"Bagus? Kenapa? Kamu menyukai sahabatku? Ehm… maksudku, kamu menyukai Jessy?"
"Ti--tidak. Tentu saja tidak. Mana mungkin aku menyukai perempuan seperti Jessy, yang jauh lebih tua dariku." ucap Angga dengan nada gugup seperti sedang tertangkap basah mencuri sesuatu. Ia sendiri tak tahu dengan perasaan di hatinya, apakah ia menyukai Jessy atau tidak, apakah ia tertarik pada Jessy atau tidak. Angga sendiri tak tahu.
"Ah serius kamu tidak menyukainya?" tanya Radit tersenyum miring dan menaik turunkan alisnya menggoda Angga. Untuk pertama kalinya ia melihat Angga salah tingkah dan pipinya bersemu merah. Ada apa ini? Apakah benar Angga menyukai Jessy namun tidak mau mengakuinya?
"Tidak Radit. Aku tidak menyukainya. Memangnya kenapa kamu bertanya begitu padaku?" tanya Angga menyembunyikan kegugupannya. Ia menatap kearah lain, ia menatap kesamping, tidak menatap Radit. Apakah Radit mengira ia menyukai Jessy? Ia sendiri tidak yakin dengan perasaannya, bagaimana mungkin ia bisa menjawab pertanyaan Radit?
Radit tidak menjawabnya, Radit hanya menatap Angga dengan tatapan kosong. Namun detik berikutnya Radit merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu berwarna coklat. Radit meraih tangan Angga dan menaruh sesuatu berwarna coklat itu diatas telapak tangan Angga. Ya, itu adalah sebuah amplop, amplop yang berisi uang.
Baru saja Angga membuka mulutnya hendak ingin bertanya, namun tidak sempat Angga bertanya sudah dipotong oleh Radit. "Ini uang." ucap Radit menatap Angga dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Uang?" ucap Angga membeo.
"Jangan kepedean kamu. Aku tidak sedang memberimu uang. Aku menitipkan ini untuk ibu kost kita, aku nitip bayar kostku ya? Ingat jangan sampai lupa, aku tidak ingin di cap anak kost yang telat membayar kost." ucap Radit dengan menahan tawanya. Sumpah! Angga sangatlah lucu dengan raut wajah seperti itu. Apakah Angga sudah kehilangan kewarasannya sehingga berpikir Radit akan memberi Angga uang untuk cuma-cuma? Tidak, itu tidak mungkin. Bahkan ketika matahari tidak bersinar lagi, itu juga tak akan mungkin terjadi.
"Oh… Baiklah, aku akan membayarkannya tepat waktu, --" ucap Angga menganggukkan wajahnya dan tersenyum tipis.
"Oh ya, satu lagi aku titip ikan peliharaanku di Aquarium ya? Tolong jangan lupa diberikan makan setiap hari. Itu ikan kesayangan pacarku, dia yang memberikannya. Pacarku sangat suka ikan. Bisa-bisa dibunuh aku olehnya jika sampai ikan itu mati." Pesan Radit dengan nada serius, ikan itu adalah hidup dan matinya. Ia bisa-bisa dicekik oleh kekasihnya jika ikan itu tinggal nama.
"Baiklah Radit, aku tidak akan lupa memberi makan ikanmu, aku akan merawatnya selama kamu tidak ada, tenang saja. Percayakan semuanya padaku." ucap Angga tersenyum miring menatap Radit yang masih menampakkan raut wajah seriusnya. Setakut itukah Radtit jika ikannya akan tidak baik-baik saja?
"Terima kasih Angga, kalau begitu aku tinggal ke kamar dulu ya? Aku ingin menyiapkan perlengkapanku untuk berangkat besok, Bye!" ucap Radit langsung melengos pergi dari hadapan Angga tanpa menunggu jawaban Angga terlebih dahulu.
Angga yang melihat tingkah Radit yang tidak seperti biasanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia lalu berbalik dan ikut masuk ke kamar kostnya. Angga menoleh sekilas kearah bawah kolong tepat tidurnya, besar keinginannya untuk melihat sesuatu itu lagi, namun ia urungkan, rasa kantuk tiba-tiba melandanya. Angga menutup pintu kostnya lalu menguncinya.
Angga memejamkan matanya, dan tak terasa Angga telah berkelana di alam mimpi.
***
Keesokan harinya…
Alunan suara Alan Walker memenuhi ruangan kamar kost Angga. Angga mengucek matanya, dan mengambil ponselnya yang ia taruh semalam di atas nakas, jam menunjukkan pukul 05.00 WITA.
