Jessy tersenyum, Jessy pun berkata pada Angga lewat telepon, "Benar ini memang rumahku, tunggu sebentar pembantuku akan membukakanmu pintu Angga." ucap Jessy membenarkan bahwa itu memang rumahnya, memangnya apa yang aneh? Kenapa Angga berpikir bahwa ia nyasar? Padahal nyatanya Angga memang sudah berada di depan rumahnya.
"Hah? Jadi benar rumah yang di depanku ini adalah rumahmu Jessy?" tanya Angga dengan nada terkejut karena tak habis pikir bahwa Jessy memiliki rumah mewah macam artis Hollywood. Ternyata Jessy adalah orang yang sangat kaya raya. Ia tak menyangka akan memiliki teman yang sekaya Jessy. Apakah ini adalah anugerah dari Tuhan untuknya?
"Iya benar, kenapa Angga? Kenapa kamu seperti sangat terkejut mendengar kenyataan bahwa rumah di depanmu ini adalah rumahku?" tanya Jessy dengan nada setengah tertawa. Ia tak dapat membayangkan bagaimana raut wajah Angga saat ini ketika terkejut begitu, pasti sangat lucu, dan tampan tentunya. Ah tidak! Apa yang Jessy pikirkan?
"Ah Tidak! Tidak apa-apa, apakah sangat kelihatan bahwa aku terkejut? Aku hanya tidak percaya bahwa temanku ini sangat kaya raya seperti artis Hollywood." ucap Angga jujur mengagumi sosok Jessy. Sepertinya Jessy kaya bukan karena keluarganya, melainkan karena kerja kerasnya sendiri. Sungguh hebat di usia yang sama dengan Radit, Jessy sudah bisa meraih kesuksesan besar. Setahunya lewat informasi dari Radit, Jessy adalah CEO wanita di perusahaan PT. Stephanie's Bali.
Ketika Angga selesai berkata begitu, belum sempat Jessy menjawab, gerbang megah yang menjulang tinggi itu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ramah padanya. Angga yang bingung harus bagaimana ketika disenyumi, hanya bisa tersenyum balik menatap wanita paruh baya itu, yang tidak ia ketahui siapa namanya. "Dengan Tuan Muda Angga? Kenalkan saya Bi Ani, Asisten Rumah Tangga di rumah ini." ucap Bi Ani tersenyum ramah menatap Tuan Muda tampan di depannya ini, mungkin Tuan Muda ini umurnya lebih kecil dari Nona Jessy.
"Hah? Oh Iya Bi Ani, saya Angga." Ucap Angga tersenyum canggung. Bagaimana tidak? Baru kali ini ada yang memanggilnya dengan sopan seperti itu, ia merasa seperti diperlakukan sebagai pangeran, belum juga masuk ke dalam ia sudah dipanggil dengan nama Tuan Muda.
"Baik, silahkan masuk Tuan Muda Angga. Nona Jessy dan keluarga sudah menunggu anda di dalam." Ucap Bi Ani memberikan jalan untuk Angga masuk, dan meminggirkan tubuhnya kesamping agar Angga bisa masuk lewat gerbang yang tidak ia buka seluruhnya, bahkan setengahnya pun tidak, Bi Ani hanya membuka seperempatnya untuk Angga. Karena jujur pintu ini sangat berat jika ia dorong sendirian. Biasanya satpam lah yang membantunya untuk membuka pintu gerbangnya.
"Terima kasih Bi Ani." ucap Angga berusaha tersenyum seramah mungkin agar tidak terlihat secanggung tadi.
Sesampainya di depan pintu rumah, Angga kembali terkagum-kagum ketika di bukakan pintu oleh Bi Ani, Angga benar-benar mematung di tempatnya berdiri, bagaimana tidak? Semua isi di dalam rumah itu bercahaya bagaikan emas dan berlian, semuanya barang mahal. Angga mangap dengan bibir terbuka seluruhnya memandang kedalam dengan mata melotot karena tak percaya bisa melihat kenyataan indah ini. Angga benar-benar tak pernah melihat rumah yang semewah ini luar dalam.
