Bab 24
Sekeluarnya dari sana, dia sudah membawa bolpoin dan buku catatan, siap menerima pesanan.
Bara tersenyum ramah pada salah seorang pelanggannya dan membacakan menu spesial hari itu setelahnya, dia mencatat pesanan kemudian memberikannya pada juru masak yang di dapur.
Bara sudah bekerja di kedai makan Mike itu selama empat bulan walaupun gaji disitu per jamnya tidak besar, tapi bila ditambah tips dari pelanggan itu cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari.
kedai makan Mike ini terletak di 9th Avenue, dekat apartemen tempat tinggalnya pemiliknya Mike pria gemuk yang sudah berumur 55 tahun, telah membuka kedainya selama lima belas tahun, dan selama itu kedainya tidak pernah sepi pengunjung.
Kedai Mike ini buka setiap hari pukul 08.00 sampai pukul 02.00 menu nya lengkap tersedia, mulai dari penchakes, omelet, sandwich, egg benedict, sampai burger, macaroni dan cheese. Bara bekerja di kedai Mike hampir setiap hari, setelah selesai mengikuti kuliahnya yang di GIA. Awal desember lalu Bara memutuskan tidak pulang ke Indonesia.
"Baru tadi sore," kata Mama sambil tersenyum. "Kau tidak pulang liburan padahal mama meridukanmu. Mama membujuk papamu untuk datang kemari." Bara memandag papa yang diam saja sejak kedatangannya
Dia tidak ingin menghadapi pertengkaran yang sama tentang pilihan yang diambilnya dengan orang tuanya. Dia akhirnya memilih terus bekerja dikedai Mike selama liburan tersebut.
Mike pulang lebih awal untuk merayakan natal bersama keluarganya.Tidak ada kuliah GIA selama liburan natal dan tahun baru. Mike memberi bonus kepada pelayan nya yang bekerja selama hari-hari tersebut dan Bara juga membutuhkan uang tersebut untuk membiayai kursus perhiasan berikutnya.
Walaupun tinggal di apartemen Julien tanpa uang sewa, Bara masih membutuhkan uang seandainya dia menerima beasiswa yang telah di ajukannya. Sebagian lainnya dia sisihkan untuk menabung.
Dia ingin membeli berlian pertamanya dengan uang hasil usahanya sendiri. Delapan jam berikutnya Bara bergatian dengan pelayan lain dan mengakhiri kerjanya hari itu. Dia kembali menganti bajunya dan merapatkan mantelnya itu, jarak antara apartemenya dan kedai Mike itu hanya berbeda dua blok dan Bara memilih berjalan kaki menuju apartemenya. Tangannya menggengam erat buku sketsa pemberian Dinda tahun sebelum nya.
Bara masih merasakn kesedihan mendalam saat memikirkan Dinda, dia tidak tahu sampai kapan rasa sedih itu akan terus menghantuinya.
Dinda membantunya mewujudkan mimpinya saat ini Bara berharap gadis itu berada di sisinya, menyemangati. Dia sungguh-sungguh ingin bertemu kembali dengan Dinda suatu saat nanti. Sesampai di depan apartemennya, Jack penjaga pintu apartemen tersenyum padanya.
"Selamat malam Jack" sapa Bara.
"Selamat malam, Sir," kata Jack.
"Ada orang yang hendak bertemu dengan anda"
Bara merasa keheranan. "Terima kasih, Jack ." Bara berjalan ke lobby depan depan apartemen. sepasang pria dan wanita duduk di sana Bara mendesah terharu ada orang tuanya! Papa dan mama.
"Bara!" Sapa mama gembira melihat kedatangan putranya itu. Bara menghampiri kedua orangtuanya dan duduk diseberang mereka.
"Kapan mama dan papa sampai di New York.?"
"Baru tadi sore," kata mama sambil tersenyum.
"Kau tidak pulang liburan padahal mama meridukanmu? Mama membujuk papamu untuk datang kemari."
Bara memandang papa yang diam saja sejak kedatangannya. Dia merasa papa masih marah padanya .
"Mama benar-benar kedinginan sejak tadi," kata mama lagi.
"Kau pasti tidak tahan juga dengan hawa dingin dikota ini."
Bara tersenyum dan mengangguk ."Ya, aku juga belum terbiasa. Mungkin tahun depan aku baru terbiasa."
"Jadi kau masih ingin belajar di sini?" Potong papa tiba-tiba. Bara menatap mata papa dengan serius.
