Malam hari tiba.
Setelah perjamuan makan malam dengan Arthemis, Ophelia memutuskan untuk pergi ke bukit peri, ia duduk di bukit yang menjadi tempat favoritnya setiap malam itu. Dari sana terlihat jelas hutan peri yang sangat terang oleh jamur bercahaya dan kunang-kunang, kerlipan peri juga terlihat sangat lembut. Ia merasa sangat bersyukur dapat hidup di kota yang indah dan damai seperti di kerajaan Zephyra.
Ophelia menghela nafas lalu membaringkan tubuhnya dengan tangan yang terangkat ke atas, 'Hmm, andai saja Ibu segera pulih, aku ingin sekali mengajak Ibu ke tempat ini,' gumannya dalam hati dengan penuh pengharapan. Ia memandangi sebuah busur yang tadi diberikan oleh Arthemis lalu beralih ke atas langit, "Ah, langit malam Alterniamon sangat indah," ujarnya sambil tersenyum melihat rasi bintang berwarna kuning, putih dan ungu yang terlihat acak, dipadukan pemandangan aurora hijau yang indah.
"Sudah ku duga kau ada di sini tuan putri Ophelia," ucap Regina.
"Ah, ternyata kau Regina. Ada apa mencariku malam-malam begini?" tanya Ophelia dengan tetap melihat langit.
"Ya … entahlah, aku tidak bisa tidur dan ingin saja menemuimu," jawab Regina sambil melihat wajah Ophelia yang sedang fokus memandangi langit.
"Kau … baik-baik saja?" tanya Regina lagi ragu.
Ophelia memejamkan matanya lumayan lama lalu berkedip pelan, "Tentu saja aku tidak baik-baik saja. Menurutmu, apakah Ibu akan sembuh? Aku sangat khawatir dengan keadaannya." Ophelia melenguh panjang.
Regina mendekat ke samping Ophelia dan ikut berbaring di sana, "Apapun yang terjadi, kau tau kan, aku tidak akan pernah meninggalkanmu dan akan selalu berada di sisimu," ucap Regina mencoba menenangkan Ophelia walau hanya sedikit.
"Hei, kau bahkan tidak menjawab pertanyaanku. Emm … Apakah tidak ada cara lain? Apakah benar-benar tidak ada harapan lagi untuk Ibu sembuh?" suara Ophelia terdengar serak seperti ingin menangis.
"Tenanglah tuan putri, aku yakin semua akan baik-baik saja," ujar Regina sambil menggenggam erat tangan Ophelia. "Ohya, kau kan sudah dapat berkat bidadari, mungkin kau … sudah bisa terbang?" ucap Regina lagi dengan bersemangat.
Ophelia membulatkan matanya lalu terduduk karena terkejut. Ia lupa, padahal niatnya ke bukit ini adalah untuk mencoba apakah ia sudah bisa terbang atau belum, "Ah iya, aku hampir saja lupa!" pekik Ophelia.
"Ingin mencobanya sekarang?" tawar Regina. Ophelia mengangguk semangat.
Ophelia bersiap untuk berlari, namun tiba-tiba Regina menghentikannya.
"Tunggu, untuk berjaga-jaga, lebih baik kau jangan langsung terjun ke bawah sana ya! Kita harus memastikan dulu, apakah kau benar-benar sudah bisa terbang atau tidak, oke?" ujar Regina.
"Ah kau benar juga, baiklah….," Ophelia merasa yakin bahwa ia sudah bisa terbang.
Ophelia pun memejamkan mata dan memfokuskan pikirannya. Angin berhembus lembut di sekujur tubuh Ophelia hingga mengibaskan rambutnya yang indah. Lalu ia membuka matanya dengan sorot mata yang terlihat tajam, sambil tersenyum ia berkata dalam hati, 'aku bisa terbang!'.
Kemudian ia berlari sampai tanpa sadar sudah hampir mendekati jurang namun ternyata ia belum bisa terbang, karena larinya yang sangat cepat, ia merasa tidak seimbang untuk menghentikan kecepatan berlarinya, namun dengan sigap, Regina menggapai tangannya tepat sebelum Ophelia terjatuh.
"Astaga! Berbahaya sekali! Sudah ku bilang kan, kau harus berhenti jika sudah hampir mendekati jurang!" omel Regina.
"Ah, terima kasih Regina. Maafkan aku, tadi aku terlalu fokus dan kehilangan keseimbanganku." Ophelia meringis hingga menunjukkan susunan giginya di atas dan bawah. Regina baru sadar, taring milik Ophelia terlihat terlalu tajam untuk seorang peri, namun ia tidak terlalu memikirkannya.
"Sudahlah, mari kita coba lagi tanpa berlari, kita lakukan di bawah pohon itu," ucap Regina sambil menunjuk sebuah pohon yang tidak terlalu besar.
