Nisa memeriksa kesehatan Yasmin dengan teliti, walaupun dia merasa cemburu pada wanita itu, tapi dia berusaha untuk bersikap sewajarnta. Dia tidak mau jika sampai Zab berubah membencinya jika dia menunjukkan sikap ketidak sukaannya pada istri pria yang telah membuat dirinya jatuh cinta itu.
" Bagaimana, Nis?" tanya Zab tidak sabaran.
Nisa melirik sejenak pria tampan di depannya itu. Saat Nisa tadi mendekat ke arah Zab untuk memeriksa Yasmin, pria itu dengan sengaja memutar menjauhi Nisa dan berdiri di seberang dokter cantik itu. Dan itu membuat Nisa merasa sangat kesal pada Zab, terlebih senyum tipis yang sempat dipasang dibibir tipis Yasmin semakin membuat hatinya terbakar cemburu.
" Sabar, Tuan! Nggak sabaran banget!" sahut Nisa tersenyum.
" Bukan begitu, Nis! Aku hanya ingin istriku segera sembuh dan kami bisa pulang ke Jakarta!" kata Zab dengan sedikit cemas.
Dia takut jika mertuaya akan datang dan terjadi hal yang tidak diinginkannya. Dia tidak mau jika sampai mertuanya mengambil Yasmin darinya. Dasar Raka sialan! Awas saja, lu akan menerima akibat dari perbuatan lu! batin Zab marah. Saat ini hatinya benar-benar dipenuhi dendam dan amarah, sehingga dia melupakan semua ajaran yang diyakininya sejak kecil.
" Done!" ucap Nisa melepaskan stetoskop miliknya dan melipatnya lalu memasukkannya ke saku snellinya.
" So?" ucap Zab.
" Istri anda baik-baik saja! Nanti jika infusnya habis, dia bisa langsung pulang!" kata Nisa dengan wajah penuh cinta melihat pada Zab.
" Alhamdulillah!" ucap Zab bersyukur.
" Trima kasih Nisa!" lanjut Zab.
" Sama-sama!" jawab Nisa.
Keadaan menjadi hening sejenak, Yasmin menatap dokter Nisa yang tidak lepas menatap suaminya.
" Apa ada yang harus dilakukan istriku?" tanya Zab memecah keheningan.
" Hanya meminum obat saja secara teratur dan istirahat yang cukup!" jawab Nisa.
" Ok! Trima kasih!" kata Zab pada Nisa.
" Sama-sama!" jawab Nisa.
" Ada...lagi?" tanya Zab yang melihat Nisa masih setia berdiri di tempatnya.
" Hmm? Eh, nggak ada! Semoga lekas sembuh buat istri kamu dan kapan-kapan kita bisa ketemu lagi!" kata Nisa berharap.
" Aamiin! Ins Yaa Allah!" jawab Zab.
" Kalau begitu saya permisi mau visite!" kata Nisa.
" Iya! Sekali lagi, thanks!" kata Zab.
" Ok!" jawab Nisa, kemudian melihat ke arah Yasmin dan pergi meninggalkan kamar itu dengan berat hati.
" Trima kasih, Dokter!" ucap Yasmin.
" Sama-sama!" sahut Nisa malas.
Zab mengambil kursi dan meletakkan di dekat brankar Yasmin.
" Kamu..."
Belum juga Zab menyelesaikan perkataannya, ponselnya kembali bergetar. Kembali nama ayah mertuanya tertera di layar ponselnya.
" Aba!" kata Zab sambil memperlihatkan layar ponselnya pada Yasmin.
" Aba?" beo Yasmin mengerutkan keningnya.
" Kakak angkat kamu yang ember itu lapor pada Aba kalo kamu sedang sakit!" kata Zab kesal.
" Kakak...angkat?" Yasmin kembali mengernyitkan dahinya.
" Iya! Si Neraka-raka itu!" ucap Zab asal.
" Astaughfirullah, Kakak!" ucap Yasmin sambil menatap sayu suaminya.
" Biar saja! Dia belum tahu siapa Kakak! Dia sudah berani mencampuri urusan keluarga kita, jadi..."
" Kak! Aku mohon, jangan melakukan apapun padanya!" potong Yasmin.
" Kamu membela pria lain?" tanya Zab dengan wajah menggelap.
" Bukan seperti itu, Kak! Dia hanya berlaku sebagai kakak yang merasa sedih karena adiknya sakit!" kata Yasmin lembut.
" Jadi kamu senang jika Aba tahu tentang keadaan pernikahan kita?" tanya Zab masih dengan kemarahan didadanya.
Entah kenapa dia merasa sangat marah dan cemburu saat tahu Yasmin membela Raka. Dia tidak rela jika ada pria lain yang diperhatikan oleh Yasmin.
" Kakak salah paham! Aku hanya..."
