Chereads / Alterniamon / Chapter 6 - Penasaran

Chapter 6 - Penasaran

Arthur telah sampai di Kastilnya tepat waktu, "Huh, hampir saja!" keluhnya kesal tapi lega.

"Padahal hari ini niatku ingin berburu manusia, malah menemui hal merepotkan." 

Arthur berjalan melewati lorong-lorong Kastil. Lalu ia terhenti di sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Itu adalah ruang kerja ayahnya.

"Selamat pagi Ayah," sapa Arthur dari balik pintu. 

"Masuklah Arthur, jangan di depan pintu seperti itu!" perintah ayahnya yang memiliki sebutan king Valderman.

Arthur menuruti perintah ayahnya dan menutup pintu ruangan itu.

"Sudah waktunya tidur, kau tidak lelah?" tanya Arthur.

"Hmm … aku sedang sibuk mengurus negara. Voresham sedang dilanda kekeringan."

"Tapi kan kita tidak membutuhkan air," ucap Arthur polos.

"Kau ini bodoh. Apa kau tidak tahu bahwa rakyat kita kebanyakan petani? Jika mereka tidak bisa menumbuhkan tumbuhan, maka hewan ternak mereka akan mati. Jika hewan ternak banyak yang mati, maka mereka bisa kelaparan," terang Valderman.

"Ah, maafkan aku," ujar Arthur menyesal. Sejenak ia mengingat Sonya yang terlihat kecil dan kurus. Sekarang Arthur tau apa penyebabnya.

"Tch! Kau ini, sudah sedewasa ini tidak mau membantu pekerjaanku? Bagaimanapun kau adalah penerus kerajaan ini nantinya," omel Valderman sembari membereskan tumpukan kertas yang selesai ia periksa.

"Ah, sungguh merepotkan! Lagipula kan usiamu masih panjang, ayah. Jadi kau saja yang mengurusnya," celetuk Arthur.

Valderman langsung melayangkan gelas yang terbuat dari emas ke arah wajah Arthur namun dengan reflek yang bagus, Arthur dapat menghindarinya.

Valderman menarik panjang nafasnya, kelakuan anaknya ini sungguh membuatnya sedikit stres. Sikapnya yang acuh dan tidak sopan tidak bisa diubah sedikitpun.

"Sudahlah, lebih baik kau tidur saja. Nanti malam kau harus ikut denganku untuk pertemuan!"

"Tapi….,"

"Jangan membantah lagi!" ucap Valderman tegas.

Arthur yang tidak ingin mendapatkan masalah hanya terdiam. Dalam hatinya merasa menyesal telah mampir ke ruangan ini. Ia pun segera pamit dari sana dan menuju ruangannya.

***

Arthur membuka petinya dengan kasar sekali hentakan. Lalu ia bangun dari sana.

Sudah menjadi hal lumrah, semua vampir tidur di dalam peti. Ia pernah mencoba tidur di atas kasur yang empuk malah membuatnya sangat tidak nyaman.

Ia langsung mengganti pakaian tiduran dengan setelan harian. Oh tidak! Dia langsung menggantinya lagi dengan pakaian khas kerajaan vampir karena ia baru ingat hari ini diajak oleh ayahnya untuk sebuah pertemuan.

Tok..tok..tok…

Sebuah ketukan di pintu kamarnya terdengar.

"Siapa?" tanya Arthur. Keningnya berkerut sebab dia merasa heran karena belum pernah ada yang mampir ke kamarnya selain mendiang ibunya dahulu.

"Ini aku," jawab Valetta yang langsung membuka pintu kamarnya.

Wajah Arthur seketika berubah masam. Namun ia berusaha untuk menutupi kekesalannya.

Valetta mendekati Arthur dengan secepat kilat.

"Wow, kau sangat tampan anakku." Valetta membenahi kerah pada jubah Arthur. "Coba saja setiap hari kau berdandan seperti ini. Apakah kau ada acara hari ini?" tanya Valetta.

"Ya, aku diajak Ayah untuk ikut ke sebuah pertemuan," jawab Arthur datar.

"Pertemuan apa itu? Mengapa aku tidak tahu?"

"Entahlah, aku tidak tahu," jawab Arthur sekenanya.

"Hmm, sepertinya Raja ingin mengenalkanmu pada seorang gadis." Valetta mengusap dada bidang Arthur dari belakang. Arthur bergidik.

Arthur melepaskan tangan Valetta dengan perlahan dan menjauhi Valetta dengan hati-hati.

"Tidak mungkin. Tadi pagi Ayah hanya mengomel karena tidak membantu sama sekali dalam pekerjaan," terang Arthur apa adanya.

