Ketika mentari mulai menyapa pagi, terlihat wajah gagah nan tampan Tuan muda Azka tengah berdiri di lantai dua rumahnya, tersenyum memandangi Sabrina yang sudah membaik dari sakitnya.
Pagi ini, Sabrina sudah menjalankan tugasnya sehari-hari mulai dari membersihakn rumah dan masak pagi bersama Nazwa untuk sarapan bosnya.
"Kamu Udah sembuh?" sapa Bu Yeni pada Sabrina yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan.
"Alhamdulillah sudah bu," jawab Sabrina seraya menundukan kepalanya. "Silahkan ibu sarapannya, saya pergi ke dapur dulu ya," imbuh Sabrina seraya berjalan melangkahkan kakinya ke arah dapur.
Terlihat Azka dan Pak Yuzril yang baru datang dari kamar masing-masing dengan pakaian yang sudah berjas rapih seraya duduk di kursi makan dan hendak sarapan pagi.
Ini kali pertama Yuzril menyicipi masakan Sabrina dengan sambutan yang begitu hangat. Ia terlihat sangat menikmati masakan yang di sajikan Sabrina dan mulai menyukainya.
"Oh iya, Pah. Hari ini mamah mau ke super market ya, mau belanja bulanan," ujar Bu Yeni yang tangannya tengah sibuk mengambilkan makanan untuk Yuzril dan Azka.
"Sama siapa, Mah?" tanya Pak Yusril seraya meneguk secangkir teh hangat yang telah di sediakan Sabrina.
"Paling nanti bawa Nazwa atau Sabrina, Pah," balas Bu Yeni.
"Mau aku anterin enggak, Mah?" tanya Azka yang begitu antusias ketika mendengar jika mamahnya akan membawa Sabrina.
"Lho! Kan kamu mau kerja?" Dengan sedikit menaikan sebelah alisnya, Yeni bertanya balik.
"Aku ada meeting agak siangan. Jadi bisa nganterin, Mamah," sanggah Azka mulai beralasan.
Dengan wajah semringah Azka kemudian mengantarkan Mamahnya serta Sabrina untuk pergi ke super market hari ini.
Sesampainya di super market mereka bertiga gegas masuk ke dalam dan memilih semua kebutuhan rumah.
Setelah sekitar 2 jam berputar mengelilingi super market, Azka dan Sabrina membawa semua belanjaan dan memasukannya ke dalam bagasi mobil. Sembari menunggu Bu Yeni yang tengah ke toilet, terlihat Azka merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah benda kecil berbentuk pipih dan di bungkus paper bag berwarna coklat muda.
"Ini buat kamu!" ucap Azka seraya menyodorkan benda itu dari saku jasnya.
"Apa ini, Tuan?" tanya Sabrina dengan tatapan nanar.
"Sudah ambil aja, masukan ke dalam tas mu. Jangan kamu buka sekarang, nanti saja kalo kamu sudah sampai di rumah," titah Azka seraya menarik telapak tangan Sabrina dan mengepalkan barang pemberiannya. Gegas ia pun melangkah berjalan masuk ke dalam mobil sebelum terlihat oleh Bu Yeni.
Tanpa pikir panjang Sabrina memasukan benda pemberian Azka yang entah apa itu isinya kemudian bergegas masuk ke dalam mobil mengikuti langkah Tuan mudanya.
Azka melajukan mobil untuk kembali ke rumah sesaat setelah Bu Yeni kembali dari toilet dan masuk ke dalam mobil mewahnya.
Setelah menjelang malam di saat semua pekerjaan telah usai. Sabrina dan Nazwa mencoba merebahkan badannya di kursi dekat taman belakang.
"Oh iya, Naz. Gimana kabarnya, Abang perabotan?" ejek Sabrina menggoda Nazwa
"Oh iya, Rin." Sejenak Nazwa menghentikan pembicaraannya karena tidak kuat menahan tawa.
"Idih ngomong dulu kali baru tertawa," celoteh Sabrina.
"Jadi gini, Rin. Abang nelpon aku sampe marah-marah, dia bawa orang tuanya datang ke rumah, tiba-tiba pas nyampe depan pagar di bacalah itu tulisan 'rumah ini di kontrakan' kan kaget dia, zonk kan jadinya." Nazwa bercerita dengan sesekali terhenti karena tidak kuat menahan tawa.
