Chapter 2 - KELAKUAN FENGYING

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Tap. Tap. Tap.

Suara langkah kaki yang begitu elegan terdengar melintasi jalan bandara kota M.

Sekarang Annchi sudah kembali setelah mengubah segala yang ada pada dirinya di Paris.

Tubuh tinggi, ramping, sexy, kulit yang putih mulus bak salju dan tak lupa, sekarang dia baru saja lulus dari sekolah Sekretaris terbaik di Paris.

"Hmm, di mana yah? Katanya Mama mau jemput? Atau ada yang lainnya, yah?" tanya Annchi yang kala itu membuka perlahan kaca mata yang memperlihatkan mata biru indah yang baru saja dia ubah warnanya itu dengan operasi.

Terlihat semua orang yang ada di bandara itu melihat ke arahnya sambil berbisik-bisik.

"Pssttt, siapa dia? Apakah dia artis? Dia cantik sekali."

"Hey, aku akan maju dan meminta nomernya."

Plak!

"Apa kau sudah gila? Kau lihat dia yang begitu cantik, apakah kau bisa mendekatinya? Jangan harap. Lebih baik diam saja! Bagaimana kalau sampai pacarnya datang dan menghajarmu? Apakah kau mau dipermalukan?"

Bisikan mereka kala itu terdengar dengan sangat jelas di telinga Annchi.

Annchi tersenyum mendengar segala pujian yang ditujukan padanya itu.

"Ya, begitu. Karena semua pujian itu aku ingin berubah. Tapi, yang paling utama adalah, aku harus bertemu dengannya." Annchi tersenyum sinis sambil menyipitkan matanya.

Sementara di lain sisi, Fengying sedang melalui hari panas seperti biasanya dengan wanita yang berbeda di hotel pribadinya.

"Uh, huh, huh."

"Fengying, Fengying, I Love You Fengying." Wanita itu terus saja berteriak keenakan dengan apa yang mereka lakukan kala itu.

"Kurang ajar, berisik sekali wanita ini. Cinta, cinta, omong kosong! Tak ada namanya cinta di dunia ini." pikir Fengying dengan tampang kesalnya melihat ke arah wanita yang kala itu tengah menutup matanya saat mereka melakukan hal itu.

Fengying memang tak suka melihat mata wanita saat dia tengah tidur dengan wanita manapun, karena tiap kali dia melihat mata wanita, dia selalu teringat dengan mata Annchi yang sangat indah itu.

Seketika, bayangan Annchi terlintas di benak Fengying. "Aakkhhh!"

Wanita yang kala itu hampir saja sampai di puncaknya, langsung tersentak mendengarkan teriakan Fengying itu.

"Fengying, ada apa? Apakah ada yang-"

Tangan wanita yang ingin memegang bahu Fengying kala itu, langsung ditepisnya.

"Aku tak apa-apa. Baiklah, aku rasa sampai di sini saja. Selebihnya, kau akan segera diberikan cek oleh Sekretaris Bai," ucap Fengying yang kala itu beranjak meninggalkan tempat tidur dan menghisap sebatang rokok dengan wajah frustasinya.

Wanita yang kala itu masih ada di atas tempat tidur hotel, kemudian menangis.

"T-tapi Fengying, aku sama sekali tak butuh uang, aku hanya mau cin-" belum sempat dia menyelesaikan apa yang ingin dia katakan itu, Fengying langsung mendatanginya sambil tersenyum dan mengembuskan asap rokok berbau mint pada wajah si wanita yang membuatnya jadi batuk seketika.

"Cepay pergi, sebelum kau mendapat masalah. Kau takkan tahu apa yang akan terjadi dengan perusahaan kakakmu itu," ujarnya sambil menyermik.

"Kau benar-benar." Wanita itu terlihat sangat kesal dengan kelakuan Fengying itu.

Sekarang ini, di pikiran Fengying sama sekali tak ada keinginan untuk menjalin hubungan ataupun memberikan hatinya pada wanita manapun lagi.

Wanita yang sudah diusir Fengying itu, kemudian pergi dengan menggunakan bajunya begitu saja.

Fengying hanya melihatnya sambil tersenyum.

Brak!

Bantingan pintu yang terdengar amat keras itu akhirnya menjadi batas dari apa yang sedang Fengying pikirkan kala itu.

Pria yang hanya menggunakan handuk itu, kemudian terlihat sedang mengambil sesuatu dari dompetnya.

Ya, itu adalah cincin yang dia siapkan untuk Annchi tujuh tahun lalu. Karena saat awal dia menyatakan cintanya pada Annchi, dia sama sekali tak sempat memberikan apapun pada wanita imut yang amat dia sayangi itu.

"Tujuh tahun sudah berlalu, Annchi. Aku tak pernah mendengarkan kabar apapun darimu. Saat malam tahun baru itu kau menghilang, dan Ibuku... Ah shit!!!"

Brak!

Fengying memukul kaca yang ada di hadapannya kala itu dengan sekuat tenaga.

Dia masih tak percaya, satu-satunya wanita yang dia sayangi dengan sepenuh hatinya itu, akhirnya pergi meninggalkannya juga, seperti Ibu kandungnya sendiri.

