Yasmin menatap suaminya dengan nanar, ingin sekali dia menceritakan segala isi hatinya pada Aba tercintanya, karena Yasmin sangat dekat dengan Aba nya sejak kecil. Tapi rasa cinta dan hormatnya pada sang suami melebihi seluruh rasa itu. Suaminya adalah pria yang dipilihnya atas dasar ibadah karena Allah. Yang telah dia putuskan untuk menjadi imamnya dan dikakinyalah surganya di tempatkan. Tapi segera dia merubah wajahnya dengan senyum lebar, karena dia tidak mau jika sampai Abanya tahu kegundahan hatinya.
" Tidak, Aba! Kak Zab sangat baik pada Yasmin, dia sangat perhatian dan menyayangi Yasmin dengan sepenuh hati!" tutur Yasmin tanpa ada maksud untuk menyindir sang suami.
Zab yang di puji oleh istrinya, menghela nafas lega dan kemudian merasa sesak di dadanya. Apakah sekejam itu dirinya pada sang istri, sehingga hatinya merasa sangat sakit saat mendengar pujian dari Yasmin.
" Kamu yakin, sayang? Kamu tidak sedang diancam oleh suamimu'kan?" tanya Kabir masih tidak percaya.
" Apa Aba meragukan kejujuran Yasmin?" tanya Yasmin menatap Kabir dengan sedih.
" Tidak, sayang! Maafkan Aba! Tentu saja kamu selalu jujur pada Aba!" kata Kabir menyesal.
" Maafkan Yasmin, Ba! Yasmin sedikit lelah!" kata Yasmin yang rasanya tidak sanggup lagi membohongi ayahnya.
" Baiklah! Istirahatlah! Katakan pada suamimu agar menjagamu dengan baik, atau Aba tidak akan segan mengambilmu darinya!" kata Kabir yang masih meragukan Zab.
" Do'akan saja, semoga pernikahan kami akan baik-baik saja!" kata Yasmin tersenyum.
" Aamiin! Aba selalu mendo'akan yang terbaik untukmu, sayang!" balas Kabir.
" Salam untuk Ummi! Assalamu'alaikum, Ba!" pamit Yasmin.
" Wa'alaikumsalam!" balas Kabir.
Yasmin mematikan panggilan Abanya lalu menyerahkan ponsel Zab kembali kepada pria itu. Zab menerima ponselnya dan menyimpannya ke dalam saku celananya.
" Aku lelah, Kak! Bisakah aku minta tolong Kakak menurunkan kembali brankarnya?" pinta Yasmin menahan airmata yang sebentar lagi sepertinya akan segera jatuh.
" Iya!" jawab Zab kemudian menekan tombol di dekat brankar dan menurunkan brankar Yasmin.
Dengan cepat wanita itu memiringkan tubuhnya membelakangi suaminya dan jatuh sudah airmatanya dengan cukup deras. Zab yang melihat sikap istrinya hanya bisa diam, karena dia yang membuat suasana mereka menjadi seperti sekarang ini.
" Aku mau mencari makan dulu!" kata Zab.
Yasmin hanya menganggukkan kepalanya, dia tidak mau jika sampai Zab melihat airmatanya, walau dia tahu pasti jika suaminya itu mengetahui keadaannya sekarang.
" Jangan nekat lagi! Ingatlah kedua orangtuamu saat kamu ingin melakukannya!" kata Zab.
Yasmin hanya diam tanpa bermaksud ingin tahu apa yang dikatakan suaminya, karena dia tidak ingin berdebat saat ini. Zab berjalan ke arah pintu, dilihatnya kedua adiknya duduk didepan kamar Yasmin.
" Kak!" sapa keduanya.
" Masuklah! Jaga Kakak iparmu!" kata Zab.
" Iya, Kak!" jawab keduanya lagi.
" Jangan biarkan siapapun masuk kecuali dokter dan perawat. Kunci pintu!" kata Zab.
Dia takut kalo sampai Raka kembali datang ke rumah sakit itu. Kedua adiknya mengangguk mengerti. Ezzah dan Fiza masuk ke dalam kamar Yasmin lalu menguncinya sesuai perintah kakaknya. Yasmin yang mendengar ada yang masuk segera menghapus airmatanya dan melihat siapa yang datang, karena dia tahu jika itu pasti bukan suaminya. Aroma Zab yang sangat dihafalnya tidak tercium di hidungnya.
" Kak!" sapa Ezzah.
" Kalian disini?" tanya Yasmin dengan suara serak.
" Iya, kak! Apa...Kak Yas baik-baik aja?" tanya Ezzah.
