Chereads / Aku bisa melihatmu / Chapter 5 - TIGA

Chapter 5 - TIGA

Pagi ini tetap saja tidak ada perubahan antara hubunganku dan Vio, dia selalu saja menghindari ku setiap kali aku mendekat. Dan setiap kali dia melihatku tanpa sengaja dia melengos dan mencibir, aku juga tidak bisa menghubungi lewat media sosial karena dia telah memblokir semua akses.

Aku menghela nafas berat karena cowok hubungan persahabatan kami sampai begini. Sudahlah aku tak mau memikirkannya lagi ,capek dan pusing. Aku berangkat ke sekolah tentu saja dengan si tengil Satria.

" Udah nggak usah di ladenin mereka iri ma kamu! Kamu itu perfect, cantik ,baik,pinter dan semuanya pokoknya paket komplit" sambil berjalan di koridor yang sudah ramai dia merangkul ku.

Alisku naik sebelah dan melirik " Kalau mau promosi KFC atau MC mending di pinggir jalan aja sono nggak usah di sini"

Satria terkekeh " Taelah non serius amat sih, denger ya kamu tau kan di antara semua kamu itu yang paling penting."

Jika tadi mata berwarna coklat terang itu melihat sekeliling sekarang mata itu plus sang pemilik menghadap ke arahku.

Kalau aja dari dulu aku nggak hafal sifatnya mungkin sekarang dia udah ku jitak.

" Yeah , aku tau kok ! IM is number one in your life" ucapku sambil tersenyum manis.

" Nah gitu dong baru cakep akhirnya matahariku bersinar lagi " Dia mengacak rambutku.

" Pokoknya Lana nanti kamu duduk satu bus sama aku dan temen - temenku " Satria melambaikan tangan dan menjauh.

Aku tersenyum tipis dan berjalan lagi ke arah kelasku. Tapi begitu pintu kelas ku buka, semuanya menoleh sebentar ke arahku dan berbisik - bisik. Nah kenapa nggak sekalian aja ngomong yang keras? Nanggung banget.

Seperti biasa aku tak ambil pusing dengan kelakuan mereka dan berjalan dengan anggun ke arah bangkuku. Khusus hari ini karena ke sekolah cuma absensi dan tanda tangan keikutsertaan studi saja, jam sebelasan aku dan Satria sudah berada di salah satu cafe yang menyediakan roti bakar. Jajanan kesukaanku.

" Jadi nanti kita duduk bareng gerombolanmu?" tanyaku setelah memesan roti bakar coklat taro dan segelas es coklat.

" Ehem jujur aku nggak rela banget sih sebenernya"

" Kenapa lagi? "

Satria menyandarkan punggungnya dan melihatku lurus - lurus. " Mereka kalau ngelihat kamu itu melongo sambil ngeces "

Sontak aku tertawa dan semakin membuat Satria merengut. " Harusnya kamu siapin aja tadah iler " kataku setelah aku mengucapkan terimakasih kepada pramusaji yang mengantarkan pesanan kami.

" Nggak lucu " Satria trus merengut

" Lah kamu aneh aku ini kan orang masak nggak boleh di lihatin orang lain? " aku menyeruput es coklat ku.

" Kadang - kadang kamu pengen aku taroh aja di aquarium " sungutnya sambil melahap roti bakar.

" Sebel boleh aja nah itu ngapain juga roti bakar ku mbok embat ?" aku tak rela sambil merebut roti bakar yang di makannya dan memasukkan ke mulut.

" Pedit banget "

" Bodo amat weee " cibirku.

" Jadi nanti kita kumpul dan berangkat jam berapa ?" tanyaku lagi.

" Jam tiga.an kalau nggak salah kita udah berangkat " Tanpa memperdulikan protes ku dia menukar coklat ku dan minuman miliknya.

" Mepet dong kalau gitu pulang yuk! Nanti takutnya nggak keburu tambah pegel badanku " Aku buru - buru menghabiskan pesanan ku.

