Chereads / SEASON 2 TERANG DALAM GELAPKU / Chapter 29 - KELAHIRAN

Chapter 29 - KELAHIRAN

" Sudah sampai, Ustadz!" kata Dul, saat mobil yang ditumpanginya dengan Bosnya berhenti di depan pintu rumah.

Harun menghela nafas panjang, dia menatap rumah yang ditinggalnya selama seminggu ini. Sebagian dari hatinya merasa senang karena bisa bertemu dengan istrinya lagi, tapi sebagian lain merasa sedih karena sikap benci istrinya padanya.

" Apa Ustadz mau saya antar ke tempat lain?" tanya Dul.

" Bisakah kita pergi ke rumah Ustadz Gozali?" tanya Harun.

" Tentu saja, Ustadz!" kata Dul yang kemudian menyalakan kembali mesin mobil dan pergi meninggalkan rumah.

Fatma mendengar suara mobil suaminya yang datang, dia berlari tanpa disadarinya mendekat ke arah jendela kamarnya. Dia bisa melihat Harun yang duduk di kursi belakang mobil, bibirnya terangkat keatas. Tapi semua berubah saat dilihatnya mobil itu pergi tanpa menurunkan penumpangnya.

Wajah Harun mengeras melihat pemandangan di teras depan rumahnya. Dilihatnya wajah bahagia Fatma yang sedang duduk dengan Brian dan seorang gadis kecil dipangkuannya, yang menurut Harun itu pasti putri mereka.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun.

" Wa'alaikumsalam!" jawab keduanya.

" Apa kabar, Tuan?" tanya Harun berusaha ramah.

" Sangat baik!" jawab Brian.

Sebuah jawaban yang sangat menyakitkan hati Harun.

" Kalo begitu saya masuk dulu!" kata Harun yang merasa mereka mengabaikan dirinya.

Sejak kejadian hari itu, Fatma kembali seperti pada awal mereka mengetahui kehamilannya. Dan Harun juga sepertinya lelah dengan semua usahanya untuk mengambil hati istrinya.

Tanpa terasa 9 bulan sudah usia kandungan Fatma dan Harun sudah mempersiapkan semua keperluan Fatma jika sewaktu-waktu dia melahirkan.

" Sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah! Aku tidak percaya akan ada seorang anak yang akan memanggilku Aba!" kata Harun ambigu.

Airmatanya meleleh di pipinya membayangkan betapa menyenangkannya mendengar suara tangis seorang anak dan betapa menyenangkannya mengurusi semua keperluannya. Dia sering membaca buku-buku tentang bayi dan perkembangannya.

Akhirnya Fatma melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu. Seluruh keluarga besar Fatma dan Harun sangat senang menyambut kehadiran cucu mereka. Terlebih keluarga besar Harun, karena bayi itu adalah cucu pertama mereka.

Harun segera mengadzani dan mengiqomati putranya dengan airmata bercucuran. Saat pertama dia menggendong putranya, tidak ada satu perasaan buruk apapun dalam hatinya. Yang ada hanya perasaan haru dan bahagia, semua terlihat sangat indah dimatanya.

" Siapa namanya?" tanya Zahra saat bayi lucu itu dibawa seorang perawat ke dalam kamar Fatma.

Harun menatap Fatma, dia seolah menanyakan siapa nama anak yang baru dilahirkannya itu. Karena menurut Harun yang bisa memberikan nama hanyalah kedua orang tuanya, sedangkan dia bukanlah siapa-siapa.

" Kok, diam?" kata Salma.

" Adek belum mempersiapkan nama, Ummi! Mungkin Us...Kak Harun sudah menyiapkannya!" kata Fatma yang hampir saja keceplosan.

Harun menatap wajah Fatma sendu, dia merasakan jika Allah begitu baik padanya, karena memberikan dirinya izin memiliki seorang anak sekaligus namainya.

" Abdullah Ahil Al Basyar!" kata Harun.

" Ahil! Cucu tampan nenek!" kata Zahra mengecup lembut kening cucunya yang sedang tidur itu.

" Jika babynya bangun, ibu bisa langsung memberikannya Asi pertama!" kata perawat itu.

" Trima kasih, suster!" kata Harun tersenyum.

" Sama-sama Ustadz!" sahut perawat itu.

Deg! Fatma merasakan hati dan keinginannya bertolak belakang. Dia tidak ingin menyusui anak itu, tapi hatinya menyuruhnya untuk melakukan tugas pertamanya sebagai seorang ibu.

Tidak lama setelah perawat itu pergi, baby A menangis, mungkin karena banyaknya yang mencium dirinya atau karena tubuhnya yang berpindah-pindah tangan.