Belum sempat ia bertanya, muncullah keluarga Jessy dari dalam ruang tamu, "Eh nak Angga, silahkan masuk nak Angga. Jessy nya masih di kamar, dia baru selesai minum obat dari dapur." ucap Ibu Jessy tersenyum seramah mungkin pada Angga, bagaimana tidak ramah? Angga inilah yang menyelamatkan putrinya hingga masih ada di dunia yang sama dengannya. Ia tak bisa membayangkan jika tidak ada Angga bagaimana nasib putrinya.
"Nak Angga silahkan duduk disini bersama kami." kini giliran Ayah Jessy yang membuka suara. Belum sempat Angga membalas perkataan Ibu Jessy sudah dilanjutkan oleh Ayah Jessy. Keluarga ini sangat menghormatinya. Tentu saja itu terjadi karena Angga adalah orang yang menolong Jessy disaat tenggelam kemarin. Jika tidak, belum tentu ia akan diterima sebaik ini oleh keluarga Jessy.
Angga hanya bisa tersenyum canggung menanggapinya dan mengangguk kecil, langsung saja ia duduk di sofa mahal itu dengan hati-hati takut jika sofanya menjadi rusak jika ia duduki, dan diikuti oleh semua keluarga Jessy kecuali Jessy yang belum muncul batang hidungnya. Semua anggota keluarga Jessy duduk di sofa berkumpul mengelilingi meja yang ada di tengah-tengah mereka, seperti sedang melaksanakan Konferensi Meja Bundar,
"Terima kasih kami ucapkan yang sebesar-besarnya kepada nak Angga yang sudah menolong putri Om yaitu Jessy. Terima kasih karena bersedia menolong Jessy saat tenggelam, membawanya ke rumah sakit dan menjaganya ketika kami masih di luar kota ada acara keluarga. Kami berhutang nyawa padamu nak Angga. Sekali lagi, Om mewakili keluarga mengucapkan terima kasih padamu." ucap Ayah Angga tersenyum bahagia menatap Angga yang juga sedang menatapnya dengan gugup. Ya wajar saja jika Angga gugup, karena mungkin bagi Angga keluarga Jessy masih asing di matanya. Tapi ia sebagai kepala keluarga akan tetap memperlakukan Angga dengan baik, karena berkat Angga putri semata wayangnya selamat dari kecelakaan tenggelam itu.
Semuanya ikut tersenyum menatap Angga termasuk kedua kakak laki-laki Jessy. Angga yang merasa seperti diperlakukan sangat istimewa di keluarga ini hanya bisa tersenyum canggung. Angga berusaha menampilkan senyum semanis mungkin untuk semua keluarga Jessy. Ia bingung, kenapa Jessy lama sekali tidak muncul? Padahal Jessy yang mengundangnya kesini, namun kenapa Jessy belum menampakkan wajahnya di depan Angga hingga saat ini?
"Iya sama-sama Om, Tante, Kak. Angga juga sangat senang bisa bantu Jessy sehingga Jessy bisa kembali baik-baik saja seperti sebelum tenggelam. Angga juga tidak menyangka bahwa perempuan yang Angga tolong adalah Jessy. Angga ikhlas tolong Jessy. Semoga kedepannya Jessy bisa lebih hati-hati dan tidak pergi sendirian lagi, karena sangat bahaya bagi keselamatan Jessy." ucap Angga tersenyum manis menatap semua keluarga Jessy. Ia sangat bahagia karena diterima sangat baik ketika bertamu kesini.
"Nak Angga mau ya nanti makan malam disini sama kami? Nanti biar Bi Ani masak banyak untuk kita makan, kalau nak Angga mau makanannya juga boleh di bungkus dibawa ke kost. Nak Angga punya lemari pendingin kan?" tanya Ibu Jessy menawarkan. Ia tahu dari Radit bahwa Angga adalah anak dari keluarga yang kurang mampu, sedikit tidaknya Radit sudah bercerita banyak tentang Angga ini, jadi ia hanya berniat menolong Angga dari segi ekonomi, sama seperti yang ia lakukan dulu kepada Radit. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan sebagai ucapana terimakasih dan balas budi.
"Hah? Punya tante, tetapi tidak usah tante. Angga makan malam di kost saja nanti tante. Terima kasih tawarannya tante." ucap Angga menolak secara sopan tawaran Ibu Jessy. Tentu saja ia malu jika makan disini bersama keluarga Jessy, apalagi ia tidak melihat tanda-tanda Radit juga akan ikut makan malam, bahkan Radit tak terlihat batang hidungnya.