" Santai aja kalau kita telat kita berangkat sendiri aja ke sana naik mobil! Btw kita kan udah SMA ngapain ya di ajak studi kayak anak SD aja " Satria dengan santainya mengamati sekeliling dan menghembuskan nafas.

" Kenapa? " Aku ikut menoleh melihat apa yang membuat dia menghembuskan nafas seperti itu.

Tak jauh dari kami aku melihat Vio duduk bareng dengan gerombolan geng Alessia, sekumpulan cewek yang menang mejeng doang di sekolah. Kulihat mereka terang - terang melhat ke arahku dengan pandangan iri, marah dan dendam??

" Udah biarin nggak usah dilihatin trus ntar matamu yang cakep itu menggelinding di meja " Satria dengan kurang ajarnya sengaja mengusap sudut bibirku tangannya.

" Sengaja ya ?" godaku sambil tersenyum.

" Iyalah biar sekalian meledak mereka " Sekarang tangan itu malah mencubit pipiku.

Dan benar saja kulihat beberapa dari mereka mengambil fotoku saat "bermesraan" tadi. Mereka nggak tau apa ya kalau candid kamera itu bisa kena pelanggaran? Sudahlah lebih baik aku pulang dan bersiap untuk studi. Untung saja aku nanti tidak satu bus dengan mereka.

" Pulang yuk " ajakku. Satria bangkit dan menarik kursiku saat aku berdiri dan seperti biasa saat berjalan dia selalu merangkul ku.

" Kenapa semua nggak ada yang tau ya kalau misalnya kita itu sepupu? " Aku masuk ke mobil yang pintunya telah dibukakannya.

" Nggak tau, yang penting pas pindah kesini aku udah ngomong kalau aku sepupu kamu dan selama di Surabaya aku tinggal di rumahmu " Satria menjalankan mobilnya menembus kepadatan jalanan siang itu.

Sore ini aku memakai jins levis sobek ku padukan dengan kaos distro warna hitam dan memakai jaket panjang warna hitam dengan motif kotak hijau dan merah yang samar. Untuk rambut karena sudah rapi aku membiarkannya tergerai setelah menyisir rambut, aku memakai sepatu sneakers hitam kesayanganku.

Setelah sekali lagi melihat pantulan ku yang serba hitam ( jujur saja penampilanku sudah seperti malaikat ganteng di drama korea yang pernah kulihat ) setelah mengambil ransel aku keluar kamar. Saat turun ke ruang makan kulihat Satria sudah tertawa dengan ibuku, entah apa yang mereka bicarakan dan tertawakan.

Ibuku mendengar suara ku menuruni tangga langsung menoleh dan mengelus dada.

" Gusti, anak cewek cantik ngapain kok dandan kayak gitu?"

Nah kan tadi aku sebenernya udah firasat pas pakai jaket ini. Ibuku memang tau kalau aku sedikit tomboi tapi beliau selama ini diam saja, baru kali ini beliau berkomentar tentang penampilanku.

" Kenapa bu? Aku keren kan? " aku cengengesan.

Satria mangap sesaat dan ikut berkomentar " Iya keren banget, kenapa nggak sekalian aja pakai syal item juga? "

Nah kalau ini aku yakin seribu persen dia sengaja ngomong gitu. Aku melangkah mendekat meraih dan mencium tangan ibuku.

" Ibu kayak nggak pernah lihat aku pakai baju begini saja " aku tertawa setelah mencium tangannya.

" Ya nggak gitu sayang, di kira ibu tadi kamu pakai gaun atau baju yang manis " beliau menepuk pundak ku.

" Bu aku itu mau studi bukan mau ke cafe, tuh buktinya Satria juga heboh banget kenapa ibu diem aja" aku sengaja melempar tanggung jawab ke Satria.

" Oalah nduk kalau Wira kan cowok biarin aja dia pakai celana robek - robek seperti itu " Satria sore ini memang wow banget jujur saja meski dia memakai kaos distro warna biru yang hanya di padukan jins levis yang juga sobek - sobek sewarna dengan jins yang kupakai ( karena kami belinya barengan ) dan memakai sepatu kets warna navi, aura ke "bule" an.nya lebih memukau.