"Ya, tentu saja aku menyukai apa yang kupelajari sekarang" Papa memandang Bara dengan kesal putranya sudah berani menentang keinginan nya. tahun lalu dia menyangka seiring berjalannya waktu, putranya tidak akan bertahan dengan pilihan nya tapi pilihan Bara untuk tidak pulang saat liburan membuat papa menyangsikan hal itu.
Bara tidak pernah meminta bantuannya dan tidak pernah menghubunginya.
"Kalau kau ingin kuliah disini, papa bisa mengaturnya banyak kuliah kedokteran yang bagus di New York, kau masih bisa masuk semester depan."
"Papa masih belum menyerah ?" kata Bara keras hatinya benar-benar kesal
"Aku tidak akan masuk kuliah kedokteran, tidak disini, tidak dimana pun sampai kapan pun. Kenapa papa tidak pernah menghargai pilihanku ?Aku menyukai perhiasan dan aku tidak akan melepaskan impianku."
Papa mengepalkan kedua tangannya itu sambil menahan amarah nya.
"Kau tidak akan bertahan lama suatu saat nanti kau pasti akan memohon pada papa dan meminta bantuan papa !"
"aku rasa tidak pa, aku sudah bisa bertahan sampai sekarang tanpa bantuan papa, seharusnya itu menjadi dokter." kata Bara tegas, ingatannya kembali ke masa lalu. Saat itu usianya baru dua belas tahun, papa menyuruh Bara mengahafal nama latin seluruh anatomi tubuh. Setiap hari saat sarapan, papa selalu mengadakan kuis untuk mengetahui perkembangan hafalan putranya. Kalau melakukan kesalahan, Bara harus mengafal ulang dari awal.
Bara tidak pernah menyukai kuis tersebut. "Sekarang kau sombong sekali." papa menatap putranya dengan kesal.
"Papa ingin lihat sampai kapan kah bisa seperti ini. Jangan harap papa akan membantumu saat kau menyadari kau telah membuat pilihan yang salah dan menyesalinya"
Bara kesal bukan main. "Papa tenang saja, aku tidak akan pernah memohon untuk meminta bantuan papa."
"Hentikan kalian berdua !!" Mama berdiri dan menengahi keduanya, mama tahu keduanya sama-sama keras kepala.
"Maaf, ma" Bara menatap mama dan tahu hati mama sedih melihat kedua orang yang paling disayanginya itu bertengkar.
"Aku tidak ingin berdebat lagi dengan papa," kata Bara pada papa.
"Sebaiknya papa pergi sekarang." Papa berdiri dan menatap putranya sekali lagi dengan penuh kekesalan.
"Ayo ,kita pergi saja!" katanya pada istrinya. Mama hanya mendesah sambil menarik napas dengan wajah sedih. Ia mengusap wajah putranya dengan lembut, kemudian mengikuti suaminya keluar dari apartemen.
Bara melihat punggung keduanya lenyap dibalik pintu. Ia merasa sedih dengan pertengkaran tadi bagaimanapun, lapa adalah orangtuanya dilubuk hatinya yang terdalam, Bara masih menyayannginya.
Bara takut kalau papa masih memaksanya seperti tadi, rasa sayangnya akan terkikis perlahan-lahan dan digantikan rasa benci.
Bara tidak mau itu sampai terjadi dia benar-benar berharap pada papa dapat mengerti pilihannya suatu hari nanti.
Aktivitas Bara keesokan harinya sama seperti sebelumnya. Malam harinya ketika dia sudah sampai dilobby depan apartemen mama sudah menunggunya, kali ini tanpa papa. Mama menggenggam tas belanja dan mama tersenyum melihat putranya, Bara balas tersenyum.
"Mama mau minum apa?" tanya Bara setelah mereka berada di apartemenya.
"Teh saja," kata mama sambil melihat-lihat ruangan tempat Bara tinggal beberapa bulan ini ruang tamu yang luas, dua kamar tidur, dan satu dapur.
"Apartemenmu terlihat sangat nyaman disini. Kau betah tinggal disini?" Bara menghangatkan air untuk membuat teh."Ya, papa tidak menemani
mama?"
Bara memutuskan untuk tidak berkomentar lagi. Suara air terdengar mendidih mengalihkan perhatianya. Dia mematikan kompor dan mulai menyeduh teh hangat untuk mama.
"Kau suka dengan pelajaran gemologimu?" tanya mama sambil menghirup perlahan teh yang dibuat putranya.
Bara mengganguk "aku sangat menyukainya" Mama menaruh gelas tehnya dan menatap Bara dengan serius.
"Kau sungguh ingin menjadi perancang perhiasan?"
Bara mengangguk "Ya," jawab Bara dengan pasti.