Chereads / SEASON 2 TERANG DALAM GELAPKU / Chapter 28 - SAKIT...LAGI

Chapter 28 - SAKIT...LAGI

" Saya akan membelinya walau itu harus ke ujung dunia!" kata Harun cepat tanpa melihat Fatma yang tersenyum sinis padanya.

Harun mengendarai motornya tanpa memakai jaket, hanya jubah tidur saja. Setelah sejam perjalanan, akhirnya Harun sampai di tempat penjual Nasgor.

" Assalamu'alaikum Wr. Wb!" sapa Harun.

" Wa'alaikumsalam! Ustadz Harun? Lama nggak kesini!" kata si penjual nasgor.

" Iya, Mang! Saya sudah pindah rumah!" kata Harun.

" Ooo, makanya gak pernah kelihatan!" kata Penjual nasgor.

" Saya pesan nasgornya 2 bungkus ya, mang!" kata Harun.

" Waduh, maaf, Ustadz! Ini tinggal sebungkus saja!" kata Penjualnya.

" Kalo gitu mie aja, deh satu!" kata Harun.

" Baik, Ustadz!" kata penjualnya.

Harun merasa juga ingin makan makanan penjual nasgor itu. Air liurnya seakan akan meleleh saat aroma masakan yang hampir matang di atas penggorengan itu menguar. Harun menatap masakan itu tanpa berkedip, rasanya dia ingin memakannya disitu, tapi dia khawatir Fatma akan meremehkannya bahkan menyamakannya dengan mantan suaminya itu jika dia terlambat.

" Trima kasih, Mang! Assalamu'alaikum!" pamit Harun yang langsung melesat tanpa menunggu balasan dari penjualnya.

Harun memacu laju motornya didinginnya udara tengah malam hari itu. Rintik hujan turun perlahan membasahi bumi. Harun tidak membawa mantel karena dia pikir tidak akan turun hujan. Dia memacu motornya di tengah derasnya air hujan. Setelah basah kuyup dan kedinginan, dia sampai di rumahnya.

" Assa...lamu'...alaikummm...!" dia mengucapkan salam sambil bibirnya bergetar.

Fatma yang jenuh menunggu langsung berlari menuju ke pintu begitu mendengar suara Harun memberikan salam.

" Wa'alaikumsalam!" balas Fatma yang langsung mengambil bungkusan dari tangan Harun tanpa melihat keadaan suaminya yang kedinginan dan bibir membiru.

" Lama sekali!" kata Fatma marah.

Deg! Hati Harun semakin hancur mendengar istrinya berkata seperti itu. Tidak ada sedikitpun rasa khawatir di wajah Fatma melihat keadaan dirinya. Harun berjalan masuk ke dalam rumah lewat samping, karena dia takut tetesan air dari pakaiannya akan membasahi lantai dan bisa mengakibatkan Fatma terpeleset jika lewat.

Harun membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar mandi dan melepaskan seluruh pakaiannya. Dia menyalakan membilas tubuhnya dengan air dingin lalu mengeringkannya dengan handuk. Diraihnya bathrobe yang ada di tatakan atas dan dia keluar untuk mengambil mie gorengnya. Senyumnya merekah saat melihat istrinya dengan lahap memakan kedua bungkusan yang di mix oleh Fatma. Perutnya berbunyi tanda lapar, tapi dia bukannya mengambil miliknya tapi malah berjalan ke dapur. Diambilnya piring dari rak piring, dia berjalan ke meja rice cooker, saat membuka hatinya begitu kecewa karena tidak ada nasi sama sekali. Akhirnya dia membuka lemari makan dan mengambil lauk dan sayur saja. Dengan tenang dia duduk di ruang makan dan menikmati makanannya dengan penuh rasa syukur.

Harun melangkah ke arah tangga, tapi matanya mengarah ke ruang tengah yang ternyata Fatma terlelap, mungkin dia kekenyangan setelah makan. Perlahan Harun mendekat dan melihat di meja terdapat bungkus mie goreng milik Harun yang telah habis sedangkan nasi gorengnya hanya dimakan setengahnya saja. Harun berjalan naik ke lantai 2 rumahnya dan mengambil selimut dari dalam walk in closetnya. Dia kemudian turun dan menyelimuti tubuh Fatma yang tertidur di sofa. Harun tidak berani menyentuh tubuh Fatma sejak peristiwa malam itu. Dia diliputi perasaan bersalah dan merasa menjadi seorang yang penuh dosa walaupun Fatma adalah istrinya.

Harun membuang bungkus makanan yang ada dan membungkus sisanya untuk disimpan didalam lemari makan. Ditatapnya wajah Fatma dengan penuh rasa cinta, tanpa terasa airmatanya meleleh di pipi kanannya. Andaikan aku bisa memilikimu, aku akan menyerahkan seluruh hidupku hanya untuk mengabdi dan mencintaimu. Tapi aku cukup bahagia karna akan memiliki anak yang kau lahirkan dan menganggapnya sebagai anakku sendiri! batin Harun.