" Nggak bawa jaket bae? " Aku melirik kaos lengan pendeknya, kudengar cuaca di kota Malang sangat dingin.

" Ada di ransel, yuk berangkat " setelah berpamitan kami menuju sekolah dengan mobil yang di supir oleh supir ayah karena ayah sedang kembali ke Bandung untuk urusan bisnis di sana.

" Oh ya tadi udah pamit sama om belum ?"

" Udah dong, malah sama ayah tadi udah di kasih uang jajan lagi hehehe" aku meringis senang. Siapa sih yang nggak seneng saat di kasih uang jajan lebih - lebih?

" Kalau om tau nggak kamu ikut studi? " aku bertanya balik.

" Ya taulah om Hadi kan ke Bandung ada bisnis sama papa juga "

TRING

Satria mengeluarkan hp.nya dari celana dan memencet layar sekilas lalu terkekeh sendiri. Aku yang pada dasarnya kepo setengah mati melongok ikut melihat juga. Dan aku melotot saat membaca pesan di ponsel Satria.

* Bayu " Kalian kalau ada affair bilang dong biar yang patah hati bisa siap - siap "

* Satria " Affair apaan? "

* Bayu : send picture " kalian mesra gila masih nggak ngaku? "

Mataku melotot saat melihat foto itu, foto ku dan Satria tadi siang cafe, dan harus kuakui dalam foto itu kami memang terlihat mesra banget.

" Pokoknya nanti kalau ada yang tanya tentang hubungan kita jangan ngaku kalau kita sepupu ! Atau kalau nggak gitu yang tanya suruh tanya aja langsung ke aku biar aku yang jawab " Satria serius mengatakan itu sambil menatap lurus tepat di mataku.

Jujur aku tau kalau Satria agak protektif kepadaku, tapi seingatku dia tidak pernah seserius ini. Sifatnya memang dingin kepada hampir semua anak cewek tapi kalau sesama cowok sifatnya ramah.

Setelah menatap matanya sesaat dan tak menemukan jawabannya aku membuka mulutku bertanya " Memangnya kenapa ?"

" Aku nggak mau kamu kenapa - kenapa lagi ! Ingat kejadian dulu itu hampir membuatku gila karena kamu " Ucapnya sedikit tinggi.

Aku menunduk terdiam tak berani memandangnya, memang benar kalau dulu tak ada Satria mungkin aku sudah masuk rumah sakit jiwa. Dan sekarang aku tidak mau mengungkit masalah itu ataupun mengingatnya lagi. Trauma itu masih kurasakan sampai sekarang.

" Ok " Aku mengangguk dan Satria mencium puncak kepalaku. Sesuatu yang kurasakan seperti seorang kakak yang menjaga adik perempuannya.

Tak lama kemudian saat kita sampai di sekolah dan masuk ke halaman, aku hampir tidak mengenali semuanya. Yang cewek kebanyakan memakai dress imut dengan tatanan rambut seperti idol korea. Sedang yang cowok berusaha tampil semaksimal mungkin untuk terlihat tampan dan berbeda.

" Busyet, heboh bener" Aku celingukan mencari seseorang. Saat itu segerombolan cowok dan cewek menghampiri kami. Satria langsung merangkul ku ke arah mereka.

" Eh bro, akhirnya couple kita datang juga " Ucap seorang cowok tinggi dan lumayan manis dengan rambut yang sedikit jabrik.

" Kalian aku lihat cocok banget. Sip sip lanjutkan " Sahut cowok di sebelahnya yang berwajah imut yang hampir mirip jimin bts.

" Iya kalian imut banget cocok satu sama lain " Satu suara merdu menimpali. Saat aku menoleh, kulihat sesosok cewek tinggi,kurus langsing berwajah mirip boneka dan berambut bergelombang tersenyum manis kepadaku.

Terdengar pengumuman agar kami menaiki bus masing - masing ternyata setelah sampai di dalam aku, Satria dan gerombolannya menempati baris kedua dari belakang. Kulihat di baris depan ada Vio dan geng Alessia.

