Mendengar penuturan Sabrina seketika Azka tertawa begitu lepas. Ia tak habis pikir rupanya Sabrina menyangka jika Azka akan menikmati tubuhnya dalam waktu satu malam.
Melihat Azka tertawa seperti itu Sabrina yang awalnya bersedih pun merasa aneh dan kebingungan.
"Kenapa, Tuan? Kok malah tertawa!" tanya Sabrina penuh selidik.
"Jadi, kamu pikir saya akan menyentuh tubuh kamu ha? Kamu salah besar Sabrina. Kamu pikir saya laki-laki hidung belang yang dengan mudahnya menikmati tubuh wanita tanpa perasaan cinta!" ujar Azka seraya menggelengkan kepalanya.
"Lantas apa?" Sabrina mengerutkan keningnya.
"Saya hanya minta kamu menjadi pacar saya dan menemani saya dalam satu malam. Minggu depan saya akan menghadiri acara pertunangan sahabat saya dan semuanya wajib membawa pasangan masing-masing. Saya enggan jadi bahan olok-olok teman-teman saya!" Azka memperjelas syaratnya.
Mendengar penuturan Azka sontak mata Sabrina membelalak sempurna. Merasa aneh dengan sikap Azka yang berfostur tubuh ideal, tinggi berisi, juga tampan, seperti tidak mungkin jika tidak mempunyai kekasih.
"Heh ngapain kamu bengong? Jangan kamu pikir saya tidak laku yah!" seru Azka.
"Enggak, Tuan." Sabrina menggeleng dan menurunkan pandangannya.
"Harus kamu tahu ya! Yang ngejar-ngejar saya banyak. Cuma saya enggak suka sama cewe yang ngejar-ngejar cowo duluan," sanggah Azka.
"Jadi kamu setuju atau tidak dengan syarat yang saya ajukan?" imbuhnya.
"Baiklah, Tuan. Saya setuju kalo memang hanya itu saja syaratnya," jawab Sabrina seraya menganggukan kepalanya. Ia mulai merasa lega. Ternyata ia telah salah menduga Azka, Azka teryata laki-laki yang sangat menghormati wanita.
Setelah selesai makan siang, Sabrina dan Azka bergegas untuk pulang karena ponsel pintarnya terus-terusan berdering, rupanya itu panggilan masuk dari Bu Yeni yang sudah mulai khawatir.
Azka mengemudikan kendaraan roda empatnya dengan cepat dan fokus. Karena ia mulai merasa lega setelah mendapat jawaban dari Sabrina. Pikirannya telah salah menilai Sabrina. Ternyata ia adalah korban dari sebuah fitnah yang sangat kezi.
Sesampainya di rumah, Azka di sambut hangat oleh kedatangan Ayahnya yang baru saja tiba dari amerika setelah 1 bulan menjalani tugas dari kantornya.
"Kamu sama siapa? Pacar kamu?" tanya Yuzril seketika setelah melihat Azka masuk ke dalam rumah bersama Sabrina.
"Ih, Papah! Ini pembantu kita yang baru, Pah. Cewe yang dekat dengan Azka kan Paula, Pah," ujar Bu Yeni pada suaminya.
"Oh gitu, ini sih cocoknya jadi pacar kamu Ka bukan jd pembantu lho," ucap Yuzril.
Mendengar ucapan Yuzril seketika Azka dan Sabrina saling bertatapan mengingat perjanjian yang akan di lakukan mereka di minggu depan.
"Maaf, Pak. Saya masuk dulu permisi!" Sabrina berjalan dengan perlahan seraya membungkukan sedikit pundaknya sebagai rasa hormat pada majikan.
"Ih, Papah. Sebel deh masa Azka di cocokan sama pembantu," gerutu Yeni dengan sedikit menyodorkan bibirnya kedepan.
Kemudian, keluarga kecil itu berbincang hangat di ruang tengah melepas rasa rindu yang sempat tertunda.
***
Di rumah sakit tempat Sabrina di periksa, masih saja terlihat sepasang suami istri yang membuat Sabrina sempat terperanjat dan bergegas pergi.
Ternyata itu adalah Cantika yang tengah membawa Reyno Chek Up keadaannya.
Hari ini kondisi Reyno sudah terlihat membaik, kakinya sudah bisa berjalan walaupun hanya beberapa langkah. Sementara dengan kondisi nada bicaranya juga sudah mulai membaik.
"Syukurlah, Yang. Kamu sudah mulai membaik, aku seneng deh lihatnya," ucap Cantika pada Reyno setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil Cantika.
"Iya, Yang. Apalagi aku seneng banget," balas Reyno seraya meremas tangan Cantika dengan lembut.
