Chereads / Alterniamon / Chapter 5 - Kerajaan Voresham

Chapter 5 - Kerajaan Voresham

Voresham, kerajaan vampir dengan keluarga Valderman sebagai penguasanya. Sudah menjadi rahasia umum jika vampir sangat menyukai darah manusia. Ratu Valetta yang hanya menyukai darah dari manusia perawan sedang menikmati hidangannya di ruangan pribadinya.

Arthur, sang pangeran kegelapan tampan berwajah pucat dan memiliki warna bibir semerah darah sedang melihatnya dari balik pintu yang sedikit terbuka mensorotkan tatapan tajam ke arah Valetta. Lalu menundukkan pandangannya ke arah kakinya ketika Valleta mulai menggigit leher mangsanya. Sampai saat ini Arthur masih mencari ide bagaimana cara untuk membunuh Valetta yang telah membunuh ibu kandungnya yang bernama Ellora.

Ketika Arthur berumur 3 tahun, ia tak sengaja menyaksikan pembunuhan itu. Valetta menggigit Ellora dan membuatnya mati menjadi abu akibat racun yang dikeluarkan dari taring milik Valetta. Sejak saat itu Arthur menjadi takut dengan Valleta namun semakin lama berubah menjadi dendam. Hingga kini usianya yang sudah mencapai 19 tahun, Arthur tetap tidak bisa melakukan apa-apa, bagaimana pun vampir muda tidak akan pernah bisa menang melawan vampir yang usianya lebih tua. Itu sudah menjadi hukum alam di negeri vampir.

Arthur pun mengembalikan pandangannya ke arah Valleta, namun ternyata Valleta sudah tidak ada di sana, yang terlihat hanya bekas mangsanya yang sedang tertidur pulas. Ia pun memutuskan untuk pergi dari sana, namun ternyata Valleta sudah berdiri tepat berada di belakang tubuhnya.

"Hello anak nakal, tidak sopan mengintip seseorang yang sedang makan," ujar Valetta sambil tersenyum sinis.

"Ah, maafkan aku Ratu! Tadi ada yang ingin ku sampaikan kepadamu, namun ternyata kau sedang makan, jadi aku ragu untuk masuk," sergah Arthur yang terkejut akan keberadaan Valleta yang sudah berada di belakangnya.

Valetta mengendus tubuh Arthur lalu mendekati cuping telinganya sambil mengeluarkan taring tajamnya, seketika membuat Arthur bergidik dan menelan ludahnya dengan berat. Namun Arthur berusaha bersikap tenang. Valleta tersenyum melihat reaksi Arthur.

"Mengapa aku selalu mencium hawa membunuh dari tubuhmu, anak manis?" tanya Valetta sambil memegang dagu Arthur dengan ujung jarinya.

"A-apa maksudmu, Ratu?" tanya Arthur berusaha mengelak.

"IBU! PANGGIL AKU IBU! Panggil aku Ibu, Arthur!" pekik Valetta.

"Iya, I-ibu..," ucap Arthur pasrah.

"Anak pintar. Jadi, apa yang ingin kau katakan padaku, Pangeran?" tanya Valleta dengan tatapannya yang dibuat terliat sayu agar Arthur tidak takut padanya. Valleta sangat berharap bisa dekat dengan Arthur.

"Itu … aku ingin ke kota dan mencari mangsaku sendiri," ujar Arthur.

Valleta tertawa terbahak-bahak, "Rupanya kau sudah besar, Pangeran. Baiklah, tapi hati-hati dengan cahaya. Jika tidak, maka kau akan terbakar," ucap Valleta.

"Terima kasih, Rat- emm … maksudku Ibu."

Arthur pun meninggalkan Valleta. Ia melewati lorong-lorong kastil yang gelap dan ketika sampai di lobi kastil, Arthur menghentikan langkahnya. Ia melihat ke belakang dan merasakan hawa sekitar, karena tidak merasakan hawa siapapun, ia langsung melesat keluar istana dengan cepat.

Arthur pun melompat dari satu atap rumah ke atap lain dan menyaksikan kehidupan malam di negeri vampir. Ia memperhatikan satu per satu sesuatu yang dilewatinya. Ternyata mereka memiliki kehidupan yang biasa, mencuci pakaian, menimba air dan merawat hewan ternak seperti kuda, kambing dan ayam.

Bagi penduduk vampir yang tidak memiliki kekuatan berburu, hanya bisa menikmati darah hewan dan daging mentah sebagai makanan mereka. Semua vampir dapat melihat dalam gelap, namun ketika malam hari mereka tetap memakai sebuah penerangan lampu yang mereka beli dari pedagang yang mengambil barangnya dari negeri manusia.

