Siang menjelang saat Amanda mengantre di bank untuk mengembalikan uang kakaknya. Dia sengaja melakukannya karena merasa Diego lebih membutuhkannya dari pada dirinya yang kini hidupnya sudah ditanggung oleh black card yang Fabio berikan.
"Selesai, aku akan mempir ke toko bahan makanan dan segera kembali," kata Amanda.
Tanpa di kira, semua selesai lebih cepat. Amanda kembali teringat keinginan Fabio untuk dia datang ke perusahaan menemaninya makan siang. Dia berinisiatif datang memberi kejutan.
Amanda memberhentikan sebuah taksi untuk menuju perusahaan Fabio. Dia bergegeas sebelum jam makan siang tiba.
"Permisi, Nona. Anda siapa? Mau kemana?" tanya seorang penjaga pintu masuk.
"Ah, saya ingin bertemu Tuan Fabio," jawab Amanda lugu.
"Sudah membuat janji?" tanya pria itu lagi.
Amanda menggeleng, dia memang tak membuat janji karena ingin memberi kejutan.
"Anda tak boleh masuk, Nona." Pria itu menegaskan.
Amanda hendak pergi dan dari arah dalam Yoona sedang berjalan keluar.
"Amanda," lirihnya.
Yoona memastikan jika yang ia lihat adalah madunya.
"Ah, benar itu dia. Ada apa dia datang? Apa dia tak boleh masuk oleh penjaga?" batinnya.
Amanda berlalu dan semakin menjauh. Senyum sinis Yoona menghiasi wajah cantiknya.
"Kau mau serakah dengan menunjukan kepada semua orang jika kau juga istri Fabio? Bukankah ini tak adil. Kau terlalu banyak meminta, Amanda," lirih Yoona sembari menyilangkan tangannya di dada.
Dia berjalan kembali masuk untuk menemui Fabio. Dia menganggap suaminya itu terlalu gegabah dengan meminta Amanda datang ke depan publik.
"Bukan gegabah. Dia juga istriku dan dia berhak atas ini," bantah Fabio.
"Kau terlalu cerobah. Apa yang akan terjadi pada anakmu nanti jika seluruh dunia tahu dia adalah anak dari istri kontrak?" desak Yoona.
Fabio terdiam, dia berpikir ini adalah caranya membuat Amanda bahagia. Diperlakukan selayaknya istri yang berhak atas segalanya yang ada pada dirinya.
"Ini adalah bagian dari rencanaku. Aku mencintainya lebih dari apapun sekarang, dan dia berhak mendapatkan apapun dariku," batin Fabio.
Tak ada lagi percakapan diantara keduanya. Fabio tak ingin ribut dengan wanita yang sudah empat tahun menjadi tambatan hatinya itu.
"Maafkan aku, Sayang. Bukan maksudku membuatmu terdesak. Dia menang taruhan dan ini adalah janjiku," jelas Fabio.
"Dia benar-benar masih perawan?" tegas Yoona.
Fabio mengangguk lembut, tapi di sisi lain Yoona tak percaya jika Amanda masih perawan.
"Aish, mana mungkin jalang sepertinya masih perawan?" jawab Yoona.
"Jaga mulutmu, Yoona!" sentak Fabio.
Pandangan mata Yoona mengarah tajam pada wajah suaminya itu. Fabio membentaknya dengan nada yang lumayan melengking.
"Bagaimana bisa kau membentakku?" tanya Yoona.
"Ah, maaf, Sayang. Bukan seperti itu maksudku." Lagi-lagi Fabio melemah saat Yoona mengeluarkan protes dengan nada marah. Dia masih dikuasai oleh cinta yang begitu subur untuk istri pertamanya itu.
Yoona tak peduli dengan perkataan maaf Fabio dan berlalu pergi. Hatinya sedikit terusik dengan sikap Fabio yang banyak memperhatikan dan membela madunya.
"Sedikit demi sedikit kau berubah, bisa kupastikan saat ini bukan sekedar memenuhi haknya sebagai istrimu. Kau juga mulai jatuh cinta pada Amanda, Fabio," batin Yoona sembari berjalan melintasi koridor perusahaan yang begitu panjang.
Tak lama ponselnya berdering, Louis menelpon untuk membuat janji makan siang. Suasana hati yang mendukung membuat Yoona setuju dengan ajakan pria itu. Dia segera menuju basement dan membawa mobilnya berangkat ke sebuat restoran.