"Satria kita - kita nggak di kenalin sama cewek kamu? " tanya si jabrik sambil menghadap ke belakang ke arah bangku kami.

" Iya - iya bawel. Bae kenalin mereka Bayu, Rangga, Mawar, Celine, Kio dan Agatha " Satria mengenalkan mereka yang menyapaku satu persatu. Ternyata mereka anak yang asyik dan tak lama kami sudah akrab dan bercanda dengan riuh seolah kami sudah lama berkenalan.

" Serius nih Lana semula aku nyangkanya kamu itu sombong dan judes " kata si cantik Agatha.

" Iya bener banget " Sahut si boneka cantik celine mengiyakan.

Mawar menawariku permen yang di bawanya " Jadi kalian temen sejak kecil? Dan saat kamu pindah kesini si Gila ini nggak rela dan ikut nyusul kamu?" Mawar menunjuk Satria saat mengatakan Si Gila, aku hanya mengangguk tak berani menjawab karena aku berusaha menahan tawaku yang nyaris meledak.

" Jadi sekarang kalian udah jadian dong? " Kio ikut menoleh. Meski memakai kacamata Kio bukan tipe cowok kutu buku culun sebaliknya dengan memakai kacamata dia malah terlihat seperti aktor atau model yang mempromosikan barang tersebut.

" Ya begitulah " kali ini Satria yang menjawab dengan senyum lebar. Aku sengaja membiarkannya menjawab pertanyaan itu, bahkan aku membiarkan dia memanggilku ' bae ' panggilan yang aku khususkan hanya untuk dia saat kami mengobrol berdua.

" Cie cie " " Suit suit " Mereka tak ada berhentinya meledek kami, Saat ini bus kami memasuki daerah selatan kota Malang. Saat aku melihat ke jendela di luar sudah gelap dan tak terlihat apapun hanya satu atau dua lampu penerang yang terlihat.

" Nggak kelihatan apa - apa kan? Udah malem soalnya katanya kita nanti nginep di sekitar Pantai Sendiki " Satria menjelaskan sambil ikut melihat keluar jendela.

" Emangnya udah di booking villanya? "

" Udah kok dan kabar baiknya semua bebas mau sekamar sama siapa saja asal rame - rame dan harus lebih dari enam orang " Sahutnya lagi.

Karena hanya kelas 2 IPA dan IPS saja yang studi rombongan kami hanya terdiri dari sepuluh bus, setelah kami turun dari bus untuk mendengar arahan dari guru pengawas kami serentak masuk ke villa yang sudah di tentukan.

Saat masuk ke villa aku melirik ke jam di pergelangan tanganku, sudah jam setengah 10 malam pantas saja badanku pegel semua. Villa yang di sewa sekolah meski terdiri dari beberapa villa kecil - kecil tapi di dalam ternyata cukup luas dengan dua kamar besar dan dua kamar mandi. Sedangkan guru pengawas akan tidur di ruang tamu villa sebagai antisipasi agar tak terjadi hal - hal yang tidak di inginkan.

Saat masuk ke kamar cewek tanpa aba - aba aku yang ke tiga temanku yang lain langsung merebahkan diri di kasur yang berukuran queen itu. Sambil merem melek kudengar bunyi suara air mengalir di kamar mandi, karena mataku mengantuk aku membiarkannya.

" Lan? Lana ? Nggak mandi atau cuci muka dulu? " Agatha menepuk bahuku lembut.

Sambil berusaha melek aku melihat muka dan rambutnya yang basah, busyet dah malem - malem mandi. Tapi setelah kupikir aku dari tadi juga tidak bisa tidur lelap mungkin karena badanku berkeringat kuputuskan untuk mandi juga.

" Agatha yang lain juga udah mandi? " aku berusaha melebarkan mataku sambil duduk di atas kasur.

" Yang lain udah mandi dan sekarang kumpul di ruang tamu nemenin Pak Eko " sahut Agatha sambil memakai kaus dan menyisir rambut.

" Mandi aja dulu shower air hangatnya nyala kok" katanya lagi sambil membuka tas kecil yang berisi keperluan make up-nya.

