Chereads / GRANDE / Chapter 26 - Hadiah Gratis

Chapter 26 - Hadiah Gratis

"Hah? Jangan bercanda, Liam!"

"Serius. Ini sungguhan."

"Wow! Sekali lagi."

"Sudah, jangan berlebihan! Kalau sudah selesai mengagumi, biar kulepas agar bisa segera dibungkus."

"Ah, ya. Oke ... oke."

Liam dan model bekerja sama melepas jam tangan. Model hanya menyodorkan sebenarnya, sedangkan Liam yang lebih banyak bekerja.

Begitu dapat, Liam langsung meninggalkan sebentar si model. Ia mengemas di area lain, tidak di hadapannya.

Cepat sekali rasanya pekerjaan Liam, Karena model tidak sampai harus mengoperasikan smartphone saat menunggu. Ia benar-benar harus mengakui profesionalitas Liam.

"Ini."

Model melihat kemasan dan mendekatkan barang itu pada dirinya.

"Oke. Berapa?"

"Gratis, karena dapat potongan, dan sisanya cukup dibayar dengan kencan."

Model amat girang dengan kejutan kecil yang didapat.

"Baiklah. Terima kasih. Bisa kita lakukan itu lain waktu? Aku ada pemotretan beberapa jam lagi. Nanti atur saja!"

Liam menampakkan raut kecewanya, tapi ada rasa besar hati di sana.

"Sayang sekali. Ah, baiklah. As you wish."

Model menenteng barang belanjaan dari Royal Watch.

"Aku harus pergi sekarang. Dah!"

"Dah!"

Liam terus melihat si model, setiap langkahnya. Matanya seolah tidak bisa lepas dari kemolekan si model.

Seperti saat dimana ada yang pergi maka ada yang datang, begitulah sekarang. Ya, sama, masih tentang perempuan.

"Eh, lihat siapa yang muncul sekarang!"

Liam tersenyum dari kejauhan. Ia melakukannya meski tidak yakin perempuan yang datang itu peka.

Ah, tampaknya apa yang Liam lakukan tidak berbalas. Ini karena perempuan itu takjub dengan kemegahan ruang display sekaligus penjualan. Jadi, matanya hanya fokus pada aneka jam tangan.

Liampun berinisiatif untuk menghampiri lebih dulu. Inipun agak dibutuhkan usaha, karena ia harus menerobos kerumunan orang.

"Permisi, maaf," ucap Liam beberapa kali saat berusaha menembus 'penghalang."

Akhirnya, setelah beberapa waktu, Liam bisa lihat dengan jelas wajah perempuan itu. Ya, Alice!

CEO Alice's Parfume itu tampak terpaku pada salah satu etalase di bagian depan. Matanya menyusuri jam tangan satu persatu.

Entah kenapa Liam merasa harus menyiapkan diri, bahkan meski sekedar hanya untuk menyapa. Alhasil ia membenahi pakaian formalnya lebih dulu.

Liam berdeham. Cara ini sukses mengalihkan perhatian Alice.

"Ya? Eh, Liam?"

Liam tersenyum ramah, penuh kehangatan.

"Yup. Hai!"

Alice membalas dengan tingkat keramahan sama.

"Hai, Liam? Senang bertemu denganmu di sini."

"Aku juga sama. Mau membeli untuk kamu sendiri? Atau kekasih mungkin?"

"Ah, aku tidak selalu memakai jam tangan. Aaron? Tidak juga, karena tidak ada perayaan khusus."

"Oh, lalu?"

"Ini untuk saudara sepupuku. Dia akan merayakan ulang tahun nanti malam."

"Begitu, ya? Kalau begitu ini tempat yang tepat untuk itu."

"Aha. Aku dapat rekomendasi dari teman sebenarnya. Dan, ternyata benar, aku yakin kualitas amat terjamin di sini."

"Ya. Itu karena kami selalu menempatkan kepuasan customer di urutan pertama. Semua juga dikerjakan sepenuh hati dengan tingkat ketelitian tinggi."

"Apa?! Kami? Tunggu! Apa ini milikmu?"

"Oh , rasanya tidak enak jika aku memproklamirkan diri, tapi ya ... ini usahaku."

"Wah! Aku tidak menyangka. Sungguh."

"Oh, ya?"

"Tentu saja. Kupikir milikmu ada di tempat lain kota ini, atau luar kota, atau mungkin juga luar negeri."

"Ah, tidak, hanya 1 di sini."

Alice mengangguk-angguk.

"Baguslah. Kalau begitu aku bisa ditemani langsung oleh CEOnya saat memilih."

"Pastinya. Ayo! Silakan!"

Liam mengarahkan Alice untuk melihat koleksi jam tangan lainnya. Merekapun menyusuri etalase satu persatu.

"Semuanya bagus, ya. Jadi bingung mau pilih yang mana."

"Kalau begitu keliling saja lagi, untuk lebih meyakinkan."

