Chereads / Pertaruhan Terakhir / Chapter 5 - Mata Permata

Chapter 5 - Mata Permata

Tanpa mereka sadari, mereka telah berpergian dalam kapsul lonjong itu selama empat hari. Karna medan alam yang mereka lewati kadang bermasalah, mereka lebih sering mengambil jalan memutar dari rute asli yang memang sudah memutar.

Selama empat hari itu M dan kawan kawannya sama sekali tak turun dari kapsul. Bagaimana mereka bisa turun jika tanah dan udara yang berada dibawah tak tahu apakah itu beracun ataukah tidak? Sebagian udara diklan ini beracun, jadi mereka harus sangat berhati hati saat ingin turun kebawah.

Sebagian aktivitas mereka lakukan di atas kapsul terbang. Mulai dari makan makanan instan karna walaupun bisa, tetap saja M benci memasak. Sampai mandi dan buang air kecil. Semua bisa mereka lakukan dikasul bundar berukuran enam kali enam itu.

Sebenarnya mereka tak perlu mandi, karna pakaian yang mereka kenakan bisa membersihkan badan mereka dari keringat dan kuman bakteri yang mungkin bersarang. Itu juga adalah hasil renovasi tehnologi dari M. Dia pandai menciptakan hal hal baru. Ia mendesign sendiri benda benda yang belum ada sebelumnya dan benda benda yang sudah lama menjadi benda baru dengan beragam fitur tambahan.

Mika itu sebenarnya sangat sangat cerdas. Tapi karna dia orangnya tertutup, banyak orang yang tak sadar akan kecerdasannya. Bukan, sebenarnya bukan itu alasan kenapa Mika tak begitu menonjol bahkan dulu sewaktu klannya masih ada.

Alasan utamanya adalah karna ia sama sekali tak punya kekuatan. Kekuatan suku M itu terdengar cukup hebat, mereka bisa mengendalikan cuaca sesuka hati. Tapi sayang sekali Mika sama sekali tak mewarisi kemampuan yang biasanya dimiliki suku M. Mika adalah aib tersendiri bagi suku M karna dipandang tak berguna dan hanya dianggap beban semata. Bahkan kakak kandungnya saja tak pernah peduli pada Mika yang waktu itu masih kecil. Tapi karna sama sekali tak punya kekuatan, Mika menggunakan kecerdasannya untuk bertahan hidup dan sekarang menjadi satu satunya anggota suku M yang berhasil selamat.

Mika tiba tiba menghentikan kendaraan terbangnya. Ia memantau sekeliling, mencari tempat sesuai untuk mendarat. Rupanya mereka sudah sampai ditempat tujuan. Begitu M menemukan tempat yang cocok, ia langsung mengarahkan kendaraan terbangnya untuk mendarat ditempat itu.

"Hah... Akhirnya kita sampai juga," kata Z sambil turun dari kapsul. Ia langsung merentangkan badannya seolah olah ia sangat lelah setelah perjalanan empat hari penuh. Z kali ini memakai baju terusan putih kesukaannya.

"Z, jangan lupa masker dan peralatanmu?!" teriak M dari dalam kapsul. Adiknya tentu saja tak menghiraukan Mika yang berteriak setengah kesal.

"Tenang saja, aku tahan terhadap segala jenis racun," Z terlalu terbawa suasana, ia sama sekali tak mengindahkan nasihat kakaknya. Mika hanya bisa menghela napas melihat tingkah nekat adiknya. Tapi walau begitu Mika membiarkan saja Z keluar tanpa masker ditengah udara kabut yang jelas jelas mengandung racun ini.

"Terkadang aku iri terhadap adikmu," gumam El sedikit tak jelas karna masker berlapis yang ia pakai. "Dia bisa pergi sesuka hati kemanapun tanpa masker. Ah... Masker ini sangat sangat memberatkan napasku. Apa sebaiknya aku melepas..." belum sempat El mengatakan utuh kalimatnya, M sudah memotong.

"Jika kau ingin mati menderita maka lepas saja sana," kata Mika tak peduli.

"Tapi kurasa..." El hendak melepas maskernya.

"Jangan kau kira karna kau punya banyak energi untuk mengucapkan mantra sihir jadi kau menggunakannya untuk melindungimu dari racun. Simpan energi berhargamu itu untuk serangan sihir jika nanti ada bahaya." kata M sambil menuruni kapsul yang mengambang setengah meter diatas tanah. Mendengar ucapan Mika, El diam saja.

Setelah itu ketiganya bergerak bersama meninggalkan kapsul ditengah area kosong begitu saja. Mereka bertiga berjalan kearah bukit yang berada dalam kawasan itu.