Oekkkk! Oekkkk!

" Masya Allah! Keras sekali!" kata Azzam!

" Ayo kita keluar dulu! Biar baby A merasa tenang disusui oleh umminya!" kata Emir.

" Iya! Mungkin dia juga merasa terlalu banyak orang disini!" kata Azzam.

Semua keluar ruangan termasuk Harun.

" Lho! Kok abanya ikutan keluar?" tanya Emir heran.

" Eee? Anu, Ba! Itu..."

" Masak masih malu sam istri sendiri!" kata Azzam tersenyum melihat tingkah gugup menantunya.

" Iya! Sebagai ayah baru, seharusnya lu seneng dan bahagia, bro!" kata Arkan menggoda.

" Sudah, sana masuk, Kak!" kata Zahra.

" Iya, itu baby A masih menangis, mungkin dia mau abanya ada di dalam bersamanya!" kata Arkan lagi.

" Kita mau shalat dulu lalu makan siang! Kamu jangan lupa shalat!" kata Zahra.

" Iya, Ummi!" jawab Harun

Mereka semua pergi meninggalkan Harun sendiri. Harun ragu ingin masuk, tapi suara tangis putranya membuat hatinya sedih.

" Ambil putra Ustadz!" kata Fatma begitu melihat Harun masuk.

" Apa? Apa dia masih lapar?" tanya Harun mendekati brankar Fatma.

" Kenapa kamu tidak membuat dia kenyang? Apa Asimu belum lancar?" tanya Harun yang mengambil baby A dari gendongan Fatma lalu menimang-nimang bayi itu.

" Aku tidak menyusui dia!" kata Fatma santai.

" Apa? Kamu...Apakah segitu bencinya kamu pada kami berdua? Dia tidak bersalah, Zahirah! Dia adalah darah dagingmu dan Bri...tolong! Aku mohon berikan Asimu untuk dia!" pinta Harun memohon.

Fatma bergeming, dia takut jika dia menyusui bayinya, dia tidak akan bisa jauh darinya.

" Jika kamu keberatan memberikan Asimu, aku akan membayar atau melakukan apapun demi perut anakku!" kata Harun pasrah.

Fatma mengernyitkan dahinya, hatinya bagai tertusuk sembilu. Begitu besar cinta Harun pada anak yang bukan darah dagingnya sendiri, walau kenyataannya dia adalah anak kandung Harun.

" Baik! Aku akan memberikan Asi padanya, asalakan kamu mengaku pada keluarga kita jika kamu ingin bercerai denganku!" kata Fatma.

Deg! Mengaku pada keluarga besar mereka? batin Harun sedih. Hatinya kembali merasakan sakit mendengar permintaan istrinya.

" Apa alasanku?" tanya Harun.

" Wanita lain!" sahut Fatma.

" Astaughfirullah! Tidak pernah sekalipun dalam benakku..."

" Apa kamu ingin dia terus menangis?" potong Fatma.

" Kenapa kamu berubah menjadi seperti ini, Zahirah? Aku tidak lagi mengenalmu!" kata Harun sedih.

" Kamu yang membuatku seperti ini!" kata Fatma dingin.

Harun menundukkan kepalanya, dia menyadari semua perkataan Fatma adalah benar adanya. Ahil masih menangis dengan keras. Harun begitu sedih dan kasihan pada putranya.

" Bagaimana dengan Anil jika kita telah berpisah?" tanya Harun.

Deg! Fatma tidak pernah memikirkan hal itu. Pastinya dia tidak akan lagi tinggal serumah dengan Harun dan baby A.

" Aku akan menyusuinya sampai proses perceraian kita selesai, karena aku tidak mau jika nanti dia akan ketergantungan padaku!" kata Fatma tegas.

Astaughfirullah! batin Harun. Kenapa nasibmu malang sekali, nak? kata Harun lagi. Aba akan selalu bersamamu, Aba janji! batin Harun menatap putranya.

" Kamu bisa melatihnya minum susu formula!" kata Fatma datar.

" Tidak! Aku akan secepatnya mencarikan ibu susu untuk Ahil!" kata Harun.

" Terserah!" sahut Fatma.

" Baik! Aku akan melakukan apa yang kamu minta! Sekarang tolong beri dia Asi!" kata Harun pasrah.

" Berikan dia padaku lalu pergilah!" kata Fatma.

Harun mencium Ahil dengan penuh kasih sayang lalu memberikan bayi itu pada ibunya. Harun pergi keluar kamar dengan wajah sedih.