" Mau kemana tuan , di sini aja. Biar saya yang keluar melihat situasi " sang sopir melepaskan sabuk pengaman, kemudian membuka pintu mobil melihat situasi di luar.
Sang sopir berjalan menuju arah depan , ternyata di depan ada kecelakaan beruntun. Terdapat satu truk pengangkut bahan baku satu buah mobil Inov* dan dua sepeda motor ringsek. Korban berjatuhan sebanyak lima orang, dua orang meninggal di tempat dan satu luka bakar di bagian kaki kiri.
Sang sopir langsung kembali ke mobil " maaf tuan seperti nya jalan ini tidak bisa di lewati "
" Kenapa tidak bisa " menatap sopir nya melalui spion tengah dengan tatapan tajam.
" Anu...tuan di depan ada kecelakaan jadi jalan nya tidak bisa di lewati " ucap nya sembari menunduk tak berani membalas tatapan tuan nya walau memalui spion tengah.
" Haiss...." umpat Akara.
" Apa bisa putar balik? "
" Seperti bisa tuan, tapi harus menunggu pihak polisi dulu baru kita bisa putar balik. Jalan ini satu arah"
" Haah...baik lah " ujar Akara dengan pasrah.
Beberapa menit kemudian mobil polisi bersamaan mobil ambulance terdengar sirine nya pertanda baru datang dan siap mengeksekusi korban dan juga kendaraan.
" Bisa putar balik sekarang? " tanya Akara yang terlihat tidak sabaran.
" Tunggu sebentar tuan, habis mobil itu baru mobil kita bisa bergerak "
Sedari tadi wajah Akara nampak tidak tenang , sesekali ia mengusap kasar wajah nya.
Setelah mobil yang di depan nya sudah mulai jalan , baru lah mobil Akara mengikuti mobil yang berada di depan nya.
" Mampir dulu ke toko buah " celetuk Akara sembari memandang kendaraan umum dari jendela mobil.
Sang sopir melirik sekilas ke arah spion tengah , setelah itu mengangguk kepala kecil.
Di perjalanan kedua manusia diam seribu bahasa tak ada yang mengawali pembicaraan. Yang satu nya fokus ke jalan raya sedang kan penumpang bagian belakang sedang asik menikmati pemandangan luar dari dalam mobil.
Mobil yang di tumpangi Akara berhenti di depan toko buah. Akara cepat cepat masuk ke dalam untuk membeli beberapa macam buah.
Akara tidak sendirian sewaktu membeli buah , sang sopir pun ikut masuk ke dalam tugas nya membawakan barang belanjaan nya. Ia hanya memilih dan selanjutnya membayar.
Akara memilih buah jeruk , anggur hitam , apel merah dan hijau , buah semangka dan buah pepaya. Sesampai di kasir Akara langsung membayar tagihan belanjaan menggunakan kartu ATM.
" Pak, tolong bawakan belanjaan dan masukan ke dalam mobil. Jangan di taruh di bagasi , taruh di dekat tempat duduk saya " ujar Akara sembari memasukan kembali kartu ATM nya.
" Baik tuan " sang sopir langsung membawakan barang belanjaan tanpa protes sedikit pun. Di taruh dekat tempat duduk tuan nya.
" Sudah beres? " tanya Akara yang baru saja keluar dari toko buah. Sembari membawa satu parsel buah yang ukuran nya besar.
Sang sopir heran dengan tuan nya hari ini, tidak seperti biasa nya membeli buah segitu banyak nya. Biasa nya membeli buah seperlunya saja. Mau bertanya tapi sungkan , kalau tidak tanya kepikiran terus. Susah emang jadi orang suruhan.
Akara paham akan kebingungan supir nya, sangat gampang untuk membaca ekspresi wajah. Di tambah dengan sorot mata lengkap sudah untuk menebak isi pikiran seseorang.
Tak butuh waktu lama, tiba lah Akara di mansion nya dengan selamat tanpa ada cacat sedikit pun, Akara langsung bergegas naik ke lantai dua.
Para pekerja rumah di buat melongo dengan tingkah tuan nya kali ini.
