" Masuk dulu!" ajak Yasmin.
" Iya, Kak!" jawab Ezzah dan Fiza bersamaan.
Kedua gadis itu masuk menyusul Yasmin setelah menutup pintu kamar kakaknya. Yasmin duduk di meja makan dan menikmati sarapan seadanya, sebelum mereka turun untuk sarapan di resto hotel.
" Kok, Kak Yas masih belum ganti?" tanya Fiza saat melihat kakaknya itu masih mengenakan daster kaftannya.
" Kakak kamu aja masih pake piyama!" ucap Yasmin.
" Apa?" teriak keduanya.
" Semalam bilang suruh pagi-pagi biar nggak macet dan nggak kepanasan. Kok, udah jam segini belum ganti baju?" kata Fiza kesal.
" Kak Zab dimana?" tanya Fiza lagi.
" Tuh!" tunjuk Yasmin dengan dagunya ke arah balkon.
Mata kedua gadis itu langsung mengarah ke balkon kamar yang tertutup pintu kaca. Terlihat kakak mereka sedang berjalan mondar-mandir sambil memegang ponsel di telinganya.
" Dia...kerja?" tanya Ezzah yang tahu sekali Kakak pertamanya itu jika sedang seperti itu.
" Mungkin! Kak Yas nggak berani ganggu! Dari selesai kita ibadah tadi kakak kalian langsung keluar!" jawab Yasmin setelah membersihkan bibirnya dengan tissue.
" Apa,sih, maksudnya?" ucap Ezzah kesal.
Fiza yang duduk bersebelahan dengan Ezzah di sofa, berdiri dan menuju ke pintu balkon untuk membukanya.
" Assalamu'alaikum!" sapa Fiza.
" Wa'alaikumsalam!" balas Zab yang masih asyik mengetik sesuatu di ponselnya setelah mematikan panggilannya.
" Mau berangkat jam berapa?" tanya Fiza yang sudah menyatukan tangannya di depan dada.
" Kemana?" tanya Zab seperti orang lupa.
" Nggak usah becanda, deh, Kak!" sahut Fiza geram.
Zab hanya diam saja.
" Kak! Kak...!
" Sstttt!" Zab meletakkan jari telunjuknya ke depan bibirnya saat ponselnya bergetar.
" Halo, Assalamu'alaikum!" sapa Zab.
" Wa'alaikumsalam!"
" Ya, Zein!" kata Zab.
" Bang Zabran mau saya kesana jam berapa?" tanya Zein.
" Sekarang bisa?" tanya Zab.
" Ins Yaa Allah bisa! Saya akan ajak adik saya!" kata Zein.
" Good! Thanks, Zein! Gue tunggu! Gue sharelock tempatnya!" kata Zab tersenyum.
" Sama-sama, Bang! Assalamu'alaikum!" pamit Zein.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Zab lalu mematikan ponselnya.
Zab menatap adik bungsunya yang sudah cemberut melihat dirinya.
" Ayo, masuk!" ajak Zab.
Fiza masuk dan kembali duduk di sofa sementara Zab duduk di kursi makan di depan Yasmin.
" Kalian nanti akan diantar teman kakak keliling Ubud..."
" Apa? Kak Zab gimana, sih? Katanya mau antar kita! Kalo Kak Zab nggak bisa ngater, terus Kak Zab mau kemana?" tanya Fiza yang merasa dibohongi oleh kakaknya.
" Kakak di Hotel aja!" jawab Zab santai.
" Apa? Tau gini nggak usah liburan aja sekalian! Mending di rumah aja sama ummi!" sahut Fiza kesel dan tanpa pamit dia berdiri lalu berjalan meninggalkan kamar.
" Lho, Za! Fiza!" panggil Zab, tapi adiknya itu menulikan telinganya.
Kamar itu menjadi sunyi, ketiga anak manusia itu saling terdiam.
" Kalo Kak Zab memang nggak mau nganterin kita, harusnya sejak awal kakak bilang sama kita. Kita juga nggak akan maksa Kak Zab buat nganterin kita apalagi liburan kesini!" ucap Ezzah pelan, tapi begitu menohok hati Zab.
" Kakak bukan nggak mau nganter kalian!" kata Zab.
" Lalu kenapa harus orang lain yang nganter?" tanya Ezzah menatap wajah kakaknya.
" Itu...karena...!" Zab menatap istrinya yang sedang merapikan pakaiannya.
" Karena apa, Kak?" tanya Ezzah penasaran.
" Haissss! Iya, iya! Kakak antar! Puas!?" ucap Zab kesal.
Dia kesal pada dirinya yang tidak memiliki keberanian untuk mengatakan alasan utamanya pada kedua adiknya.
" Janji?" tanya Ezzah lagi.
" Iya!" jawab Zab terpaksa.
