Alice langsung mencolek lengan Svita begitu ada di sampingnya. Otomatis ia menoleh ke arah Alice. Pun, begitu juga dengan Liam yang larut dalam aktivitas memilihkan pakaian untuk Savita.
"Hai!" sapa Alice.
Savita mengubah raut terkejutnya dengan ekspresi senang.
"Oh, hai! Senang sekali bertemu kamu lagi di sini," respon Savita.
Aaron dan Liam yang sudah melihat satu sama lain lantas menyapa. Mereka melakukannya dengan ciri khas laki-laki, hanya tersenyum sambil mengangkat tangan pertanda 'hai!'.
"Sudah dari tadi?" tanya Alice.
"Lumayan, karena tadi sudah sempat makan," jawab Savita.
"Eh, bagaimana kalau kalian berdua ikut denganku dan Aaron?" ajak Alice.
"Ikut ke mana?" ucap Savita.
"Ya. Kemana memang?" ucap Liam, ikut penasaran.
"Masih di sini, di area bioskop. Kita akan menonton film action rencananya," beber Alice.
"Ya. Ayolah, kencan ganda," seru Aaron, meyakinkan Savita juga Liam.
Savita melirik Liam. Sepasang kekasih itu tampak mempertimbangkan melalui body language mereka, seolah bicara dari hati ke hati, sampai akhirnya ....
"Oke. Bolehlah," kata Liam.
"Aku juga setuju," kata Savita mempertegas jawaban Liam.
"Nice!" puji Aaron atas keputusan Savita dan Liam.
"Oke, kalau begitu kita akan menonton setelah belanja," ujar Alice dengan raut wajah yang amat bersemangat.
"Ya," ucap Savita mengiyakan ujaran Alice.
"Baiklah. Mari kita menunggu bersama, Liam," kata Aaron.
Liam tertawa.
"Ayo, Aaron, sebelah sana!" ajak Liam lalu mengarahkan untuk pergi ke salah satu sudut butik.
Savita dan Alice segera memenuhi hasrat belanja mereka. Saling memilihkan untuk satu sama lainpun dilakukan.
"Lihat! Ini bagus untukmu."
Savita melihat pakaian yang dipilih Alice. Ia mengambil alih dari tangan kekasih Aaron itu.
"Wah! Ya. Pilihanmu tepat sekali. Oke. Aku ambil ini."
Savita dan Alice terus melangkah. Mereka berdua seolah tidak mengenal kata lelah dan kasihan pada sosok kekasih yang sedang menunggu.
"Hmm, pilih yang mana, ya? Abu-abu atau biru?"
Savita bereaksi atas keluhan Alice. Ia melihat 2 pilihan pakaian yang membingungkan, menilai dengan cepat.
"Ambil saja semua kalau kamu bingung. Lagipula 2 warna itu sangat sesuai dengan warna kulitmu."
"Oh, ya? Serius?"
"Ya."
Savita dan Alice akhirnya sampai pada gantungan baju terakhir. Melihat tanpa membuka secara detail saja sudah membuat mereka berhenti.
"Aww, tidak, ya?"
"Ya. Sepertinya sudah cukup. Tidak ada yang bagus di sini."
"Ayo, ke cashier saja!"
Savita dan Alice melangkah berdampingan dengan hampir setumpuk pakaian di tangan mereka. Aaron dan Liam yang melihat kembalinya 2 perempuan segera menyusul.
Saat Savita juga Alice sudah sampai di meja cashier, Liam dan Aaronpun menyusul berada di sana selang beberapa detik. 2 laki-laki itu sudah siap dengan kartu debit mereka.
2 pasang kekasih itu menunggu dengan sabar. Pihak laki-laki agak takjub dengan jumlah belanjaan para perempuan yang cukup banyak. Soal harga, tentu itu bukan masalah.
"Untuk harga, sudah didiskon, ya, Nona. Yang perlu dibayar sudah sesuai dengan yang tertera di monitor. Mau pakai e-wallet atau m-banking?"
Aaron dan Liam kompak menyodorkan kartu 'ajaib' mereka masing-masing. Mereka membuat para perempuan tenang dan senang.
Selesai dengan pembayaran dan pengemasan, Savita plus Alice akhirnya mendapatkan barang belanjaan mereka. Aaron dan Liam lalu menjelma jadi pembantu, membawakan semuanya.
"Bioskop, kita datang!" seru Alice, bersemangat.
"Ayo ... ayo!" ucap Aaron juga antusias.
Untuk mencapai bioskop, keempat orang itu harus naik eskalator sekitar 2 kali. Para perempuan berjalan bersama di depan, sedang pihak laki-laki setia mendampingi di belakang.
Di bioskop, tidak tampak keramaian apapun. Di sana hanya ada staf yang bekerja dengan santai.