"Semua orang yang kusayangi selalu membuangku, apa lagi yang harus-" Fengying kemudian mencium cincin yang kala ity telah bercampurkan darah yang meleleh dari tangannya sambil tersenyum pahit.

Tiba-tiba...

Tok. Tok. Tok.

Fengying pun langsung berbalik dan melihat ke arah pintu.

"Masuk!"

"Tuan muda, sekarang sudah waktunya anda bertemu dengan Sekretaris baru yang akan menangani semua kerjaan saya saat saya cuti nanti," ucap Sekretaris Bai atau yang bisa juga di panggil Bai Jiming. Dia adalah sahabat Fengying sejak SMA dan karena tak bisa melihat Fengying yang hancur dan tenggelam dalam keterpurukan setelah nasibah yang menimpanya beruntun kala Annchi telah pergi dengan tiba-tiba, akhinya dia memutuskan menjadi Sekretarisnya dan melihat kondisi sahabatnya itu.

"Apa yang kau katakan Jiming. Jangan banyak omong dan basa-basi. Ingat apa yang sudah aku katakan, jangan panggil aku Tuan muda saat hanya ada kita berdua saja. Aku tak mau berlaku formal dengan sahabat sendiri," ucap Fengying sambil tersenyum.

Jiming melihat tingkahnya itu tanpa berkedip.

"Lihat pria ini, dia bertingkah lagi. Lihat tangannya itu, pasti dia telah melakukan sesuatu pada-"

Tiba-tiba, mata Jiming langsung tertuju pada kaca yang kala itu telah retak dengan noda darah di atasnya.

Jiming pun langsung mendekati Fengying dengan membawa sapu tangan yang dia ambil dari sakunya, kemudian membalut luka Fengying.

"Oh, hihi, thanks Jiming. Kau memang satu-satunya sahabatku. Dan juga, satu-satunya yang tak meninggalkan aku sendiri. Terima kasih, yah!"

Sorot mata Fengying terasa gelap, dia selalu saja menahan semua yang dia rasakan itu di dalam hatinya, sendirian, tanpa ada satu pun yang menyadari bahwa Tuan muda yang satu ini sudah terkena gangguan mental tingkat pertengahan yang membuat mentalnya tak stabil dan sering marah-marah.

"Fengying, apa kau baik-baik saja. Maksudku jika saja kau mau, aku bisa-"

Tap!

Fengying menepuk bahu Jiming sambil tersenyum.

"Sudahlah, Jiming. Jangan bahas apa-apa lagi. Sekarang, kita hanya harus datang menemui Sekretaris yang dipilihkan Nenek sihir itu. Aku akan melihat, wanita seperti apa yang dia bawa untuk menggodaku," katanya sambil menyermik.

Setelah itu, Fengying pun mandi dan berganti jas baru.

Stelan berwana abu-abu bercampur dasi hitam yang sangat elegan, dipadukan dengan warna rambut beserta mata yang mengambil warna dark brown-gen dari Ibunya, membuatnya terlihat sangat tampan.

"Apakah kau benar-benar mau ke sana seperti ini? Kau benar-benat terlihat seperti akan jalan di atas catwalk," kata Jiming yang kala itu melihat dengan tatapan aneh saat dia memandang seluruh outfit yang digunakan Fengying itu.

"Ha, kau tenang saja. Ini adalah caraku membuat Nenek sihir itu mati kutu. Kau tahu, kan aku tak akan pernah tinggal diam," bals Fengying sambil menyermik di depan kaca yang sudah retak itu.

"Oh astaga, pasti sebentar lagi akan terjadi sesuatu yang heboh!" pikir Jiming sambil memegang dahinya yang mulai terasa sakit saat dia melihat kelakukan sahabatnya itu.

Setelah persiapan Fengying sudah matang, dia pun langsung pergi ke kantor bersama dengan Jiming.

***

KANTOR.

RUANGAN CEO

Begitulah yang tertulis di depan pintu masuk ruangan Fengying. Sekarang, dia adalah CEO-calon penerus dari Ji GROUP milik Ayahnya.

"Baiklah, silahkan menunggu di dalam Nona!"

Sekretaris yang menjaga di depan pintu CEO pun mempersilahkan Annchi masuk dan menunggu di dalam saja.

Annchi pun mengangguk sambil tersenyum.

Kriieet!

Tanpa nasa-basi, wanita muda itu langsung masuk ke dalam dan menunggu Fengying datang.

"Aduh, kenapa dengan jantungku? Apakah wajar jika aku merasa gugup? Yah, aku rasa sangat wajar, karena aku akan melakukan balas dendam padanya. Tentu saja aku gugup, dan lagi aku ini sudah menantikan ini selama tujuh tahun. Pembalasan sempurna yang sudah ku rencanakan tak mungkin gagal, HAHAHAHA, HAHAHA, haha, ha!" Annchi yang kala itu tengah tertawa bagaikan wanita gila, langsung terdiam saat dirinya berbalik dan melihat sosok Fengying sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan tajam dan juga dahi yang mengernyit kesal.

"Oh astaga, sial!"