Mereka pun segera menghampiri pohon itu.
"Sekarang coba kau terbang ke atas sana, tanpa melompat," pinta Regina. Ophelia pun menuruti ucapan Regina.
Ophelia memfokuskan pikirannya lagi dan mencobanya. Wajahnya terlihat sangat serius sampai berkerut. Setelah beberapa menit mencoba, ia tidak kunjung berhasil. Namun Ophelia tidak putus asa. Wajahnya makin serius dan terlihat sedikit lucu karena memerah.
Regina yang bingung dan merasa telah menunggu lama, "Hei, apa yang kau lakukan? Tidak mau terbang?" tanyanya sambil memasang wajah datar.
Ophelia tidak menggubris ucapan Regina dan masih saja fokus, hingga ekspresi wajahnya tidak tertolong lagi. Regina pun terkekeh melihat wajah Ophelia yang berantakan.
"ARGHHH!! Percuma! Tidak bisa!" pekik Ophelia histeris sambil mengacak-ngacak rambutnya sendiri.
"Hahaha, sudahlah tuan putri! Kita coba lagi besok saja." Regina memberikan saran.
Ophelia tertunduk lemas dan merasa putus asa, "Apa aku benar-benar seorang peri?" gumamnya pelan. Regina yang merasa iba langsung memeluk Ophelia.
"Tentu saja kau adalah seorang peri. Semua orang di zephyra pun juga tau bahwa kau adalah seorang tuan putri peri Ophelia, jadi janganlah berfikir yang aneh-aneh," ucap Regina menenangkan Ophelia. Karena mendengarnya, Ophelia pun membalas pelukan Regina.
Setelah Ophelia tenang, mereka pun kembali ke istana untuk beristirahat.
Keesokan harinya.
Setelah Ophelia membersihkan diri, ia pun dibantu oleh Regina untuk memakai perlengkapan berburunya. Tiba-tiba seorang dayang peri mengetuk pintu dan memberitahukan jika Raja Oberon datang. Oberon pun masuk ke dalam kamar Ophelia.
"Kemakmuran untuk Zephyra," sapa Ophelia dan Regina serentak. Kemudian Regina keluar dan menutup pintunya.
"Ada apa Ayah? Tumben sekali kau datang ke kamarku? Aku bisa menghampirimu jika kau ingin bertemu denganku," ucap Ophelia lembut.
Oberon menghampiri Ophelia lalu mengecup kening putri kesayangannya itu, "Selamat anakku, kemarin kau sudah mendapatkan berkat bidadari dari ibumu. Maafkan Ayah tidak berada disampingmu ketika kau menerima anugerah itu," ucap Oberon lembut sambil tersenyum. Ophelia pun merasakan kehangatan dihatinya.
"Terima kasih Ayah." Ophelia langsung memeluk Oberon dengan erat dan Oberon pun membalas pelukannya.
"Ada satu hal penting lagi yang harus kau ketahui, anakku,"
Ophelia mengerutkan kening dan melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Oberon, "Hal penting apa Ayah?" tanya Ophelia penasaran. Oberon terdiam sejenak yang membuat Ophelia semakin bingung, "Ada apa Ayah? Katakan padaku," pinta Ophelia lembut.
"Kau … kau akan melakukan ritual pemberkatan peri langit di malam semeton pesta panen nanti," ucap Oberon ragu.
Ophelia terkejut, jantungnya berdegup kencang, "Tapi usiaku belum 16 tahun, Ayah. Ayah bilang, berkat biadadari dan peri langit akan aku dapatkan ketika usia 16 tahun, kenapa semua harus aku dapatkan sekarang?"
Oberon mengalihkan pandangannya dan berjalan menuju jendela kamar Ophelia, "Ada sebuah ramalan, Zephyra akan mengalami kehancuran," ujar Oberon pelan.
Ophelia membelalakkan matanya karena terkejut, ia pun mendekati Oberon, "Bagaimana mungkin bisa Ayah?" tanya Ophelia seolah tak percaya.
Oberon tidak menjawab lalu meraih tangan Ophelia, "Maafkan Ayah, Ophelia. Seharusnya Ayahlah yang melakukan tugas itu untuk melindungimu dan kerajaan ini. Tapi malah dirimu yang harus mengemban tanggung jawab yang besar ini. Kau tau kan, hanya kau yang bisa diterima oleh pohon kehidupan Yggdrasil untuk menjaga kemurnian pohon kehidupan agar tetap bisa hidup. Sudah jadi tradisi di kerajaan Zephyra, hanya keturunan kerajaan terakhirlah yang akan menerima berkat pohon kehidupan. Berkat pohon kehidupan milik Ayah sudah hilang semenjak Ayah menikahi ibumu," terang Oberon sambil menitikkan air mata.