"Lho, sepi?"
"Tidak apa-apa, Savita. Ini karena Aaron sudah memesan 1 studio."
"Oh, begitu rupanya."
"Serius, Aaron? Kamu pesan ini? Hmm, seharusnya kamu fokus menghabiskan waktu berdua saja dengan Alice. Tidak enak sekali rasanya kalau mengganggu seperti ini."
"Eh, ya, benar juga kata Liam."
"Sudah, Liam ... Savita, santai saja dan nikmati filmnya nanti!"
"Ya. Dengar kata Alice itu! Santai ... santai ...."
Aaron memimpin sekarang. Ia menuntun semua orang untuk menuju tempat makanan dan minuman. Memang hanya ada 4 orang, tapi Aaron menambah 2 popcorn lagi.
"Aaron ... Aaron ... kamu ambil banyak sekali. 1 saja belum tentu habis. Kalau begitu, habiskan itu nanti!"
"Tenang saja! Perutku siap menampung."
2 pasang kekasih langsung masuk ke dalam studio. Mereka menempatkan diri di baris berbeda. Aaron-Alice di bagian bawah, sedang Savita-Liam di atasnya.
Film yang ditonton adalah genre action. Meski begitu, tidak bisa dipungkiri ada adegan yang menyeramkan di dalamnya.
"Liam! Aku takut."
Liam memeluk Savita yang menghambur padanya dan langsung memeluk begitu saja. Pelukannya makin lama makin erat.
"Apa tidak bisa lebih dari ini?"
"Huh! Mana bisa? Tidak!"
Savita memukul Liam setelah lepas dari pelukannya. Ia lalu melipat tangan dan menunjukkan wajah cemberut.
"Jangan marah! Aku hanya bercanda. sini!"
Liam menarik Savita. Ia membuat perempuan itu memeluk dirinya lagi.
Semua tampak menikmati suguhan film action itu. Karena menonton bersama pasangan, entah kenapa suasana jadi romantis.
Aaron juga Alice larut dalam suasana. Mengejutkan! Mereka saling mengecup bibir masing-masing, dan ini terlampau mesra.
Liam dan Savita yang menangkap pemandangan ini jadi agak terkejut, tapi mereka berusaha tenang. Semakin tenang mereka, semakin liar pula gerakan Aaron dan Alice.
"Sungguh tidak enak sekali, ya, jadi obat nyamuk seperti ini."
Liam membenahi rambut Savita yang menutupi sebagian wajah cantiknya.
"Sudahlah. Mau bagaimana lagi? Kita memang ikut mereka."
Liam dan Savita semakin nyaman saat berpelukan. Sementara itu, Aaron juga Alice bersikap tenang saat sudah selesai melakukan 'proyek kerja sama' mereka.
Pemutaran film selama 2 jampun berjalan lancar. Popcorn lebih juga habis, persis sesuai perintah Alice.
2 pasang kekasih lalu keluar beriringan. Di dalam tadi, tepat sesaat sebelum keluar, mereka belum sempat bicara lagi.
"Bagaimana? Kalian suka filmnya?"
"Ya ... begitulah, Aaron. Setidaknya lebih baik daripada genre drama romantis."
Liam melempar tawanya. Seketika CEO perusahaan jam tangan itu dapat cubitan kecil di perut dari Savita.
"Aww, sakit!"
Savita tidak peduli dan justru menunjukkan wajah yang kurang bersahabat. Tingkah Liam-Savita ini membuat Aaron plus Alice tertawa.
"Kalian ini ...."
"Diam, Alice! Jangan meledek mereka! Kita juga sering seperti itu."
"Maaf ... maaf. Ya sudah, kalian mau kemana setelah pulang dari sini?"
"Tidak kemana-mana, Alice. Aku dan Liam akan langsung pulang saja."
"Oh, jadi kita sama, Savita."
"Baiklah. Ayo, ke basement!"
2 pasang kekasih kembali berjalan beriringan. Di pertengahan jalan, entah kenapa Alice tersandung. Parahnya lagi, ia oleng ke samping, ke sebelah Liam, dan membuat laki-laki itu menangkapnya.
Aaron dan Savita sama-sama terkejut. Alice lalu melepaskan pegangannya pada Liam.
"Alice, kamu tidak apa-apa? Bagaimana bisa tersandung begitu?"
"Ya. Aku baik-baik saja, Aaron. Sepertinya aku tersandung langkah kaki sendiri."
Savita yang khawatir segera mengecek kondisi Alice.
"Sungguh? Tidak ada yang sakit?"
"Ya, Savita. Jangan khawatir!"
"Ya ... begitulah, Savita, Liam. Alice memang seperti itu berkali-kali. Padahal aku sudah katakan untuk tidak fokus dengan smartphone saat berjalan."