"Iya Jessy jangan sedih ya, jangan menangis. Relia pasti tidak suka jika melihatmu menangis karena mengingatnya. Hapus air matamu, aku tidak mau keluargamu mengira aku yang membuatmu menangis." ucap Angga dengan nada suara yang begitu lembut, ia tidak ingin membuat Jessy semakin sedih. Ia tahu Jessy sudah merasa sangat rapuh, ia tidak ingin menambah beban sedihnya Jessy lagi.
Jessy mengangguk kecil dan mengusap air matanya menggunakan kedua tangannya, "Sudah Angga." ucap Jessy berusaha menampilkan senyum termanisnya pada Angga, agar Angga tidak khawatir lagi padanya. Jessy tahu, diam-diam Angga pasti merasa khawatir padanya, melihatnya bersedih, serapuh ini, dan berujung mengeluarkan tangis.
"Nah begitu kan bagus, jangan nangis-nangis lagi Jessy, jangan sedih-sedih lagi. Nanti aku dimarah sama Radit kalau kamu menangis." ucap Angga ikut tersenyum menampilkan kedua lesung di pipinya. Sungguh! Siapapun yang melihat Angga tersenyum seperti ini pasti akan langsung suka, tapi tidak dengan Jessy. Jessy hanya suka melihat Angga tersenyum, tidak lebih.
"Kenapa kamu yang dimarah oleh Radit? Kan kamu tidak melakukan kesalahan apapun Angga." tanya Jessy mulai tidak paham dengan maksud Angga. Bagaimana bisa ia paham, perkataan Angga membuatnya bingung.
"Karena aku gagal menjagamu Jessy, jika kamu menangis, itu artinya aku gagal menjagamu. Aku tidak ingin Radit menilaiku tidak becus menjagamu." sahut Angga mengatakan yang sebenarnya. Sebenarnya memang Radit yang menyuruhnya untuk menjaga Jessy selama Radit tidak ada di sisi Jessy. Terkadang ia berpikir, sebegitu sayangnya kah Radit pada Jessy sebagai sahabat sampai tidak mau Jessy kenapa-kenapa, bahkan Jessy menangis pun Radit tak akan membiarkan itu terjadi.
"Memangnya Radit menyuruhmu untuk menjagaku?" tanya Jessy pada Angga dengan nada ingin tahu.
"Iya, selama dia tidak ada di sisimu." sahut Angga dengan jujur memberitahu Jessy. Untuk apa ia merahasiakannya lagi? Juga ia sudah tahu semuanya, Jessy sudah menceritakan semuanya padanya, jadi tak ada gunanya lagi ia merahasiakannya kan? Jessy juga harus tahu seberapa sayangnya dan pedulinya Radit pada Jessy.
Jessy terdiam, mencerna apa yang barusan ia dengar, ternyata Radit sepeduli itu padanya. Ia merasa beruntung karena mengenal orang sebaik Radit. Ia yakin ia tidak akan menemukan orang sebaik Radit dimana pun juga. Yang tulus menyayanginya dan peduli padanya sebagai sahabat.
"Tugasmu sudah selesai Angga untuk menjagaku. Karena aku sudah pulang dari Rumah Sakit." ucap Jessy tersenyum kecil menatap Angga. Ternyata Angga tidak jauh berbeda dengan Radit. Keduanya sama-sama peduli padanya.
"Iya tugasku memang sudah selesai, tetapi kamu tetap tidak boleh menangis, jangan buat Radit sedih ya Jessy?" tanya Angga penuh harap. Ia tahu Radit pasti akan sedih jika mengetahui Jessy menangis seperti tadi. Angga saja yang melihatnya secara langsung hatinya begitu sesak melihatnya, apalagi Radit yang hanya mendengar cerita saja.
"Iya Angga aku tidak akan menangis lagi seperti tadi. Oh ya Angga, makanan sama minumannya dingin nih, yuk kita makan dan minum dulu. Pizzanya dimakan ya!" ucap Jessy mengalihkan pembicaraan. Jessy merasa perutnya mulai terasa lapar. Apakah ini karena ia terlalu banyak bicara sejak tadi sehingga menguras habis energinya?
"Iya Jessy terima kasih makanan dan minumannya." ucap Angga dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia mulai mencomot pizza yang sudah di sediakan oleh Bi Ani tadi yang sudah di potong-potong menjadi 8 bagian, Angga mengambilnya satu dan langsung melahapnya. Jujur ia sudah lapar sejak tadi, namun malu karena tidak di persilahkan oleh Jessy.