Bukit itu tak terlalu tinggi, malah terbilang sangat kecil. Tapi hutan lebat dan kabut mengambang rendah disekitarnya, membuat bukit itu sama sekali tak bisa disentuh manusia. Selain kabut yang bisa menyesatkan para pengelana, ada satu fakta menarik tentang bukit ini. Itu adalah fakta ini adalah bukit beracun. Gas gas berbahaya mengumpul dan menyatu menyelimuti bukit membentuk sebuah kabut tipis yang bisa membuat pusing siapapun orang yang menghirupnya.

Tentu saja Mika akan merasa pusing kalau tak datang dengan persiapan khusus. Ia datang bersama El dengan menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh dan masker berlapis yang sudah dirancang khusus oleh Mika. Pakaian tertutup yang mereka kenakan itu bukan pakaian biasa. Pakaian itu elastis dan gampang menyerap keringat. Pakaian itu juga dibuat dari bahan yang kuat hingga tak mudah sobek. Tapi tak tanggung tanggung. Mika dan juga El menutupi seluruh tubuh bahkan sampai rambut, mata, hidung dan mulut dengan satu set pakaian yang Mika rancang. Karna menutupi seluruh tubuh mereka kini malah terlihat berlebihan dan mencurigakan.

Sedangkan Z? Dia hanya menggunakan baju terusan polos putih dengan panjang hampir semata kaki. Panjang lengannya sampai ke pergelangan tangan dan ia sama sekali tak menggunakan masker. Tenang saja, Mika dan El tenang tenang saja karna sejatinya racun apapun takkan mempan ke Z.

"Kakak, dimana pintu masuk Istana Hana?" tanya Z sambil melihat lihat sekitar. Tak seperti pemandangan yang biasanya ia lihat, disini pohon pohon yang ia temui semua berwarna hijau dan hidup subur. Biasanya pohon akan langsung mati dan jadi bangkai pohon kering yang membuat suasana jadi mengerikan, tapi syukurlah karna sepertinya tidak begitu. Ia pasti akan memilih menunggu dikapsul jika hutan yang ia lewati berupa hutan mati yang nampak menakutkan.

"Dikaki bukit, pintu masuknya sebuah gua," kata Mika yang berjalan tepat dibelakangnya. Z langsung mengedarkan pandang, ia berusaha mencari pintu masuk Istana Hana yakni berupa sebuah gua. Mereka bertiga terus bergerak sambil mengedarkan pandangan kesana sini dan berjalan kearah bukit didepan.

Tanpa terasa satu jam telah berlalu. Mereka sama sekali belum menemukan goa tempat pintu Istana Hana berada.

"Astaga.... Kabut ini menghalangiku...." keluh Z untuk yang kesekian kalinya. Ia sudah mengeluhkan hal yang sama sepanjang satu jam yang mereka habiskan untuk mencari pintu.

"Kalau kabutnya setebal ini, bagaimana bisa kita menemukan goanya? Jangankan menemukan pintu goa, kalau kita salah sedikit saja salah salah kita bisa terpisah dan malah terjebak dilautan kabut ini." kata Z sambil menghela napas. Ia sudah lelah terus berjalan untuk mencari sesuatu yang tersembunyi jauh karna kabut.

"Ya, kau benar." Mika juga ikut ikutan adiknya, mengeluh bersama. "Kalau seperti ini kita takkan menemukan pintu goanya."

"Ini semua salah si licik Hana!! Ini salahnya karna ia selalu saja mengganti letak pintu setiap periode tertentu. Memangnya apa susahnya sih kalau dia membiarkan kita tahu satu saja pintu istananya." Z menghentak hentakkan kakinya marah. Tapi walau sebagaimana marahnya Z, kenyataan takkan berubah. Ya, dia takkan menyelesaikan pencarian pintu ini jika yang ia lakukan dari tadi adalah marah marah.

"Haruskah kita istirahat dulu?" tanya Mika pada anggota grupnya. Sayangnya ini bukan waktu mereka untuk beristirahat, karena...

"Mika, aku melihat sebuah pintu." El bersorak girang sambil menunjuk kekejauhan. Mika mengikuti arah jari telunjuk El, begitu juga dengan Z.

"Mana, aku tak melihat apapun?" Z bergumam tak paham sambil terus melihat dengan seluruh kemampuannya ke arah yang ditunjuk El. El yang sudah bersorak kegirangan dan tak sabar itu menarik kedua tangan sahabatnya dan segera berlari kearah yang ia tunjuk

Setelah berlari kurang lebih setengah kilometer, barulah Mika dkk sampai di pintu goa yang El maksud.

"Waw, dari jarak setengah kilo?" gumam Mika takjub. Bagaimana bisa El menyadari ada pintu goa dari jarak setengah kilo?

"Mata El memang setajam elang," puji Z sambil mengacungkan jempol.

"Tentu saja, itu karna aku memiliki kemampuan Mata Permata."