"Emhh, tapi sepertinya aku jatuh cinta pada salah satu jam di sana."

Liam mengarahkan pandangan pada arah yang Alice tunjuk. Itu adalah etalase khusus jam tangan eksklusif.

"Ayo, ke sana!"

Liam dan Alice kembali berjalan berdampingan. Liam juga tampak sangat bersemangat untuk membantu Alice.

Segera Liam menempatkan diri di balik etalase. Ia siap mengambil jam tangan yang Alice pilih.

"Coba yang ini, Liam."

Liam mengambilkan. Ia lalu menyodorkan pada Alice. Sesaat perempuan itu menimbang, lalu mengembalikan lagi pada Liam.

"Maaf, sepertinya kurang cocok untuk sepupuku. Boleh lihat yang lain? Emhh, yang ini."

"Tentu, boleh. Sebentar."

Liam memenuhi permintaan Alice. Kali ini, ia lebih hati-hati, karena jam tangannya terlampau mewah.

Begitu disodorkan, Alice segera menimbang kembali. Liam dag dig dug, tapi senyuman yang tersungging di wajah Alice melegakan.

"Sempurna! Aku pilih yang ini."

"Oke. Sebentar."

Liam lagi-lagi jadi paket lengkap. Ia mengemas, juga akan mengurus pembayaran nanti.

Selalu, Liam tidak pernah membuat customer menunggu lama. Alicepun mendapatkan barangnya kurang dari 5 menit.

"Nah. Ini dia."

"Terima kasih."

Alice mengambil barang pilihannya. Ia langsung menenteng.

"Berapa, Liam?"

"Sudah, tidak usah. Ini gratis."

"Hah? Serius kamu?"

"Ya."

"Ah, jangan begitu! Biar kubayar saja."

Alice hendak mengambil kartu kreditnya. Liampun sigap menggerakkan tangan berarti 'jangan'.

"Anggap saja hadiah untuk kedatangan pertamamu kemari."

"Yah, Liam ...."

"Tidak apa-apa. Sungguh. Kalau Aaron ke sini, aku pasti lakukan hal yang sama."

"Kamu ini, yang benar saja!"

"Serius! Sampaikan salamku untuk Aaron juga, ya."

"Oke. Terima kasih sekali lagi. Aku pulang dulu. Sampai jumpa, Liam!'

Alice mengambil ancang-ancang untuk mulai melangkah. Liam mengangkat tangan saja menanggapi lambaian tangan Alice.

"Sampai jumpa!"

Liam yang memang berjiwa player itu mengikuti gerakan Savita. Matanya teramat fokus mengamati lekuk tubuh sang CEO perempuan.

"Kurasa dia tidak sepolos yang kupikirkan. Hmm, tidak sepolos Savita persisnya."

Liam keluar dari balik etalase. Ia menghampiri seorang staf yang siaga, siap membantu customer.

"Katakan pada staf di bagian pantry! Saya ingin cappucino panas dengan latte art yang tidak membosankan. Dan, itu harus sudah ada di ruangan, paling lambat 5 menit setelah saya sampai sana!"

"Baik, Pak."

Liam bergeser. Ia meninggalkan area yang masih penuh dengan customer itu.

Staf yang mendapat perintah lantas segera bertindak. Ia menelepon bagian pantry dengan telepon kantor yang tersedia.

"Halo?"

"Ya. Hanya ingin sampaikan pesan dari Pak Liam. Tolong buatkan cappucino panas dengan latte art yang berbeda dari biasanya!"

"Baik. Ada lagi, Pak?"

"Ya. Agak cepat, karena paling lambat 5 menit sejak kedatangan Pak Liam. Untuk informasi, Pak Liam sudah menuju ruangannya beberapa detik lalu."

"Oh. Baik, Pak."

"Oke. Terima kasih kerja samanya."

Telepon berakhir. Staf fokus lagi pada keramaian yang Liam tinggalkan.

Soal Liam, begitu sampai di ruangan, tepat saat membuka pintu dan mengarahkan pandangan ke atas meja, ia menemukan pesanannya di sana. Senyum lega tampak di wajahnya yang tampan khas Eropa.

"Emhh, luar biasa sekali stafku! Mereka benar-benar menjalankan sesuai perintah. Untung saja tadi masih ke toilet, jadi mereka punya cukup waktu untuk menyiapkan."

Liam menyeruput cappucinonya, merusak latte art berbentuk pohon. Ia melakukannya dengan masih dalam posisi berdiri.

"Bukan mereka, tapi akulah yang merebut pekerjaan itu, menyiapkan cappucinomu, Pak."

Liam terkejut bukan main. Ia tidak menyangka bahwa ada sosok lain yang turut hadir di ruangannya. Alhasil cappucino menyembur.

Liam meletakkan cangkir putih ke atas meja lagi. Ia menengok ke arah sumber suara.