"Pelan-pelan makannya Angga nanti tersedak," ucap Jessy tersenyum kecil sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Angga yang mengunyah makanan dengan sangat cepat. Apakah Angga kelaparan? Ia jadi merasa bersalah karena tidak mempersilahkan Angga makan sejak tadi.
"Hehehe iya Jessy, maaf ya…" ucap Angga menyengir kuda memperlihatkan gigi-giginya. Sungguh! Mendadak ia merasa lapar. Padahal sebelumnya ia tidak merasa selapar ini. Ada apa dengan dirinya ini? Kenapa mendadak ia seperti mempermalukan dirinya sendiri?
"Iya Angga tidak apa-apa. Oh iya, tadi kan aku sudah cerita banyak padamu, sekarang giliran kamu yang cerita padaku tentang hidupmu. Mau kan?" tanya Jessy penuh harap sambil menyeruput jus alpukatnya secara perlahan.
"Apa yang ingin kamu tahu tentangku Jessy? Hidupku tidak menarik, monoton saja." sahut Angga tertawa hambar. Memang benar yang ia katakan, hidupnya tidak menarik, hidupnya monoton. Hidupnya serba kekurangan, ini baru sejak Radit membantunya mencarikan pekerjaan ia jadi bisa sedikit lebih berkecukupan di rantauan. Terkadang ia iri melihat teman-temannya yang bisa berbelanja menghabiskan uang orang tuanya. Sedangkan Angga? Angga harus berusaha sendiri, uang orang tua apa yang bisa ia habiskan? Sedangkan orang tuanya saja tidak memiliki banyak uang, hanya cukup untuk makan saja sudah bersyukur.
"Jangan bicara seperti itu Angga, setiap orang pasti memiliki sisi menarik di hidupnya. Pasti." ucap Jessy dapat menangkap guratan kesedihan di wajah Angga. Apakah hidup Angga begitu berat ia jalani sehingga Angga terlihat sesedih itu baru ia tanyai tentang hidupnya?
"Tetapi tidak denganku Jessy. Hidupku tidak menarik untuk diceritakan. Memangnya apa yang aku harapkan dari hidup yang serba kekurangan ini? Aku harus kuliah sambil bekerja di semester 3 ini dan mengambil jurusan Ekonomi di Universitas Swasta." ucap Angga dengan wajah tertunduk lesu. Sebenarnya ia tidak malu mengakui dirinya bekerja sambil kuliah, malah ia bangga bisa bekerja sambil kuliah karena ia bisa mencukupi kebutuhannya di rantauan dan jarang meminta uang jajan lagi pada orang tuanya, dan ia yakin bahwa itu dapat mengurangi sedikit beban orang tuanya. Namun sayang, sejauh ini orang tuanya belum tahu bahwa dirinya bekerja, yang orang tuanya tahu ia hanya irit berbelanja.
"WAH! Bukannya itu adalah suatu kebanggaan bisa bekerja sambil kuliah di umur yang masih muda? Kamu hebat Angga, mirip seperti Radit yang dulu bekerja sambil kuliah juga. Lalu kamu asalnya memang dari Gianyar?" tanya Jessy lagi dengan nada kagum. Entah kenapa ia melihat Angga sekarang sama seperti ia melihat Radit yang dulu seumurannya. Hebat sekali, bisa bekerja sambil kuliah. Ia tak menyangka bisa mengenal orang sehebat Radit dan sekarang ada yang mirip seperti Radit yaitu Angga.
"Tidak Jessy, asalku dari daerah Buleleng. Aku merantau ke Gianyar untuk kuliah saja. Namun kemarin waktu orang tuaku kesusahan untuk membayar biaya kuliahku, jadi aku memutuskan untuk bekerja sambil kuliah. Yah, semenjak aku bekerja sambil kuliah hidupku sedikit berubah, aku jadi jarang meminta uang jajan lagi pada orang tuaku, gajiku dari bekerja part time itu sudah cukup untuk membiayai hidupku di rantauan, bahkan aku sudah menabung untuk biaya kuliah semester depan." ucap Angga dengan sedikit bangga mengatakannnya, bagaimana tidak? Ia hampir mampu menjadi seperti Radit yang berjuang mati-matian kuliah sambil bekerja dan mendapatkaj gelar Sarjana.
"Wah kamu hebat Angga. Memangnya kamu kerja dimana? Oh iya, kamu berapa bersaudara?" tanya Jessy semakin ingin tahu tentang hidup Angga. Ia merasa penasaran saja, tak tahu kenapa ia ingin tahu lebih banyak tentang hidup Angga.