Sofia tidur di pemakaman kedua orang tuanya yang berdampingan, dengan sebuah batu sebagai penanda. "Sofia pikir kalian sangat menyayangi Sofia. Nyatanya kalian jahat, kalian meninggalkan Sofia sendirian. Kalian jahat!"
Wanita itu mencengkeram tanah basah dari makam sang ibu, ia lemparkan membabi buta. "Maafkan saya, seharusnya saya tidak mengenal pria itu dari awal. Andai saja saya menjadi orang jahat pada saat itu, mungkin kalian masih ada bersama dengan saya saat ini."
Penyesalan Sofia tidak berujung, ia terus meratapi kebodohannya di masa lalu. Harunya saat itu ia tidak menolong Zen. Harusnya saat hujan hari itu, ia memilih pulang. Toh hujan tidak akan membuatnya mati.
"Kau jahat Zeno! Saya membencimu, sangat membencimu!" Ujaran kebencian Sofia bergema di dekat makam kedua orang tuanya. Teriakannya disaksikan oleh jasad-jasad yang terbujur kaku di bawah tanah.
"Saya sangat membencimu ...."
"Kau juga membenci pria biadab itu kan?" tanyanya pada sang bayi.
"Kau harus membencinya, mari kita benci dia bersama-sama."
Thruv mendekati Sofia, pria itu ikut duduk pada tanah basah di sebelah wanita itu. Dengan gerakan pelan pria itu merengkuh tubuh Sofia, mengusap rambutnya pelan dengan penuh kasih dan sayang.
"Sofia, ikutlah denganku?" tawar Thruv dengan suara lirih yang sebagian terbawa oleh angin.
Sofia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk memberontak, ia pasrah saat mendapatkan pelukan hangat dari Thruv Niramon.
"Kau dan dia, sama jahatnya. Saya membenci kalian, sangat...," Pandangan mata Sofia kosong, begitu pula dengan hatinya.
Mengapa mereka semua begitu mudahnya menghancurkan kehidupan manusia kalangan bawah seperti Sofia. Tidak bisakah mereka biarkan saja Sofia hidup dengan tenang?
Jika mereka ingin, Sofia dengan senang hati akan pergi. Ia tidak akan mengganggu kehidupan orang berkasta atas seperti keluarga Zen Williams.
"Ikutlah denganku, saya akan menjamin tempat tinggal dan kehidupanmu. Saya akan menyembunyikanmu dari dunia luar."
Sofia menggeleng pelan, "Tidak. Saya ingin mati saja, saya akan menyusul ayah dan ibu. Mereka tidak boleh meninggalkan saya sendirian di sini."
Thruv tersentak, ia tidak menduga bahwa Sofia akan mengatakan hal seperti itu. "Jangan mengucapkan hal seperti itu, saya mohon, ikutlah dengan saya."
Bukannya menjawab, Sofia lebih memilih untuk menangis. Hatinya sudah sangat hancur, tidak ada cara lagi untuk menyatukan kepingannya yang hilang.
"Menjauhlah dari saya, saya sangat kotor. Ada sisa dari manusia biadab di tubuh saya," gumam Sofia.
Thruv mengeraskan rahangnya, mata pria itu terpejam erat. Ia mengerti maksud pembicaraan Sofia.
"Siapa? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Thruv mencoba untuk meredam emosinya.
"Mereka menyebutkan nam–"
"Mereka?" Ucapan Sofia terpotong oleh Thruv yang sangat terkejut saat mendengar kata 'MEREKA' dari mulut Sofia.
Berarti bukan hanya satu pelakunya.
"Ya, mereka bertiga menyebut nama Pangeran Zen William. Saya mendengarnya di tengah-tengah sisa kesadaran saya."
Jawaban Sofia menyakiti hati Thruv, ia tidak mungkin salah menilai Zen. Adiknya itu tidak mungkin melakukan hal sekeji ini. Bahkan ia dapat melihat dengan jelas seberapa besar cinta yang Zen miliki untuk Sofia.
"Tidak Sofia, mereka pasti–"
"Cukup! Jangan mengatakan apa pun lagi. Itu akan lebih menyakiti hati saya, sekarang pergilah. Saya tidak ingin lagi berurusan dengan keluarga kalian!" sela Sofia sembari mendorong tubuh Thruv.
"Sofia, percayalah padaku. Ikutlah denganku, saya akan memberikan kehidupan yang layak untukmu," bujuk Thruv tanpa lelah.