Karena merasa bosan, Amanda duduk di sebuah cafe tak jauh dari perusahaan Fabio. Dia memesan segelas kopi dingin untuk menemani kesendiriannya. Sudah hampir 20 menit dia duduk dan dia hendak beranjak menuju toko bahan makanan. Saat hendak beranjak, dia melihat Yoona masuk restoran bersama seorang pria yang jelas dia bukan Fabio.
"Aku tahu jelas itu adalah Yoona. Tapi dengan siapa?" batin Amanda. Dia menjadi penasaran, tapi karena tak ingin gegabah dia membiarkan madunya itu bersama lelaki lain.
"Mungkin saja itu klien, bukankah dia mesin utama perusahaan yang begitu Fabio andalkan," lirihnya.
Dengan langkah kakinya yang manis, Amanda masuk toko bahan makanan. Satu persatu bahan makanan itu masuk trolinya. Mulai dari bumbu, sayur, daging, minyak, tepung dan segala hal yang berhubungan dengan dapur. Dia dengan teliti membaca tanggal kadaluwarsa agar belanjanya lebih efisien.
"Ah, apa ini? Mengapa aku menjadi sangat boros seperti ini?" kata Amanda setelah setumpuk barang berhasil dia bayar dengan black card yang Fabio berikan.
Dia keluar dengan troli lagi untuk membawa barangnya.
"Aku lupa jika aku tak diantar sopir, mengapa aku berbelanja sebanyak ini." Amanda mengeluh karena dia kerepotan membawa semuanya.
Tak berselang lama, sebuah mobil berhenti tepat di sisi kiri badan jalan. Kaca mobilnya turun dan memperlihatkan wajah tampan suaminya. Fabio mendapat pesan dari pemakaian kartunya dan segera menuju toko itu untuk bertemu Amanda.
Mata Amanda hampir tak percaya jika suaminya datang menjemput.
"Siapa yang memberi tahu dia? Bagaimana bisa dia menemukan aku?" batin Amanda berulang-ulang.
Fabio turun dan segera membawa masuk semua barang yang Amanda beli.
"Nyonya Rezer berbelanja banyak hari ini?" goda Fabio sembari tersenyum.
"Tidak juga, hanya sekitar 400 dolar," kata Amanda.
"Ah, bukan jumlah yang berarti. Ini juga bukan kebutuhanmu saja. Mengapa tak sekalian membeli kebutuhanmu?" tanya Fabio.
"Aku tak perlu apapun. Dan ini sudah cukup," balas Amanda.
Fabio selesai memasukan semuanya, dia segera menarik lengan istrinya itu masuk dalam dekapannya.
"Lain kali pergi dengan sopir. Jangan pergi sendiri seperti ini," kata Fabio.
Amanda merasa tak biasa jika diantar sopir. Dia biasa pergi kemanapun sendiri dan dengan angkutan umum.
"Bagaimana kau tahu aku di sini?" tanya Amanda polos.
Fabio tersenyum, dia tahu jika Amanda tak mengerti tentang pesan pembayaran yang muncul di aplikasi ponselnya.
"Ke mana pun black card itu pergi, aku akan tahu, Sayang." Fabio. menjelaskan dengan candaan.
"Ah, kau benar. Laporan transaksinya pasti masuk ponselmu," jawab Amanda.
"Ayo masuk dan kembali, matahari sangat terik, Sayang." Fabio. menarik Amanda masuk mobil.
Sementara di tempat lain makan siang Yoona dan Louis berlangsung tenang. Yoona menceritakan keadaan hatinya yang merasa semakin diacuhkan oleh Fabio. Ini seperti kesempatan bagi Louis untuk melancarkan aksinya. Dia membumbui kerenggangan Yoona dan Fabio dengan kata-kata yang begitu manis.
"Kau tak perlu khawatir tentang hal itu, tak perlu merasa sendiri dan kesepian. Ada aku," jelas Louis.
Perkataan Louis membuat Yoona jauh lebih baik dan tenang. Dia merasa sedikit pengakuan setelah Fabio banyak mengutarakan pembelaannya untuk Amanda telat di hadapannya.
"Boleh nanti malam kita bertemu?" tanya Yoona.
"Tentu saja, Manis," jawab Louis.
Mereka membuat janji bertemu nanti malam. Yoona merasa suaminya akan tidur dengan Amanda, sehingga dia pasti akan semakin kesepian jika tak keluar rumah.
* * *