"Ih kamu gitu amat, kasian tau. Kenapa enggak ngasih kabar kalo kamu kerja, seenggaknya kirim pesan atau telpon ke," saran Sabrina.
"Ya mana aku tahu, Rin. Lagian pas masuk ke rumah ini aku lupa pegang ponsel buat kasih kabar," jelas Nazwa.
Mendengar penjelasan dari Nazwa seketika pikiran Sabrina mengingat sesuatu. Ia berjalan melangkahkan kakinya begitu cepat dan masuk ke dalam kamar tidur serta mengunci pintunya.
"Yah bener-bener ya itu orang, dia yang ngajak ngobrol malah pergi gitu aja," celoteh Nazwa pada Sabrina yang pergi tanpa basa-basi. Ia pun kembali merebahkan tubuh dan istirahat sendirian di kursi taman belakang.
Sabrina mengingat benda pipih yang di berikan Azka tadi pagi. Gegas ia merogoh isi tasnya dan mengambil benda pipih yang d bungkus paper bag berwarna coklat muda untuk kemudian di buka.
Betapa terperangahnyah Sabrina setelah membuka bungkusan paper bag dan melihat isinya, ternyata sebuah gawai model terbaru berewarna gold tanpa kardus. Ia tidak habis pikir, apa maksud Azka memberikan hadiah ini untuknya.
Dengan hati yang mulai resah ia mencoba mencari tahu, Sabrina memijat layarnya yang ternyata gawai itu sudah hidup dan telah terisi sim card. Sudah ada beberapa nitifikasi pesan masuk di layar gawai yang kini berada tepat di telapak tangan kanannya dan kemudian ia baca.
[Ini gawai untuk kamu, tolong simpan baik-baik dan jangan beritahu siapa-siapa jika ini pemberian saya.] Pesan masuk dari nomor tidak di kenal dan sabrina yakini jika ini dari Azka. Ia kemudian membaca pesan kedua di aplikasi bewarna hijau di layar gawainya.
[Balas pesan ini jika kamu sudah membuka nya.] Pesan ke dua yang dikirim Azka.
Kali ini Sabrina benar-benar di buat penasaran oleh sikap Azka yang awalnya ketus dan sinis padanya kini berubah menjadi baik.
Gawai yang berada di genggaman Sabrina bergetar dan terlihat ada panggilan masuk dari nomor tidak di kenal. Rupanya Azka mengetahui ketika pesannya telah centang dua dan berwarna biru namun tak juga di balas oleh Sabrina. Gegas Sabrina pun menggeser tombol berwarna hijau di layar gawainya.
"Hallo?" sapa Sabrina.
"Sudah baca pesan dari Saya?" Suara lelaki yang mulai tak asing di telinga Sabrina.
"Sudah, Tuan," jawab Sabrina yang meyakini jika itu suara Azka. "Kenapa Tuan memberikan saya benda ini? Untuk apa Tuan?" Imbuh Sabrina dengan mencecar dua pertanyaan sekaligus.
"Kita sudah punya perjanjian minggu lalu, tentunya kamu tidak lupa kan?" Jawab Azka dengan tegas.
Baru saja Sabrina menduga jika Azka telah berubah menjadi baik. Akan tetapi dugaannya ternyata salah.
"Hey! Kenapa diam?" sentak Azka pada Sabrina yang beberapa detik saja terdiam.
"Apa kamu berubah pikiran dan akan menolak?" lanjut Azka.
"Tidak, Tuan. Saya masih ingat dan saya tidak akan mungkir dari perjanjian," sahut Sabrina dengan nada sedikit lesu.
"Oke bagus!" Seketika telponnya terputus sepihak.
Perasaan Sabrina mulai gundah, dimana perjanjian menjadi pacar satu malam Tuan muda tinggal menghitung hari.
"Rin!" Terdengar suara pintu di ketuk dari arah luar memanggil Sabrina, ia terperanjat dan hampir menjatuhkan gawai dalam genggamannya, beruntung masih bisa terselamatkan.
"Iya sebentar," sahut Sabrina. Gegas ia menyembukan gawai pemberian Azka ke dalam lemari pribadinya kemudian membuka pintu kamar.
"Kenapa sih malah ngurung diri di kamar?" tanya Nazwa dengan tatapan nanar penuh selidik.
"Enggak apa-apa," jawab Sabrina dengan tersenyum tipis.