Sampai saat ini, peradapan Alterniamon (salah satu dari tujuh Bumi) masih sangat damai, sudah hampir 100 abad tidak ada perang karena para Vampir, Peri, Manusia, Serigala, Amazon, Berserk, dan Golem hidup masing-masing di benua kekuasaan mereka.
Hingga pada kemunculan Satir dari persembunyian, manusia setengah binatang, yang haus akan wanita dan darah, serta memiliki watak yang serakah dan jahat. Mereka terlahir dari manusia yang dikuasai oleh sihir hitam dan tunduk pada iblis, tampilannya sangat menyerupai vampir namun bisa berubah menjadi binatang sesuai kehendak mereka. Mereka sangat menginginkan tempat sendiri di dunia dan juga terobsesi untuk menjadikan para peri budak nafsu mereka. Namun sudah lebih dari setengah abad mereka tak bisa menemukan benua peri. Tak kehabisan akal, mereka pun menyebarkan desas-desus bahwa darah peri dapat membuat para vampir tahan terhadap sengatan matahari untuk kurun waktu 100 tahun, sehingga kabar itu sampailah kepada bangsa vampir dan membuat suku vampir yang tadinya hanya memburu manusia, kini juga mencari dan memburu para peri untuk diperas darahnya. Dengan begitu, suku Satir tetap dapat bergerak dibayang-bayang.
Kerajaan Zephyra, benua para peri, sudah lama tidak diketahui keberadaannya, bahkan para gagak peliharaan vampir pun tak bisa mendeteksi keberadaan mereka. Hal ini dikarenakan, Raja Peri Oberon membuat pelindung dari sihir yang sangat kuat, ia pun juga dibantu oleh istrinya yang merupakan seorang bidadari langit, dewi Arthemis, sehingga hutan yang menjadi tempat mereka tinggal tidak mudah terdeteksi oleh siapa pun.
***
Alunan nyanyian peri bersenandung indah. Bagi para peri, nyanyian peri merupakan cara berdoa kepada dewa. Para peri bunga menerbangkan kelopak mawar berwarna-warni untuk untuk menyebarkan kabar kepada seluruh penduduk hutan Zephyra atas kelahiran sang bayi, keturunan dari Raja Oberon dan dewi Arthemis.
Tidak seperti peri bunga yang lahir dari biji mawar atau pun peri tumbuhan yang terlahir dari akar tanah, dewi Arthemis melahirkan dengan cara persis seperti manusia.
Raja Oberon menggenggam tangan Arthemis dengan lembut, "Bertahanlah istriku," ucapnya dengan nada cemas.
"Apa kau khawatir kepadaku?" goda Arthemis dengan tersenyum. Selama ini Raja selalu bersikap tenang dan bijaksana, namun kali ini suaminya yang berdiri di sampingnya itu sangat terlihat sangat cemas dan panik. Arthemis menyembunyikan rasa sakitnya yang luar biasa agar tidak membuat Oberon semakin khawatir dan sedih.
Oberon mengecup telapak tangan Arthemis, "Tentu saja aku khawatir kepadamu, dan juga anak kita." Lalu Oberon mengeluarkan sebuat botol kaca berisi cairan berwarna jamrud dari sakunya, "Minumlah! Ini adalah berkah dewa dari pohon Yggdrasil."
"Bagaimana bisa?!" Arthemis terkejut.
"Aku dibantu oleh peri kelahiran dan juga peri pohon untuk mendapatkan berkah dewa," terang Oberon tak lepas memandang mata Arthemis yang terlihat lentik dan sayu.
Mata Arthemis langsung tertuju pada Vienna, peri kelahiran, yang sedari tadi membantu proses persalinan Arthemis. Vienna pun tersenyum dan menganggukkan kepala dengan anggun tanda hormat kepada Arthemis.
Dengan bantuan Oberon untuk sedikit mengangkat kepalanya, Arthemis menenggak air suci itu. Sesaat kemudian, Arthemis merasakan gejolak yang luar biasa dalam dirinya.
BLAR!!!
Cahaya putih kehijauan memancar dari tubuh Arthemis memenuhi seisi ruangan. Para penduduk Zephyra merasakan energinya, karena ini merupakan energi pohon kehidupan mereka yaitu Yggdrasil. Semua mata tertuju pada istana megah yang terbuat dari pohon dan permata itu mengeluarkan cahaya terang kehijauan yang semakin lama berubah menjadi warna keemasan, hal itu menandakan bahwa seorang bayi telah lahir dengan selamat. Mereka semua tersenyum bahagia, pohon-pohon, air, tanah, rumput, ranting dan juga hewan-hewan di sana mengharmonikan nyanyian peri.
"Selamat Raja Oberon dan Ratu Arthemis, seorang putri yang cantik telah lahir. Kemakmuran untuk Zephyra." Vienna memberikan seorang bayi perempuan yang terbalut selimut sutra ke pelukan Arthemis. Bayi itu dianugerahi kecantikan yang luar biasa dengan rambut dan alis mata berwarna keemasan mengikuti warna rambut dan kecantikan Arthemis, sementara cuping telinganya lancip seperti peri pada umumnya. Senyum Arthemis dan Oberon merekah karena sangat bahagia dengan kehadiran bayi itu, lalu mereka memberi nama dengan sebutan Ophelia, seorang putri pertama keturunan peri dan bidadari di benua peri, Zephyra.
Lima belas tahun kemudian.
"Putri Ophelia, tunggu aku!" teriak Regina yang merupakan peri hutan berusaha mengejar kecepatan Ophelia.
