Chereads / Cinta dan kasta. / Chapter 13 - BERDUKA

Chapter 13 - BERDUKA

Tak butuh waktu lama rombongan jenazah sampai di kediaman Arman.

"Ayo, Man!" ajak Danang saat mobil jenazah berhenti di depan rumah Arman.

Arman yang terlihat lebih tegar dari sebelumnya terlihat membantu para warga yang hendak mengangkat keranda jenazah dari dalam mobil.

Orang pertama yang datang menghampiri Arman adalah Bunga. namun Arman menghindari Bunga yang hendak memeluknya. Arman memilih menghampiri pak Agus yang berdiri tak jauh dari dirinya.

"Yang sabar ya, Man." Agus memeluk erat Aman dengan erat layaknya seperti anaknya sendiri.

Arman meluapkan tangisnya dalam pelukan Agus. sedangkan Bunga yang melihat hal memilih pergi. namun sebelum pergi Bunga menepuk bahu Arman. "Man, aku turut berduka cita ya."

Arman yang mendengar suara Bunga tidak bergeming atau menoleh dia tetap meluapkan tangisnya dalam pelukan Agus.

****

Setelah acara pemakaman Bunga mencoba mendekati Arman lagi. namun sikap yang sama saat di rumah yang Arman berikan. Bunga mencoba sabar dan memberikan waktu kepada Arman untuk sendiri. Sedangkan Arman menguatkan diri untuk menemui para pelayat yang masih berada di rumahnya. ayah Angga benar-benar menyiapkan segala hal di rumah Arman. Perlengkapan semuanya tidak ada yang terlewat sama sekali.

"Arman!" Panggil Agus dari kejauhan.

"Ya. Pak," sahut Arman seraya berjalan menuju tempat duduk Agus.

"Duduklah," ucap Agus. Arman pun duduk di antara Angga dan Danang yang telah duduk di hadapan Agus terlebih dahulu.

"Man, untuk sementara waktu Angga akan menemani mu disini, dan jika kamu butuh apa-apa silahkan bilang ke Angga atau ke saya. Saya akan sebisa mungkin membantumu," ujar Agus. Arman menatap ke arah Angga dan Danang secara bergantian. Angga menganggukan kepala menandakan bahwa dia setuju dengan ayahnya. Sedangkan Danang hanya tersenyum dan menepuk bahu sahabatnya tersebut.

"Baik pak, terima kasih sebelumnya sudah berkenan membantu keluarga saya pak," sahut Arman yang terdengar menahan tangisnya.

"Man, Lo istirahat gih. Mumpung para pelayat sudah sepi." Angga membawa Arman pergi setelah mendapatkan persetujuan dari ayahnya.

Hampir satu jam Arman, Angga dan Danang tak dapat tidur. jarum jam telah menunjukkan pukul 17:00. Danang memutuskan untuk membersihkan ruangan yang akan di gunakan untuk mengaji nanti malam. Angga dan Arman masih berada di dalam kamar Arman. Mereka hanya memandangi langit-langit kamar yang mulai usang. tak terasa air mata Arman kembali membasahi pipi. Arman tidak ingin membuat sahabatnya kembali khawatir dia mencoba memejamkan matanya dan tanpa sadar dia tertidur.

Jarum jam menunjukan pukul 18:00 suara adzan berkumandang dari masjid yang tak jauh dari rumah Arman. Angga dan Danang yang baru saja selesai mandi membangunkan Arman yang masih terlelap. mereka berdua memasuki kamar Arman dengan hati-hati bahkan mereka berdebat untuk memilih siapa yang akan membangunkan Arman.

"Lo aja deh yang bangunin dia," ucap Angga sambil mendorong Danang.

"Heh!" Danang yang terkejut memukul bahu Angga dengan keras. "Gila lo! hampir saja gue jatuh gara-gara lo," protes Danang.

Angga hanya tertawa geli karena melihat Danang yang hampir saja jatuh.

melihat Angga hanya tertawa Danang membalikan posisi dan menyeret Angga agar dia yang membangunkan Arman. "Sana lo! bangunin Arman."

Mereka terlibat perdebatan dan pada akhirnya Arman bangun karena kebisingan yang mereka timbulkan karena perdebatan mereka berdua.