Sebelum masuk ke kamar Akara mengatur nafas sejenak agar orang yang berada di dalam tidak cemas dengan keadaan Akara. Di rasa sudah cukup baru lah Akara mengetuk pintu dengan pelan.
Tok...
Tok...
" Masuk " ucap orang yang berada di dalam.
Ceklek...
" Oma... " panggil Akara dengan suara lembut.
Yap sedari tadi Akara di buat cemas dengan keadaan Oma nya. Sebelum pulang Akara mendapatkan kabar bahwa penyakit yang di derita oleh oma sempat kambuh, alhasil suster langsung memberi tau keadaan sebenarnya Oma nya kepada Akara.
Tanpa pikir pusing Akara memutuskan pulang terlebih dahulu, ia sangat mencemaskan Oma nya. Ia sangat menyayangi Oma nya melebihi sayang ke pada orang tua.
Akara melangkahkan kaki nya menuju ranjang tidur yang di mana Oma nya sedang berbaring di atas.
" Oma " ucap nya sembari duduk di kursi dekat ranjang tidur om nya. Ia menggenggam telapak tangan Oma nya yang sudah berkeriput.
" Ya Chu " tangan kiri nya mencoba meraih wajah cucu nya.
Setelah berhasil memegang wajah tampan cucu nya , ia menampilkan seutas senyum yang bisa membuat orang lain ikut tersenyum juga.
" Sudah pulang kamu Chu? "
Akara hanya menganggukkan kepala nya dengan mata nya selalu menatap wajah Oma nya.
" Kalau begitu istirahat lah, jangan kerja terus kasihan kesehatan mu "
Oma menarik tubuh nya kemudian ia bersandar di punggung ranjang dengan di bantu oleh Akara.
" Hati hati Oma "
Akara menghembuskan nafas sejenak sebelum bertanya kepada Oma nya.
" Oma apakah tadi, penyakit nya kambuh lagi " menelisik wajah keriput Oma nya.
Oma memutuskan pandangan nya. Kemudian menatap ke arah jendela dengan pandangan kosong.
" Oma hanya kecapean saja. Jadi penyakit Oma kambuh lagi, nanti juga sembuh sendiri " menatap kembali wajah cucu nya.
Akara menggeleng cepat " secara medis tidak ada penyakit bisa sembuh sendiri perlu obat yang harus di konsumsi rutin agar cepat sembuh. Oh iya Oma sudah minum obat apa belum? "
" Sudah baru aja habis minum obat di bantu sama suster " ucap Oma.
" Chu? " panggil Oma nya.
" Iya Oma. Oma mau minta apa biar Akara yang mengambil nya " menggenggam erat kedua tangan Oma nya.
" Bukan itu " ucap nya sembari terbatuk.
" Terus apa Oma " tutur Akara dengan dahi yang berkerut.
" Oma hanya minta satu keinginan, apa kamu akan mengabulkan " sekarang tangan nya berpindah mengusap rambut Akara dengan lembut.
" Apa itu Oma " tiba tiba jantung Akara berdetak dengan sangat kencang.
" Oma hanya ingin kamu segera menemukan pasangan halal. Oma hanya ingin di rawat oleh pasangan halal mu Chu dan Oma pengen banget menggendong anak mu. Pasti mama papa mu senang"
Benar dugaan Akara, pasti Oma ingin aku segera menikah. Akara tak mampu menjawab ucapan Oma nya. Ia terus menunduk dengan raut wajah bingung.
Hingga beberapa menit Akara masih sama dengan posisi yang tidak berubah. Hingga suara Oma memecahkan kesunyian.
" Oma tau perasaan mu. Maaf tadi Oma menyinggung perasaan mu, Oma berharap suatu saat engkau akan mengerti arti nya cinta sejati. Sudahlah Chu jangan di pikirkan perkataan Oma tadi, Oma mau istirahat sudah ngantuk " ujar Oma nya yang tidak enak dengan raut wajah cucu nya. Sembari merebahkan tubuh nya kembali dengan hati hati.
" Maaf Oma " menatap wajah Oma nya yang sudah terlelap.
Akara berdiri dari duduk nya, kemudian berjalan menuju pintu kamar.
Cklek...
Pintu kamar kembali tertutup rapat.
Bersambung...