" Hanya apa? Apa kamu punya perasaan lain ke dia?" tanya Zab dengan perasaan memburu.
" Astaughfirullah, Kakak! Kakak tahu jika aku istri Kak Zab dan dihati aku hanya ada Kakak seorang! Tidak ada orang lain!" tutur Yasmin sedih dengan kecemburuan suaminya.
" Biarkan Aku bicara dengan Aba!" kata Yasmin.
Zab memberikan ponselnya pada istrinya. Panggilan itu mati saat Yasmin menerima ponsel Zab. Tidak lama kemudian, ponsel tersebut kembali bergetar, Yasmin menatap layar ponsel dan tertera Aba2 disana.
" As..."
" Benar-benar kamu, ya, Zabran! Kenapa panggilanku tidak kamu angkat-angkat? Apa kamu takut kalo aku tahu semua keburukanmu?" tiba-tiba Kabir marah-marah di telpon, hingga Yasmin harus menjauhkan ponsel suaminya dari telinganya.
Zab yang melihat bahkan mendengar amarah ayah mertuanya terkejut dan sedikit takut.
" Assalamu'alaikum Aba!" sapa Yasmin.
" Sayang! Masya Allah, apa kamu baik-baik saja? Apa benar kata Raka kalo suamimu membuatmu sakit?" tanya Kabir tidak sabar.
" Dijawab dulu Aba!" kata Yasmin lembut.
" Wa'alaikumsalam!" balas Kabir menahan amarahnya.
" Bagaimana kabar Aba dan Ummi?" tanya Yasmin basa-basi.
" Alhamdulillah kami baik! Kamu sepertinya yang tidak baik!" tuduh Abanya.
" Alhamdulillah! Aba! Yasmin dalam keadaan baik disini!" kata Yasmin sambil melihat suaminya.
Deg! Zab seperti tersindir oleh ucapan istrinya.
" Serius? Tapi kenapa Raka bilang kamu sekarang di rumah sakit?" tanya Kabir.
" Yasmin kelelahan, Aba! Kami seharian jalan-jalan dan berkeliling, Kak Zab sudah menyuruh Yasmin istirahat, tapi Yasmin yang memaksa untuk jalan-jalan!" tutur Yasmin dengan penuh ketenangan.
Zab menatap nanar istrinya, semua kata-kata Yasmin membuat hatinya seperti di tusuk sembilu. Dia telah membuat seorang anak berbohong pada orang tuanya hanya untuk melindungi dirinya yang telah mengabaikan sang istri hingga berujung dengan sang istri terbaring sakit di rumah sakit.
" Aba ingin VC!" kata Kabir.
" Iya, Aba!" kata Yasmin mematikan ponsel Zab.
Yasmin menghela nafasnya, dia merapikan kerudungnya dan mencoba bersandar. Dengan cepat Zab membuat brankar Yasmin menjadi setengah duduk sehingga wanita itu bisa bersandar walau dengan kepala yang sedikit pusing.
" Sudah, Kak! Terima kasih!" kata Yasmin dengan jantung yang berdetak kencang akibat tubuh Zab yang begitu dekat dengannya karena suaminya itu saat ini sedang menata bantalnya.
Zab melihat istrinya yang berada sangat dekat dengannya. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja satu sama lain. Hembusan nafas keduanya saling terasa di wajah masing-masing. Zab menatap bibir tipis milik istrinya yang terlihat sedikit pucat tapi begitu menggiurkan baginya. Jantung keduanya semakin berpacu saat Zab dengan perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya.
Drrrtttt! Drrrtttt! Getar ponsel Zab membuyarkan semuanya. Yasmin tau jika itu pasti Abanya. Dengan cepat dia menggeser ikon di ponsel Zab.
" Assalamu'alaikum Aba!" sapa Yasmin dengan senyum mengembang di bibirnya.
Terlihat wajah Kabir yang menahan amarah di sebrang.
" Wa'alaikumsalam! Sayang! Kamu terlihat pucat!" kata Kabir.
" Namanya juga sakit, Ba! Ummi mana?" tanya Yasmin yang tidak melihat Umminya.
Dia sangat merindukan kedua orang tuanya, ingin sekali dia memeluk kedua orang tuanya, guna melepaskan kerinduan dan kepenatan hatinya karena keadaan rumah tangganya yang saat ini bahkan mungkin sampai nanti tidak sedang baik-baik saja.
" Ummi sedang keluar dengan Salsa!" jawab Kabir.
" Salam buat Ummi, Ba!" kata Yasmin menahan airmatanya yang merebak di kedua bola matanya.
" Katakan, sayang! Jika suamimu menyakitimu, Aba dengan senang hati akan membawamu kembali!" kata Kabir dengan lembut.
Deg! Hati Zab mencelos mendengar ucapan lembut ayah mertuanya, bagai ribuan anak panah yang menusuk jantungnya.