" Ok " sahutku sambil mengeluarkan handuk dan set baju santai. Gila udaranya dingin banget untung aja shower air hangatnya. Setelah mandi kulihat Agatha sudah keluar dari kamar tak apalah fikirku, lagipula aku merasa lebih segar dan badanku terasa lebih ringan, saat aku duduk di depan meja nakas dan mengeluarkan sisir dari pouch tanpa sengaja aku melihat pantulan cermin yang mengarah ke jendela.

Aneh perasaan tadi gordennya menutup rapat, apa Agatha yang membukanya biar bisa melihat pemandangan? Tapi emang bisa ngeliat pemandangan selain kegelapan? Aku mengeluarkan set perawatan sehari - hari ku, saat menyisir rambut aku melihat ke cermin dan menjerit sejadi - jadinya.

Di Sana kulihat sepasang mata melihat ke arahku dari kegelapan.....

Aku terus menjerit saat merasakan sepasang tangan meraihku dalam dekapan dan berusaha membuka kedua tanganku yang menutupi wajah.

" Ada apa? " " Lana kamu kenapa Lan? "

" Ada tikus ? " " Satria, kamu apain Lana ?"

Aku memberanikan diri melihat sekeliling ternyata saat aku menjerit tadi semua sudah berkumpul di kamar termasuk pengawas kami Pak Eko. Kulihat semua teman baruku menunggu penjelasan ku dengan khawatir.

" Bae ada apa? Ada tikus ? " Satria memelukku dan membelai rambutku mencoba menenangkan ku.

Aku hanya terdiam tak menjawab namun telunjuk tanganku menunjuk lurus ke arah jendela kaca besar yang gordennya terbuka. Sontak seperti di aba - aba semua menghampiri jendela kaca itu.

Mereka melihat sekeliling jendela, karena itu jenis jendela kaca yang tidak bisa di buka, maka mereka semua tidak puas hanya dengan memeriksa dari dalam kamar saja. Bahkan Kio sudah mengeluarkan hp dan menyorotkan lampu senter ke arah kegelapan.

" Aku tadi habis mandi pas aku duduk di depan meja nakas aku ngeliat ada sepasang mata yang mandang ke dalem " Meski sedikit gemetar aku menceritakan kejadian itu.

" Bentar - bentar di belakang villa ini ada apa pak? " Bayu melihat ke arah Pak Eko.

" Setahu bapak di arah jendela itu kan pemandangan tebing yang mengarah ke laut, kalian tentu bisa mendengar suara debur ombak besar dari sini bukan ? " Pak eko memeriksa sekeliling sebentar dan menatap ke arahku. " Kamu yakin tadi bukan pantulan mata kamu sendiri Lana ? "

" Saya yakin pak karena mata saya yang di cermin ada di sebelah sini sedangkan mata yang melihat ke arah saya agak ke sebelah bawah " aku menunjuk cermin menjelaskan di mana aku melihat pantulan itu.

Rangga yang paling pendiam masih terpaku di depan jendela sambil menatap di suatu titik, Bayu dan Mawar mendekat ingin tau apa yang menyebabkan Rangga terdiam seperti itu sontak membelalak.

" Ada apa lagi ? Kok kalian kayak ngelihat setan ? " Kio menaikkan salah satu alisnya heran. Karena tak ada sahutan, seperti ada kesepakatan Kio dan Pak Eko iku maju dan melihat.

" Gusti " " Kok bisa ? Tadi waktu aku nyorotin hp ke situ nggak ada apa - apa ! " Kio setengah berteriak karena tak percaya.

Karena penasaran Celine, aku dan Satria ikut melihat dan sontak mata kami melotot seolah tak percaya pada pengelihatan kami sendiri.

Di sudut jendela sebelah kiri bawah sebelah luar pada salah satu teras kecil kami semua melihat sandal wanita hanya sebelah kiri, di atas sandal itu terdapat bangkai tikus yang sudah hilang kepalanya.