Keesokan harinya Fatma terbangun untuk menunaikan shalat subuh. Dilihatnya sebuah selimut menutupi tubuhnya. Begitu dia menebak yang menyelimuti adalah Harun, dengan cepat dibuangnya selimut itu ke lantai. Cihhh! decih Fatma. Lalu dia pergi ke kamarnya untuk mandi kemudian menuju ke mushalla. Dia melihat Ulfa dan Embun sudah duduk disana.

" Assalamu'alaikum!" sapa Fatma.

" Wa'alaikumsalam!" sahut keduanya dan tersenyum mengangguk pada Fatma.

Setelah shalat subuh berjama'ah, Fatma berdiri untuk meninggalkan mushalla dan melewatkan mengaji bersama, karena semakin jarang dia bertatap muka dengan Harun, akan semakin nyaman dirinya.

" Ustadz sakit?" tanya Dul setelah mengaji selesai.

" Hanya tidak enak badan!" jawab Harun yang sebenarnya menahan diri untuk tidak muntah.

" Tapi wajah Ustadz sangat pucat!" kata Dul lagi.

" Saya tidak apa-apa! Tolong antarkan saya ke kamar!" kata Harun yang merasa kepalanya kembali pusing dan ingin muntah.

Dul memapah Harun ke dalam rumah, tanpa sengaja mereka berpapasan dengan Fatma. Dengan cepat Harun melepaskan tangannya yang tersampir di pundak Dul. Dul terkejut melihat tingkah Bosnya, tapi saat dia melihat istri Bosnya, dia menyadari jika ada sesuatu antara Bos dan istrinya.

Fatma lewat begitu saja tanpa ada niatan untuk bertanya meskipun dia tadi sempat melihat suaminya dipapah oleh sopirnya. Harun melihat tatapan sinis dari istrinya, tapi dia tetap tersenyum walau apapun yang terjadi.

Hampir tiap hari Fatma mengidam dan Harun dengan setia menuruti apapun permintaan calon anaknya, meskipun ibu dari anak itu tidak menginginkannya.

" Apa kamu mau aku mengupaskannya?" tanya Harun yang melihat Fatma hanya menatap mangga yang baru saja dibelinya.

" Apa aku perlu menjawabnya?" tanya Fatma kesal.

Harun tersenyum, dia merasa bahagia karena dia masih dibutuhkan Fatma untuk mengurus dirinya. Dengan perlahan Harun mengupas mangga dan memotongnya menjadi dadu lalu meletakkan ke dalam mangkok yang tadi diambilnya dari dapur. 3 buah mangga telah dikupas dan dipotongnya, setelah selesai, diletakkannya di depan Fatma yang sedang asyik menonton kisah-kisah Nabi.

Sejak hamil, Fatma sangat menyukai hal itu dan Harun sangat bersyukur karenanya.

" Sudah! Makanlah!" kata Harun, tapi Fatma bergeming.

Dengan ragu Harun menusuk mangga tersebut dengan garpu lalu menyodorkannya pada Fatma, dengan cepat Fatma melahapnya tanpa malu. Fatma sangat senang jika Harun yang melayani semua yang dia inginkan. Entah mengapa jika itu berhubungan dengan bayinya, Fatma maunya Harun yang secara langsung memenuhi semua permintaannya.

" Ada yang Nyonya butuhkan?" tanya Embun.

" Engggg...apa kamu melihat Ustadz Harun?" tanya Fatma.

" Tadi pagi-pagi sekali Ustadz pergi dijemput oleh Tuan Adi!" kata Embun.

" Dijemput? Kemana?" tanya Fatma penasaran.

" Saya kurang tahu, tapi sepertinya mereka tergesa-gesa!" kata Embun lagi.

Fatma menerka-nerka apa yang sedang terjadi, dia meraih ponselnya dan berniat untuk menghubungi Nurul, tapi dibatalkannya. Dia tidak mau jika Harun mengira dia perhatian padanya dan akan membuat dia besar kepala. Fatma akhirnya pergi ke butiknya untuk menghilangkan rasa bosannya.

Saat makan malam tiba, Fatma duduk di meja makan sendiri, dia masih tidak melihat Harun disana.

" Apa Ustadz belum pulang juga?" tanya Fatma pada Embun.

" Belum Nyonya! Tadi pulang sebentar lalu pergi lagi sambil membawa tas ransel!" jawab Embun.

" Tas?" tanya Fatma ambigu.

Saat shalat maghrib dan Isya' tadipun sebenarnya Fatma sudah merasa jika Harun tidak ada, karena yang mengimami mereka saat di mushalla bukan suara Harun.

Seminggu sudah Fatma tidak bertemu dengan suaminya, dia merasa ada yang hilang dalam hidupnya, dalam hatinya. Dia merindukan meminta suaminya untuk membeli atau membuatkannya sesuatu. Kenapa dia nggak memberitahuku kemana dan apa yang terjadi? batin Fatma.