Sudah dari kecil, Ophelia sangat suka belajar hal baru dan selalu penasaran akan sesuatu, ia juga sangat menyukai berburu dan mengelilingi hutan. Ketangkasannya dalam memanah tidak perlu diragukan lagi. Ophelia memiliki sorot mata yang tajam dengan netra mata berwarna coklat keemasan. Ia selalu ditemani Regina yang terpaut dua tahun lebih tua darinya. Regina dipercaya untuk selalu menemani Ophelia kemana pun Ophelia pergi.
Ophelia berlari kegirangan dan melompat-lompat dari satu pohon besar ke pohon besar yang lain dengan cepat. Busur panah yang berada di tangannya tak pernah lepas dari genggamannya, hingga tiba-tiba seekor tupai keluar dari sarangnya, sontak membuat Ophelia kaget lalu tergelincir, beruntung sebuah daun besar yang dibantu kumpulan ranting menangkapnya terlebih dahulu sebelum Ophelia jatuh ke tanah. Lalu daun besar itu perlahan turun mendekati tanah, namun Ophelia masih pada posisinya yang terduduk setengah berbaring.
Regina yang kaget melihatnya hanya bisa menahan napas dan terdiam kaku, namun langsung lega ketika mengetahui Ophelia tidak terluka. Ia pun langsung menghampiri Ophelia, "Kau baik-baik saja?" tanya Regina sambil membantu Ophelia berdiri.
Ophelia mengangguk, "Terima kasih." Ophelia memberikan sentuhan lembut kepada daun besar yang menolongnya. Terlihat pula beberapa para peri kecil bersayap sedang memunguti anak panah yang berserakan di tanah lalu memasukkan ke dalam tempatnya. Setelah selesai, mereka terbang mengelilingi Ophelia lalu berlalu pergi.
"Ah kau ini, bikin kaget saja. Sudah, mulai dari sini kita berjalan kaki saja sampai ke istana," omel Regina.
"Baiklah," jawab Ophelia terkekeh.
Sepanjang perjalanan, semua memberikan salam yang sama ketika Ophelia melewati mereka, "Kemakmuran untuk Zephyra" dengan bahasa mereka masing-masing. Ophelia paham dengan semua bahasa peri tanpa mempelajarinya karena ia juga dianugerahi berkat putri.
Di tengah perjalanan, mereka melihat Kiev, keturunan peri sungai, sedang bersantai mengapung ditengah sungai. "Hai Kiev!" sapa Ophelia sedikit berteriak dari pinggiran sungai. Kiev yang mendengarnya langsung bangkit dan merubah ekornya menjadi sepasang sayap. Warna perak disekujur tubuh dan rambutnya sangat mencirikan bahwa Kiev akan menjadi penerus penjaga sungai selanjutnya.
Kiev terbang menghampiri Ophelia dan berlutut dihadapannya, "Kemakmuran untuk Zephyra."
"Hei Kiev, kau ini. Berdirilah!" perintah Ophelia, Kiev berdiri dengan patuh. "Kita kan teman, mengapa kau sangat formal kepadaku?" tanya Ophelia memandangi wajah Kiev yang tertunduk hormat.
"Maafkan aku, tuan putri. Bagaimana pun kau adalah seorang putri yang agung dari negeri ini, aku diajarkan untuk selalu hormat padamu." Suara Kiev yang terdengar sangat lembut terkadang membuat Ophelia lupa jika Kiev adalah seorang anak laki-laki.
"Ah, begitu ya. Haha. Oya, kau kan sudah berjanji akan mengajariku terbang tanpa menggunakan sayap," ujar Ophelia mengingat janji Kiev tempo hari.
Kiev menerawang kembali ketika Ophelia terjatuh ke dalam sungai dari atas pohon lalu mengomeli Ophelia habis-habisan karena "bagaimana bisa seorang peri tidak bisa terbang?", setelah kejadian itu Kiev diomeli oleh orangtuanya dan baru mengetahui jika peri yang ia tolong adalah seorang putri dari kerajaan Zephyra, lalu orangtuanya menyuruh Kiev meminta hukuman pada tuan putri karena berlaku tidak sopan terhadap tuan putri peri Ophelia. Ophelia yang berhati lembut memaafkan Kiev lalu memberikan "hukuman jail" kepada Kiev untuk mengajarinya terbang tanpa sayap yang terdengar sangat mustahil.
Ophelia memandangi Kiev yang sedang merenung dengan mata berbinar, "Hei Kiev, kau sedang berfikir caranya ya?" tanya Ophelia bersemangat.
"Tidak tuan putri, bahkan saya tidak memikirkan caranya. Karena sangat mustahil anda bisa terbang tanpa sayap kecuali jika anda adalah seorang dewi langit," terang Kiev menjelaskan.
"Dewi langit?" gumam Ophelia. "Ah, IBU!" Ophelia membulatkan matanya karena baru teriangat sesuatu. "Regina, ayo cepat kita pulang ke istana, ibu pasti sudah menungguku, aku sudah berjanji untuk makan malam bersama." Ophelia langsung berlari meninggalkan Kiev, dan disusul oleh Regina yang tidak habis pikir dengan kelakuan Ophelia. "Kiev, besok kita bertemu lagi ya," teriak Ophelia dari kejauhan.
Kiev yang mendengarnya hanya bisa terdiam ditempatnya dan melihat Ophelia yang lambat laun menghilang dari pandangannya.
Ophelia berlari kencang seperti kuda, begitu pun dengan Regina yang sudah terbiasa berlari alih-alih menggunakan sayapnya. Regina tidak ingin menggunakan sayapnya di depan Ophelia.
Penjaga istana yang melihat kedatangan Ophelia dari jauh langsung membuka pelindung istana dan membuka gerbangnya, dengan cepat Ophelia dan Regina melewati gerbang menuju Antarium, tempat ibunya, Ratu Arthemis di rawat.