Chereads / Aku bisa melihatmu / Chapter 2 - Prolog

Chapter 2 - Prolog

Di sebuah gedung terbengkalai yang tak jauh dari lingkungan sekolah. Gedung yang semula sudah seram di siang hari, sekarang malah kelihatan lebih menyeramkan lagi karena menjelang magrib.

Seolah tanpa peduli dengan keadaan di sekitar gedung, di depan pagar gedung tampak seorang anak perempuan terlihat celingukan seolah sedang mencari sesuatu, sesekali melirik jam yang menempel di pergelangan tangannya.

"Aduh, Kak Dion ngapain sih kok minta janjian di sini dan di jam segini juga" gadis itu menghela nafas setelah melihat jam untuk kesekian kalinya.

Terdengar dering ponsel di tempat yang sepi itu. Gadis itu merogoh saku celana training nya dan mengeluarkan ponsel keluaran terbaru. Memencet beberapa kali pada layar hpnya dan berbalik melihat gedung di belakangnya.

" Ini yang bener aja! Masak kak Dion nyuruh aku buat masuk kesini?" gerutunya.

Setelah sekali lagi mengamati keadaan di sekeliling, gadis itu memanjat pagar dan melompat kedalam. Sambil berjalan dia melihat ke arah hp.

"Udah nyuruh masuk tapi tidak ada di manapun! Kalau aku nggak naksir, males banget aku masuk ke gedung kosong ini. Nggak tau apa udah serem gini mau magrib juga"

Dia celingukan melihat di setiap ruangan kosong sambil bergidik. Setelah menghela nafas berulang kali, dia tetap melangkah dengan takut.

"Tapi aneh juga masak minta ketemu di sini? kenapa nggak di cafe tau dimana gitu? Mana pesannya juga agak aneh mintanya ketemu berdua nggak boleh ada yang tau. Tapi untung aja aku tadi udah sharelock ke Satria" batinnya lega.

Tanpa disadari sepasang mata terus mengamati semua tindakannya, dan seulas seringai terbayang di bibir yang jahat itu.

"Lana, akhirnya aku bisa melihatmu tanpa ada yang mengganggu"

Dari seberang tembok si gadis sebuah sosok keluar. Sesosok itu memakai celana levis hitam jaket hitam bertudung, memakai topeng hitam, melangkah perlahan mengikuti irama langkah si gadis.

Di depan seolah menyadari kalau dia tidak sendiri lagi, gadis itu berhenti dan melihat ke kanan kirinya memperhatikan. Lalu berlahan menoleh ke belakang, mata indahnya terbelalak.

" Kamu siapa? Jangan dekati aku" gadis itu mundur selangkah.

"Aku selalu melihatmu Lana, Aku selalu ada untukmu, tapi kenapa kamu tak pernah sedikitpun menoleh kepadaku?" suara yang tak jelas seperti sebuah kaset rusak.

"Aku tak kenal siapa kamu, jadi jangan ganggu aku!"

"Apa kamu tak sadar kalau aku selalu ada di dekatmu selama ini? bukan Dion! bukan Satria tapi aku Lana!"

Gadis itu berbalik dan berlari secepatnya menjauh. Tapi sialnya dia terlalu jauh masuk ke gedung kosong ini.

"Dia siapa sih? Suaranya kayak kenal, please siapapun tolong aku! Satria kamu kemana aja sih?"

Karena menjelang magrib keadaan di sekitar gedung otomatis menjadi remang - remang. Dan gadis itu terlambat menyadari tangga kecil yang sedikit lebih tinggi dari jalan lorong, gadis itu jatuh terjerembab dengan keras.

Dari arah lorong terdengar suara langkah kaki yang berlari dengan tergesa - gesa. Sosok berhodie itu menjulang di hadapan gadis yang terduduk memegangi kedua kakinya.

Sosok itu berjongkok dan berusaha mendekat ke arah si gadis.

" Kamu sakit di bagian mana?" Suara yang seperti kaset rusak itu terdengar lagi, anehnya sekarang mengandung perhatian di nadanya.

Dari samping sebuah tendangan meluncur cukup cepat dan menghantam sosok berhodie. Sosok itu terjungkal ke belakang.

" Jangan dekati dia!"