Valetta berlenggang ke arah sofa panjang di sisi ranjang dan duduk menyilangkan kaki di sana, "Ya…. kita lihat nanti. Ayahmu pasti sudah ingin memiliki cucu darimu," goda Valetta terkekeh.

Arthur mendengus. "Sudah, aku pergi dulu Rat- emm … maksudku Ibu," ucap Arthur dan langsung keluar dari sana.

Valetta mendelik. Dalam hatinya merasa kesal karena tidak mendapatkan informasi apapun tentang Arthur. Bagaimanapun ia tidak mau Arthur cepat menikah karena ia masih ingin menikmati peran sebagai Ratu di kerajaan Voresham.

**

Setelah pertemuan selesai, Arthur menuju sebuah taman yang dipenuhi oleh mawar putih untuk sekedar mencari hawa segar.

Sepanjang pertemuan tadi sangat membuatnya lelah.

"Arthur, mengapa kau malah kabur kesini?" teman sebayanya yang bernama Ramond mengagetkannya.

"Aku sangat bosan di sana, kau sendiri?" tanya Arthur datar.

"Sama. Hahaha."

Arthur terdiam. Dia merasa tak dekat dengan Ramond jadi tak terlalu menggubrisnya.

"Hmm … sikapmu masih saja dingin," ujar Ramond menyindir. Lalu ia mendekat sedikit pada Arthur, "Harusnya kau bisa membuka hati pada orang lain dan mulai berteman," imbuhnya.

"Aku tidak tertarik," jawab Arthur singkat.

"Ya ampun, kau ini. Tenang saja, aku akan siap menjadi teman pertamamu. Hahaha…" Ramond langsung merangkul bahu Arthur.

Arthur yang merasa risih langsung menatap tajam ke arah tangan Ramond, seketika Ramond melepaskan tangannya.

"Ah, maafkan aku," ucap Ramond menciut.

"Aku akan diamkan karena kau anak dari seorang Baron, ayahku menghormati ayahmu," ucap Arthur sinis.

"Hey, jangan begitu. Lalu bagaimana kau yang anak Raja? Apa aku harus bersujud padamu?" ledek Ramond. "Padahal aku hanya ingin berteman denganmu," imbuhnya dengan nada mencibir.

Arthur berfikir sejenak, tak ada salahnya jika ia dekat dengannya. Ramond akan sangat berguna untuk mengumpulkan informasi karena ia dan keluarganya seorang pedagang.

"Baiklah, mulai saat ini kau temanku," ujar Arthur datar.

"Benarkah? Wahhh … aku tidak menyangka kau mau berteman denganku!" teriak Ramond karena terlalu senang.

Arthur melirik ke arah wajah Ramond, "Begitu senangnya kah kau?"

"Tentu saja, sini aku beri tahu suatu rahasia untuk hari pertama kita berteman," bisik Ramond.

"Apa?" Arthur langsung berubah mimik wajahnya menjadi sangat penasaran.

"Ya ampun, kau sangat lucu!" Ramond menggoda Arthur yang berwajah penasaran.

"Sudahlah, tidak jadi."

"Haha, aku hanya bercanda kawan." Ramond merangkul lagi pundak Arthur, "Aku dengar-dengar dari vampir jalanan kalau darah peri bisa membuat kita hidup di siang hari. Jadi kita tidak akan terbakar meski bermandikan cahaya," bisik Ramond.

Mata Arthur terbelalak, "Benarkah?!" teriak Arthur terkejut.

"Ssttt… suaramu terlalu keras." Ramond melihat sekitar untuk memastikan tidak ada yang mendengar teriakan Arthur.

"Dari mana kau dapat informasi itu? Apakah bisa dipercaya?" tanya Arthur.

"Ya … aku tidak tahu itu. Tapi aku mendengarnya langsung dari kalangan vampir rendahan. Mereka sangat antusias dan berlomba-lomba mencari mereka. Bahkan sampai ada yang berpetualang untuk mencari para peri. Tapi kau kan tahu sendiri, tidak pernah ada yang tahu dimana para peri berada. Bahkan keberadaannya benar-benar ada atau tidak, masih diragukan," terang Ramond panjang lebar.

"Tapi jika informasimu benar, kita akan sangat diuntungkan. Aku juga penasaran bagaimana rasa darah mereka." Pandangan Arthur sedikit menerawang.

"Astaga! Kau sadis sekali. Padahal menurut legenda, mereka terlahir sangat cantik. Hmm, rasanya agak sayang untuk jadi makanan."