Pria itu mencintai Sofia, ia tidak akan membiarkan wanita yang ia cinta menderita seperti saat ini.
"Pergi! Saya membencimu!"
"Jika kau tidak mau pergi, saya akan pergi sejauh mungkin hingga kau tidak akan bisa mencari tahu keberadaan saya lagi!"
Ancaman Sofia berhasil membuat Thruv menyerah, pria itu mengangkat kedua tangannya dan memilih untuk pergi.
"Jangan melakukan hal buruk, saya akan pergi. Saya akan datang kemari lagi untuk melihat keadaanmu."
"Sofia, maafkan saya. Saya mencintaimu."
Ucapan Thruv sebelum berbalik membuat Sofia terkejut, namun ia tidak menanggapinya lebih. Hatinya sudah mati bersamaan dengan jasad sang ibu yang masuk ke dalam tanah untuk kembali ke pangkuan Tuhan.
Setelah kepergian Thruv, Sofia kembali merebahkan diri di makam sang ibu. Wanita itu tertidur di sana. Ia akan menghabiskan malamnya bersama sang ibu.
"Ibu, bawa Sofia. Jika ibu menolak, makan Sofia akan menyusul ibu dengan paksa!" ancamnya.
Sofia terus meracau seperti orang linglung, ia menceritakan masa kecilnya bersama kedua orang tuanya.
"Bu, harusnya Sofia tidak perlu menjadi dewasa. Harusnya Sofia kembali pada kehidupan Sofia saat masih berusia 5 tahun. Banyak hal menyenangkan yang terjadi pada saat itu."
Sofia mengusap tanah kuburan ibunya, raganya sudah tak bisa ia peluk. Kin Sofia hanya bisa memeluk gundukan tanah saat dirinya merasa sedih dan kesepian.
"Sofia susul ibu saja. Sofia lelah, sangat lelah!"
Wanita itu berganti menghadap malam ayahnya. "Ayah, jika ibu tidak mau menjemput Sofia, ayah pasti mau kan? Tolong kasihani anakmu ini, saya sendirian, saya ketakutan.
"Ayah juga tidak mau? Sofia akan menyusul paksa!" Wanita itu berdiri, berjalan pelan dengan perutnya yang sudah sangat besar.
"Anakku, saya akan membawamu bersama dengan saya. Saya tidak akan meninggalkanmu sendirian di dunia ini."
Sofia mengusap pelan perutnya. "Dunia ini terlalu kejam untuk kita, ayo kita pergi saja ke tempat lain."
Sofia berjalan menuju ke arah jembatan, di bawahnya terdapat semacam sungai besar yang kabarnya dihuni oleh buaya, sang predator pemangsa daging.
Namun sejujurnya belum pernah ada yang melihat karena menurut kabar yang beredar, buatan itu adalah jelmaan buaya siluman.
Sofia berdiri di pinggir jembatan, wanita itu hanya menatap air di bawahnya yang beraliran deras.
Pandangannya kosong, siapa pun yang melihatnya akan iba. Wanita itu terlihat sangat menyedihkan.
Rambutnya yang jauh dari kata rapi, pakaiannya penuh tanah dan beberapa bercak darah di belakang tubuhnya.
Wajah cantiknya tertutup oleh bekas usapan tangannya yang kotor. Sofia masih tetap cantik hanya saja ia tampak sangat menyedihkan.
Dari kejauhan ada seorang wanita yang mengenal Sofia, wanita itu berteriak memanggil nama Sofia namun tidak mendapatkan sahutan sama sekali.
"Sofia, kemari Nak! Pulanglah bersama dengan saya!"
Wanita tua itu mencoba untuk mendekat secara perlahan. Ia dapat melihat jika Sofia berniat melompat ke bawah, pandangan Sofia terus tertuju ke arah sana.
"Sofia!" teriak wanita tua itu begitu melihat Sofia membalikkan badan sebelum memutuskan untuk terjun ke bawah.
Byur!
Beberapa orang berteriak histeris karena tidak menyadari jika wanita menyedihkan yang menjadi perbincangan mereka akan melakukan hal tidak terduga seperti itu.
Tubuh Sofia hanyut terbawa oleh derasnya air sungai.
Teriakan orang-orang terus bersahutan, beberapa ada yang berlari mengikuti aliran sungai untuk mengejar tubuh Sofia yang hanyut.
Kini Sofia memilih pulang dengan jalannya sendiri. "Tunggu Sofia, ayah, ibu."