Angga lalu bangun dari posisi tidurnya dan mengambil handuknya, ia langsung memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air yang mengalir dari kran bak air di kamar mandinya, Angga memutuskan untuk mandi sebelum sarapan. Sepertinya akan menjadi pengalaman baru untuknya mandi pada pukul 05.00 WITA begini.
Angga sebenarnya sangat bersemangat karena hari ini ia bekerja shfit pagi, dan kebetulan ia kuliah siang. Semoga hari ini adalah hari yang menyenangkan, pikirnya.
Tak butuh waktu lama, Angga menyelesaikan ritual mandinya. Ia berpakaian kerjanya dengan cepat dan rapi tentunya. Angga membuat sarapan untuk dirinya seorang, roti bakar selai madu adalah kesukaan Angga, bagi Angga roti bakar selai madu adalah makanan termewah baginya. Karena Angga harus menyisihkan uang jajannya untuk membeli sebotol madu besar dan tumpukan roti gandum yang harganya tidaklah murah baginya.
Setelah Angga selesai sarapan roti bakar selai madu, ia merogoh sakunya lagi melihat jam di ponselnya, jam masih menunjukkan pukul 05.45 WITA. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang sambil menunggu pukul 06.30 WITA? Tidak mungkin jika ia tidur lagi kan? Pertanyaan yang bodoh. Oh ya…Apakah Radit sudah berangkat? Sepertinya sudah, pasti Radit sudah di Bandara sekarang, pikirnya
***
-Cafe Queen Coffee-
Angga telah sampai di tempatnya bekerja dengan selamat tanpa kekurangan anggota tubuh apapun.
Angga langsung bekerja menunaikan tugasnya pagi itu, ia mengelap meja pelanggan satu persatu. Namun gerakan tangannya terhenti ketika sebuah suara lembut nan halus menyapanya dengan sangat ramah dan sopan, "Halo kak mau tanya, tempat mengambil lap kanebo dimana ya kak? Maaf saya tidak tahu karena saya anak baru disini, dan baru mulai bekerja pagi ini." ucap perempuan cantik sang pemilik suara.
"Oh… tempat lap kanebo di kolong meja dapur dekat pencucian piring." ucap Angga dengan nada gugup. Angga merasa gugup karena perempuan yang menanyainya barusan itu sangatlah cantik.
"Baik kak. Terima kasih banyak sudah diarahkan. Kalau begitu saya ke dapur dulu ya kak?" ucap perempuan itu berpamitan secara halus kepada laki-laki yang ia tanyai barusan.
"Iya silahkan." ucap Angga mengangguk kaku. Percayalah Angga seperti patung hidup sekarang karena terpesona. Ia seperti sedang melihat bidadari yang turun dari surga. Cantik sekali. Siapakah nama perempuan itu? Ia ingin berkenalan namun malu mengatakannya. Angga terlalu gugup untuk meminta berkenalan dengan perempuan itu.
Perempuan itu lalu pergi begitu saja dari hadapan Angga. Dan Angga hanya bisa menatap sedih karena tidak dapat berkenalan. Namun tak selang beberapa lama perempuan itu kembali datang menghampiri Angga dengan senyum sumringah. Bagai pucuk dicinta, ulam pun tiba. Perempuan itu meambai-lambaikan lap kanebo dan mendekati Angga. Ketika sudah di depan Angga, permpuan tu kembali tersenyum manis, semanis gula. Ah tidak! Gula pun kalah manisnya.
"Hai kak, ini saya sudah dapat lap kanebonya, terima kasih ya kak sudah memberi tahu saya. Oh iya, kenalkan nama saya Dinda Kirana kak, bia dipanggil Dinda. Kalau nama kakak siapa ya?" tanya perempuan cantik itu dan menjulurkan tangannya menghadap Angga.
Angga mematung seketika. Apakah Dewi Cinta sedang berpihak padanya kali ini? Kenapa keinginannya tiba-tiba terkabulkan? Dan hebatnya lagi perempuan ini yang mengajaknya berkenalan lebih dulu, dan bukan dirinya. Angga tak dapat menutupi kegugupannya, Angga salah tingkah.
Dengan tidak percaya diri Angga menjulurkan tangannya dan menyahut, "Nama saya Angga Wiguna, bisa dipanggil Angga." ucap Angga dengan gugup dan menelan ludahnya karena merasa malu.