" Sumpah berani jomblo seumur hidup tadi aku pas nyorotin senter ke sini, nggak ada begituan " Kio pertama kali membuka suara.

" Itu kayak sandal cewek " Celine mengamati sandal di luar kaca itu sambil mengerutkan dahi.

" Kalian di sini ada yang kehilangan sandal nggak ? " Rangga menatap kami satu persatu. Serempak kami semua menggeleng, karena kami semua memang tak ada yang memakai sandal.

" Tadi pas kita tidur - tiduran apa gordennya sudah kebuka kayak gitu ? " Kali ini Mawar yang mengajukan pertanyaan.

" Awalnya ketutup tapi pas aku mau mandi aku buka soalnya aku pengen tau ada apa di luar saat itu aku dan Celine malah ngintip ke luar tapi nggak ngelihat apa - apa " Agatha menjelaskan.

" Makanya aku kok ngelihat kalian tertarik banget sama jendela, bukannya saat itu aku baru saja mandi ? " Mawar mencoba mengurutkan kejadian.

" Iya dan karena kamu tiba - tiba muncul kita lupa nggak nutup gorden. Aku langsung mandi bareng Agatha karena takut " Celine menjelaskan.

" Selesai mandi kalian berdua ke ruang tamu dan aku bangunin Lana , waktu itu aku yakin banget Lana berani sendiri setelah itu kalian bisa tebak sendiri kan kelanjutan ceritanya " Agatha tampaknya suntuk memikirnya sandai tempat bangkai itu.

" Begini saja jendela ini kan modelnya jendela mati tidak bisa di buka sementara biarkan saja sandal itu di luar sana barangkali tadi ada kucing yang pindah. Yang penting kita tutup rapat gordennya, kalau kalian masih takut kalian bisa tidur bareng - bareng di ruang tengah " Pak Eko memberi saran yang menyejukkan fikiran kami. Kami bergegas menutup gorden dan berbondong - bondong ke ruang tamu, di situ kami duduk bergerombol.

" Pokoknya kejadian tadi nggak usah di ambil pusing bisa jadi kan bener kata Pak Eko ada kucing pindahan " Bayu mencoba menenangkan.

" Betul bikin nightmare aja " Celine mengamini kata - kata Bayu.

" Tapi itu sandal kayak pernah tau tapi nggak tau dimana ? " Mawar mengerutkan kening mencoba mengingat dimana dia pernah melihat sandal seperti itu.

" Say emang pabriknya cuma nyetak satu ? Mungkin aja itu punya pengunjung lain yang sebelahnya putus daripada di bawa pulang mending dibuang " Asumsi Bayu sambil menepuk kepala Mawar lembut.

Sementara aku duduk sambil bersender di pundak Satria, Agatha menyelimuti ku dengan selimut yang di bawanya aku mengucapkan terimakasih yang di balasnya dengan senyum. Memang di bahu Satria aku merasa paling aman apalagi kalau dia membelai rambutku seakan meninabobokan.

" Kasihan ya Alana, dia pasti kaget banget " Kio menyelutuk.

" Sudah lebih baik kalian semua tidur besok kalian akan melihat tiga pantai yang masih bagus - bagus " Pak Eko menyuruh kami tidur.

Aku baru saja akan menarik kepalaku dari pundak Satria tapi dia hanya mengangkat kepalaku dan memindahkannya ke pangkuannya, sedang dia sendiri bersiap tidur dengan menyenderkan badannya yang tinggi ke sofa ruang tamu villa.

" Aku nggak lihat aku merem " Bayu menggoda kami sambil menyelimuti Mawar.

" Sama aku juga, anggap aja aku nggak ada hehehe " kata Rangga yang baru mengambilkan Celine guling dari kamar cowok.

Sementara Kio memilih fokus kepada Agatha yang sekarang tidur berbantal tangannya. Sementara Pak Eko hanya tersenyum melihat tingkah laku kami dan mulai merebahkan badannya ke sofa panjang.

Aku memejamkan mataku dan mulai tertidur. Aku tak tau sudah berapa lama aku tertidur saat aku mendengar jeritan ketakutan....