Arthur pun memutuskan berjalan biasa dan melihat sekitar secara langsung. Sampailah ia di gang yang terlihat sepi. Ditengah perjalanannya, ada sesuatu yang menarik jubahnya. Arthur melihat seorang anak vampir berpakaian lusuh sedang menatap ke arahnya.

"Itu dia, tangkap anak itu!" teriak seorang vampir dewasa dari kejauhan. Arthur sadar, rupanya mereka mengejar vampir kecil ini. Dengan secepat kedipan mata, Arthur langsung mencekik vampir dewasa itu. Keadaanpun menjadi tegang.

"Si-siapa kau?" tanya vampir itu dengan terbata kepada Arthur. Belum sempat menjawab, seorang vampir yang lain berusaha menyerang Arthur dari belakang namun Arthur menyadarinya dan langsung melemparkan vampir yang dicekiknya ke arah temannya. Mereka berdua pun terlempar sampai membuat sebuah tembok roboh. Setelah itu mereka pun kabur karena menyadari kekuatan Arthur yang tak sebanding dengan kekuatan mereka.

Arthur yang malas, tidak berniat mengejar mereka. Ia langsung menghampiri vampir kecil itu, "Siapa namamu?" tanya Arthur.

"A-aku Sonya," jawab vampir kecil itu dengan sedikit takut karena ekspresi wajah Arthur yang dingin.

"Kenapa mereka mengejarmu?" tanya Arthur lagi. Sonya yang gemeteran tak bisa menjawab pertanyaan Arthur. "Ck, merepotkan!" gumam Arthur. Sonya yang mendengarnya langsung memasang wajah ingin menangis. "Ah, maafkan aku, maksudku bukan kamu," ujar Arthur panik. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Namun beberapa saat kemudian ia tersadar, 'Memangnya vampir bisa menangis ya?' pikirnya.

"Sudah, ayo aku antar pulang ke rumahmu! Sebentar lagi cahaya akan terbit, akan berbahaya kalau kau tetap di luar sini. Dimana rumahmu?" tanya Arthur. Sonya tetap tidak bergeming, lalu ia menunjuk ke arah barat dengan tangannya.

"Duh!" keluh Arthur. Ia merasa heran dengan Sonya.

Mereka pun berjalan beriringan, namun baru berjalan sebentar, Sonya menghentikan jalannya karena merasa lelah. Arthur pun berinisiatif untuk menggendong Sonya karena merasa iba padanya.

Dengan petunjuk dari dari Sonya, mereka pun sampai di kediaman Sonya. Terlihat dari luar rumahnya yang sangat kumuh, Arthur melihat seorang wanita yang menunggu dengan panik.

"Ahh, Sonya….," pekik wanita itu setelah melihat Sonya.

Sonya langsung turun dari gendongan Arthur dan berlari ke pelukan wanita itu yang merupakan ibunya. Selang beberapa saat, laki-laki yang terlihat seperti ayahnya Sonya mendekati mereka.

"Syukurlah Sonya, Ayah mencarimu kemana-mana," ujar ayahnya.

"Kakak itu yang membantuku," ucap Sonya dengan suara khas anak kecil.

"Te-terima kasih," ucap ayahnya Sonya dengan ragu. Ia merasakan aura yang sangat kuat dari tubuh Arthur.

"Baiklah, aku pergi," ucap Arthur datar lalu membalikkan tubuhnya.

"Kakak, tunggu!" panggil Sonya. Arthur berbalik dan melihat ke arahnya.

"Siapa nama kakak?" tanya Sonya penasaran.

"Arthur, Arthur Valderman," jawab Arthur singkat.

Wajah Ibu dan Ayah Sonya langsung berubah, teror tergambar di wajah mereka.

"Ka-kau … apakah kau pangeran kegelapan dari keluarga Valderman?" tanya Ayah Sonya terbata karena takut.

"Benar," jawab Arthur dingin.

Setelah mendengar jawaban Arthur, mereka berdua langsung bersimpuh sujud di hadapan Arthur. Sonya pun kebingungan, lalu berlari ke samping ibunya dan ikut bersujud.

"Ma-maafkan kami tidak mengenalimu, Tuan," ujar ayahnya Sonya.

"Ck, kalian bangunlah! Jangan bersujud seperti itu di depanku," ujar Arthur kesal karena dihadapkan sesuatu yang merepotkan. Ia menyesal sudah memberi tau namanya kepada mereka.

Mereka bertiga pun bangun dan berdiri sesuai perintah Arthur. Mereka tidak mau membuat Arthur marah.

"Sudahlah, aku pergi!" Arthur mengibaskan jubahnya. "Ah, satu hal lagi, jangan beri tau siapapun tentangku dan jangan sampai kehilangan anak kalian lagi!" ujarnya dengan nada kesal.

Arthur pun langsung melompat ke atap rumah dan pergi dari sana secepat kilat.

"Ah sial! aku harus cepat sampai ke kastil sebelum cahaya terbit!"