"Kamu tahu gak, Yang. Aku kangen sama kamu. Kita udah 3 tahun enggak pernah memadu kasih," rengek Cantika seraya memeluk tangan dan menyenderkan kepalanya di pundak Reyno.
"Itu semua gara-gara Sabrina yang sudah merusak kebahagiaan kita!" imbuhnya.
'Padahal Sabrina tidak bersalah dalam kasus ini, ini semua salahku sendiri. Tapi aku tidak mau membuat emosi Cantika kembali membludak.' batin Reyno menyadari kesalahannya.
"Ya udah kita pulang yah," balas Reyno seraya mengacak-acak rambut Cantika dengan lembut.
Mereka berdua tancap gas dan Cantika melajukan mobilnya membelah jalan raya yang terlihat sibuk dengan lalu lalang kendaraan.
Sesampainya di kediaman Bramantio. Terlihat ayah Sabrina tengah duduk sendirian di depan rumahnya. Entah apa yang tengah di pikirkan lelaki paruh baya itu. Tiba-tiba ia di kagetkan oleh pemandangan yang membuat hatinya terenyuh, yakni melihat Reyno datang ke rumahnya dengan kondisi yang sudah membaik. Reyno berjalan dengan perlahan mendekati Bramantio.
"Assalamualaikum, Ayah. Apa kabar?" sapa Reyno seraya merangkul dan mencium punggung tangan mertuanya ini.
Selama lumpuh, Reyno di rawat Cantika dan tinggal di rumah orang tuanya.
"Waalaikumsalam." Bramantio menyambut kedatangan Reyno dengan penuh haru.
"Alhamdulillah kamu sudah sehat, Nak. Sudah bisa jalan dan berbicara," lanjut Bramantio dengan mata sedikit berkaca-kaca. Ia terlihat sangat bahagia melihat menantunya ini sembuh. Karena, ia bisa menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi pada kejadian 3 tahun lalu yang telah merenggut kebahagiaan Sabrina putrinya.
"Iya, Ayah. Mas Reyno sudah membaik," sahut Cantika seraya mencium punggung tangan Bramantio.
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah dan di sambut hangat oleh Mesya. Mereka turut merayakan kebagahiaan atas kesembuhan Reyno bersama keluarga.
Setelah 3 tahun Bramantio menunggu saat-saat ini, ia sudah tidak sabar ingin mendengar langsung dari mulut Reyno tentang siapa yang bersalah atas kecelakaannya. Akan tetapi, sepertinya ia harus sedikit bersabar. Karena harus menunggu waktu yang tepat dimana tidak ada Cantika maupun Mesya yang mendengar dan ikut campur.
"Ren, kapan-kapan kita ngopi di luar ya, Ada yang ingin ayah bicarakan," desis Bramantio pada Reyno tepat di samping daun telinganya, sesaat ketika ia hendak berpamitan untuk kembali pulang ke rumah orang tuanya.
"Oh iya, Ayah. Nanti saya kabarin," jawab Reyno tanpa ada rasa penasaran pada Bramantio.
Cantika dan Reyno kembali ke kediaman Prasetiyo serta melanjutkan saat-saat bahagia yang sempat terlewatkan.
Malam ini Cantika terlihat sangat cantik dengan kimono pendek berwarna pink kesukaannya, ia berjalan mendekati tempat tidur dimana Reyno sedang asyik memijat leptopnya. Rupanya Reyno sedang memeriksa laporan-laporan yang sudah terlewatkan.
"Yang!" Dengan tersenyum manis Cantika mulai mendekati Reyno dan memijat halus pundak suaminya itu serta memutar jemarinya tepat di atas dada Reyno.
Reyno menutup leptopnya dan mengakhiri tugasnya di leptop dengan menyimpan benda segi empat itu di meja dekat tempat tidur.
Reyno mulai mengusap-usap lembut rambut Cantika, mencium keningnya dan menempelkan bibirnya tepat di bibir Cantika, mereka berdua bercumbu mesra merasakan kehangatan yang sudah lama di rindukan. Reyno meraba bibir Cantika sampai ke pundak, mengecup seluruh tubuh istrinya dari pucuk rambut sampai ujung kaki dengan penuh nafsu, mencairkan suasana yang sudah lama membeku, sampai pada puncak kenikmatan sebagai sepasang suami istri di tengah-tengah cuaca hujan di kota Jakarta.
"Terima kasih telah mengingatkanku bagaimana rasanya terbang seperti kupu-kupu," desis Cantika tepat di dekat daun telinga Reyno seraya memeluknya dari samping kemudian tangannya berselancar meraba tubuh Reyno dan memainkan batang kenikmatan suaminya.
Reyno menyambut pelukan Cantika dan mereka berdua mengulanginya sekali lagi.