Seorang cowok dengan wajah separo bule ikut berjongkok di sebelah gadis itu.

"Kamu nggak papa? Kenapa nekat pergi sendiri?"

Gadis itu tidak menyahuti pertanyaan itu, dia melihat ke tempat orang yang sejak tadi menguntitnya. Dia mulai bangun dan terduduk.

"Ternyata tak cukup hanya Dion yang mengganggu sekarang ada satu serangga lagi yang menempel"

Cowok bule menoleh dan bangkit dengan cepat menderap ke arah sosok hodie itu. Menarik jaket yang di kenakannya dan mengguncangnya keras.

"Eh brengsek! Maumu apa? Apa yang kamu lakuin ke Lana? Dan dari pada aku yang serangga bukankah nama itu lebih cocok untukmu?"

Sosok berhodie itu tiba-tiba mendongak dan membenturkan kepalanya kepada cowok bule. Tak siap dengan serangan yang mendadak itu si cowok bule terjengkang ke belakang karena kerasnya benturan kepala itu. Dia merasa seolah kepalanya mau meledak.

Dengan memanfaatkan celah yang sempit itu sosok hodie berdiri dan menendang cowok bule keras tepat di perut.

" Kamu tau apa tentang aku? Kamu tau apa tentang Lana? Aku lebih kenal dia dari pada semua orang di dunia ini brengsek!"

"Siapapun nggak akan cocok bila di sandingkan dengannya, termasuk kamu!"

Sambil berbicara sosok berhodie terus menendang ke arah cowok bule yang sudah benar-benar telentang dan kemeja mahal yang di pakainya sobek. Mukanya lebam, keningnya terluka dan sudut bibirnya robek mengeluarkan darah.

Melihat Satria di perlakukan seperti itu tentu saja Lana yang berada tidak jauh di darinya beringsut menggapai pipa yang tak jauh darinya. Tertatih dia mendekati sosok hitam yang terlalu fokus memukuli Satria sampai tidak menyadari keberadaannya.

"Buuuuaaagggkkk"

Meskipun pukulannya tidak terlalu keras tapi tepat di tengkuk, sesaat sosok berhodie hitam itu diam dan langsung roboh begitu saja ke lantai.

Tanpa memperdulikannya lagi Lana membanting pipa di tangannya ke kepala korbannya. Setelah yakin kalau pingsan tanpa ba bi bu Lana berjalan menjauh sambil terseok.

Satria yang cuma bengong menyaksikan hal itu, berlahan bangkit dan menyusul Lana.

"Lan, kamu nggak pengen tau siapa dia?" Tanya Satria sambil berusaha menjejerkan langkahnya.

"Nggak perlu, aku punya firasat kejadian ini bukan yang pertama dan yang terakhir"

"Maksudmu? Kamu pernah mengalami hal ini?" Satria memapah Alana melewati koridor dan membantunya menaiki pagar.

"Iya pernah, tapi dalam bentuk yang lain" jawab Alana sambil berusaha turun dari pagar.

Satria mengulurkan tangannya dan seolah sudah melakukannya ribuan kali dia menggendong Alana dengan luwesnya memasukkannya ke dalam mobil di sisi penumpang, menutup pintunya dan memutar masuk ke sisi kemudi.

"Maksudmu kamu pernah di teror dalam bentuk lain?" Satria mulai menjalankan mobil menjauh dari gedung dan komplek itu.

Alana hanya menatap kosong jendela seolah tak menyadari kapan waktu berganti.

"Hmm" jawabnya menganggukan kepala.

Setelah mobil mereka melalui jalan yang biasa mereka lalui Satria menarik nafas lega dan menoleh ke Alana.

"Sejak kapan? Kenapa nggak cerita? Kamu tau kan hubungan kita bagaimana?" Cecarnya.

Gadis itu terpaku dan mulai berfikir sejak kapan dia mengalami hal mengerikan ini. Terror sms,semua sosmed, telfon tengah malam,surat bahkan hadiah yang di kirimkan langsung ke rumahnya.

Sampai di satu titik dia mengingat semua kejadian aneh yang dia alami berawal dari kepulangannya liburan dengan Satria dan teman - temannya, tiga bulan yang lalu.