghancurkan hati suaminya. Fabio tahu jika hatinya memang terbagi dua. Dia menjadi merasa cintanya tak akan pernah sempurna.

Fabio merengkuh Amanda dalam peluknya.

"Aku akan menjagamu seperti ini, hingga dunia tak akan pernah bisa menyentuh dan menyakitimu," balas Fabio.

Amanda mengangguk. Dia sangat percaya pada suaminya.

"Tapi maafkan aku, hatiku benar-benar terbagi antara kau dan Yoona. Maafkan aku," batin Fabio.

Fabio dengan sadar membuka hatinya untuk wanita yang berada dalam dekapannya itu. Cinta bukan satu kesalahan, hanya saja tak bisa di kendalikan.

"Aku akan menunggumu mengatakan jika kau hanya mencintai diriku, bukan yang lain juga," batin Amanda bergumam.

Belaian lembut tangan Fabio membuat Amanda merasa begitu memiliki dan dimiliki.

"Jangan berubah saat kau membuka mata esok hari. Aku ingin seperti ini hingga akhir," bisik Amanda.

Fabio mengangguk tegas. Cintanya sudah sangat dalam untuk wanita itu.

"Ayo turun, aku sangat lapar," kata Amanda.

"Baiklah," jawab Fabio dan melepaskan pelukannya.

"Yoona banyak menelponmu, ada banyak pesan rindu juga yang dia kirimkan," kata Amanda.

Fabio membulatkan matanya, dia merasa bersalah pada Amanda karena ada kata Yoona di keintiman mereka.

* * *