"Kalian kenapa?" tanya Arman yang bar saja membuka nyawa dan nyawa yang belum terkumpul seutuhnya.

Angga dan Danang yang melihat Arman sudah membuka mata seketika kaget bahkan posisi mereka saat itu saling dorong.

"Lo sudah bangun Man?" tanya Angga seraya melepas tangannya dari bahu Danang dan merapikan penampilannya.

"Sudah," jawab Arman dan bangkit dari tempat tidurnya.

"Kalian ngapain?" tanya Arman.

"Em... enggak! cuma mau ngaca saja," jawab Danang yang mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk cermin yang menggantung di diding kamar Arman.

Arman melihat ponselnya dan terkejut. seketika dia protes kepada kedua sahabatnya tersebut. "Sudah jam enam kenapa kalian nggak bangunin gue!"

"T--tadi....." belum selsai Angga menjawab Arman pergi ke kamar mandi dan segera mandi. karena sebentar lagi akan ada kirim doa untuk ibunya. dan itu berlangsung selama tujuh hari setiap selesai isyhak.

Melihat Arman pergi begitu saja Angga dan Danang merasa tidak, tadinya yang mereka sangat berisik menjadi pendiam dan duduk dengan hening di dalam kamar Arman.

Sedangkan Agus telah menyiapkan segala kebutuhan acara itu. beberapa tetangga juga membantu. Arman yang baru saja selesai mandi terkejut melihat Danang dan Angga yang masih duduk menunduk di kamarnya.

"Lo kenapa?" tanya Arman.

"Lo marah sama kita karena kita berisik tadi?" Danang malah balik bertanya kepada Arman.

"Enggak, kalau kalian nggak berisik dan gue nggak bangun gue malah marah sama kalian," jawab Arman. mendengar itu Angga dan Danang lega.

"Terus kalian kenapa masih disini? mau lihat gue ganti sarung?" sarkas Arman.

"tidak-tidak! kita keluar kok." Danang dan angga bergegas keluar dan membiarkan Arman mengganti pakaiannya.

Arman mencoba tegar untuk orang-orang di sekitarnya. terutama Agus yang sudah menganggapnya sebagai anaknya sendiri.

Setelah selesai berganti pakaian, Arman segera bergabung bersama yang lain. walaupun dia berusaha tampak tegar tapi raut wajahnya bisa berbohong terutama pada matanya yang masih memerah dan bengkak.

Arman melihat semua persiapan telah lengkap. dia sangat bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang baik. saat acara hampir mulai Bunga dan ibunya datang. Arman yang tadinya duduk bersama Agus, Danang dan Angga memilih pergi ke dalam rumah.

Bukan tanpa alasan Arman marah kepada keluarga Bunga. sebelum Ida meninggal keluarga mereka selalu merundung Ida. hanya saja Ida diam tidak menunjukkan kesedihannya di hadapan Arman.

"Man!" panggil Bunga yang berdiri di depan kamar Arman.

"Ya!" sahut Arman dari dalam kamarnya.

"Gue mau bicara." Bunga mencoba membuat alasan agar Arman mau menemuinya.

"Maaf, bung. Gue lagi ada telepon penting. nanti saja ya," ujar Arman untuk menolak secara halus alasan Bunga.

"Oh, oke!" Bunga menyerah dan pergi dari depan kamar Arman. dia bergabung bersama para tetangga yang lain.

Danang dan Angga melihat Bunga keluar dengan wajah yang lesu sempat merasa kasihan. namun jika di ingat Arman wajar marah karena ibunya Bunga sangat kelewatan saat menghina Arman dan Ida. bahkan dia menyebarkan kepada para tetangga. walaupun ada tetangga yang tidak terhasut oleh Irma, ibunya Bunga. namun tidak sedikit pula yang mulai memandang sebelah mata keluarga Arman dan Ida. hanya saja Arman tidak peduli dengan mereka. sedangkan Ida memilih memendam perasaan sakit hatinya.

Tak berselang lama acara mulai. Arman mengira Bunga dan ibunya sudah pulang. ternyata masih berada di luar bersama pak Antok yang baru saja datang bersama tetangga.

"Huf...." Arman menghela nafas panjang saat melihat keluarga bunga yang penuh senyum kepalsuan.