" Iya, Kak! Kami sangat takut kakak kenapa-kenapa!" kata Fiza menambahkan.
" Alhamdulillah, berkat do'a kalian semua, Kakak baik-baik saja!" jawab Yasmin dengan tersenyum penuh haru karena kedua adik iparnya yang terlihat mengkhawatirkan dia.
" Kak! Boleh kami tanya?" tanya Ezzah.
" Sepertinya penting sekali? Tanya apa?" tanya Yasmin balik.
" Kenapa kakak melakukan itu? Bukankah dalam agam kita itu sangat dibenci Allah SWT?" tanya Ezzah.
" Dan apa kakak tidak kasihan pada Kak Zab dan orang tua kakak jika kak Yas sampe...?"
" Tunggu! Melakukan apa? Maksud kalian Kak Yas melakukan apa?" tanya Yasmin tidak mengerti dengan pertanyaan Ezzah.
" Yang kakak lakukan di kamar mandi!" kata Ezzah.
" Memang kakak melakukan apa di kamar mandi?" tanya Yasmin masih tidak mengerti.
" Kata Kak Zab...Kakak mencoba untuk bunuh diri!" jawab Ezzah pelan.
Dia menundukkan kepalanya karena merasa sedih dan kecewa pada Yasmin.
" Astaughfirullahaladzim! Bunuh...diri?" ucap Yasmin membeo.
Ezzah dan Fiza menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Yasmin memejamkan kedua matanya, seumur hidupnya dia tidak pernah berniat bahkan berpikir melakukan perbuatan yang dilarang agama itu.
" Waktu itu kakak sedang berendam karena kakak merasa sangat lelah. Ternyata tanpa kakak sadari, kakak ketiduran dan tiba-tiba tubuh kakak sudah merosot ke dalam bathube yang penuh dengan air sabun. Saat kakak tersadar akibat air yang masuk ke dalam hidung, kakak berusaha untuk bangun, tapi kaki kakak terpeleset, mungkin kakak terlalu banyak memberikan sabun hingga tangan dan kaki kakak menjadi licin. Akhirnya kakak merasa kehabisan nafas dan tidak tahu lagi apa yang terjadi. Saat bangun, kakak sudah ada disini!" jelas Yasmin pada kedua adik iparnya.
" Jadi kakak...tidak...bunuh..."
" Astaughfirullah, Za! Maksud kamu kakak sengaja bunuh diri?" tanya Yasmin.
" Iya! Karena Kak Zab bilang sama dokter begitu!" kata Ezzah.
" Jadi itu alasan Kak Zab bicara seperti itu pada kakak! Ternyata dia marah dan...!" ucap Yasmin ambigu.
" Kak Zab marah?" tanya Fiza yang masih bisa mendengar ucapan Yasmin walau samar.
" Kak!" panggil Ezzah.
" Hmm? Kalian harus yakin jika Kak Yasmin masih memegang teguh agama dan keyakinan kita sebagai seorang muslimah, Dek! Mana berani Kak Yasmin sampai berbuat hal yang sangat dibenci Allah SWT!" kata Yasmin dengan penuh ketegasan.
" Alhamdulillah! Maafin kami dan Kak Zab, ya, Kak..."
" Kenapa minta maaf?" tanya Zab yang tiba-tiba saja masuk.
" Kak Zab, kok, nggak ngucapin salam?" tanya Fiza kesal.
" Assalamu'alaikum!" salam Zab.
" Wa'alaikumsalam!" balas mereka bertiga.
" Kok, kak Zab bisa masuk?" tanya Ezzah.
" Kakak minta kunci pada Dr. Nisa!" kata Zab.
Yasmin merasa hatinya sedikit cemburu jika Zab mengucapkan nama Nisa.
" Ingat! Kak Zab udah menikah, udah bukan single lagi!" kata Fiza menyindir.
" Anak kecil! Berisik amat!" kata Zab menggoda adiknya.
" Ish! Nanti Fiza laporin Ummi!" kata Fiza.
" Eh! Awas aja kalo sampe Ummi marahin kakak!" ancam Zab.
" Biar aja! Fiza nggak suka kalo Kak Zab genit!" kata Fiza kesal.
" Mana ada? Kakak hanya minta kunci kamar aja!" sahut Zab masih senang menggoda adiknya itu.
" Mana ada pasien punya kunci cadangan? Kakak pasti merayu dia buat ngasih pinjam!" kata Fiza lagi.
Memang adiknya yang satu itu sangat over protektif pada Zab. Dia selalu menyeleksi setiap ada gadis yang berada di sekitar Zab. Hanya Yasmin yang paling istimewa, karena Fiza langsung suka saat bertemu dengan kakak iparnya itu.