" Alhamdulillah! Kak Yas, cepet ganti baju, Ezzah panggil Fiza dulu!" kata Ezzah kemudian berdiri lalu berjalan keluar kamar kakaknya.
Yasmin tersenyum dan berjalan menuju ke kopernya yang berada di sudut kamar. Dia meraih sebuah gamis berwarna peach dan sebuah khimar beserta dalamannya. Semua tindak-tanduknya tidak lepas dari kedua mata Zabran. Ada sedikit ketidak relaan saat istrinya itu akan mengganti pakaiannya.
" Kakak mau pakai kaos ato kemeja?" tanya Yasmin membuyarkan lamunan Zab.
" Aku akan ambil sendiri!" jawab Zab kesal.
Yasmin yang merasa sudah biasa dengan sikap ketus suaminya, hanya mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi. Zab menghela nafasnya kasar, dia menuju ke sebuah lemari dan membukanya. Diraihnya sebuah kaos berwarna putih dan sebuah celana jeans hitam dari tumpukan pakaiannya. Tanpa menunggu Yasmin, dia mengganti pakaiannya, karena dia tahu jika Yasmin pasti akan sedikit lama. Yasmin membuka pintu kamar mandi bersamaan dengan Zab yang telah selesai memasang ikat pinggangnya. Wanita itu kemudian menuju ke meja rias dan memoles tipis wajahnya. Sedangkan Zab duduk di pinggiran ranjang memainkan ponselnya, dia mengirimkan pesan pada Zein agar tetap datang dan ikut dengannya.
" Kakakkkk!" panggil Fiza yang wajahnya sudah sumringah lagi.
" Assalamu'alikum!" ucap Yasmin.
" Maaf! Xixixi! Wa'alaikumsalam!" jawab Fiza.
" Kak Yas selalu cantik! Fiza mau diajarin gimana bisa cantik kayak Kak Yas!" kata Fiza yang sudah bergelayut manja di lengan Yasmin.
Zab yang melihat istrinya sampai menganga tanpa sadar. Masya Allah! Kalo begini caranya, seharian gue bakal sakit kepala! batin Zab yang memijit pelipisnya.
" Kakak sakit?" tanya Yasmin yang melihat sikap suaminya.
" Sedikit pening aja!" sahut Zab.
Gara-gara kamu! batin Zab. Istrinya itu terlihat sangat cantik dengan gamis dan khimarnya. Ini ternyata yang membuat Zab tidak mau pergi, karena dia merasa semua mata pria diluar sana pasti akan menatap istrinya.
" Kakak yakin? Fiza nggak apa-apa kalo kakak sakit!" ucap Fiza yang khawatir melihat keadaan Zab.
" Memang Kakak sedikit pusing!" kata Zab.
Apa gue pura-pura sakit aja, ya? Ah, tapi gue takut ntar sakit beneran gimana? Ah, pusing gue! batin Zab. Ponselnya bergetar, nama Zein tertera disana.
" Halo, Assalamu'alaikum!" sapa Zab.
" Wa'alaikumsalam! Saya sudah di lobby, Bang!" kata Zein.
" Ok! Gue turun!" jawab Zab lalu mematikan ponselnya.
" Ayo! Teman kakak udah dateng!" kata Zab.
Akhirnya mereka berempat keluar dari kamar dan turun dengan lift. Zab tidak lepas menatap istri cantiknya, membuat Yasmin sedikit gugup dan jantungnya berdetak sangat kencang.
" Assalamu'alaikum!" sapa Zein yang sudah melihat Zab saat keluar dari dalam lift.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Zab dan adik juga istrinya.
" Apa kabar, Bang!" tanya Zein.
" Alhamdulillah, Baik!" jawab Zab.
Mereka berjabat tangan dan saling berpelukan.
" Ini Zarina! Adik saya kalo abang masih ingat!" kata Zein.
" Bang Zabran!" sapa Zarina.
" Tentu saja gue masih inget!" jawab Zab tersenyum pada Zarina yang terlihat manis dengan hijab warna hijaunya sepadan dengan gamis yang dipakainya.
" Ini istri gue! Yasmin!" kata Zab mengenalkan Yasmin.
" Masya Allah! Kok, nggak undang-undang, Bang?" tanya Zein terkejut.
" Memang belum pesta, hanya keluarga saja!" kata Zab.
" Kak Yasmin cantik sekali! Makanya Bang Zabran suka!" puji Zarina, meskipun hatinya sedih karena dia menyukai Zabran sejak pertama Zabran pernah bermalam di rumahnya.
" Alhamdulillah! Zarina juga cantik!" balas Yasmin lembut.
Yasmin bisa melihat, jika gadis di depannya itu menaruh hati pada suaminya, semua terlihat dari tatapan mata gadis itu saat melihat suaminya.