Ditengah perang kekuatan ini, Mika jelas sangat dirugikan. Ia tak punya kekuatan apapun yang bisa membantunya, ia adalah salah satu orang dari satu persen penduduk Klan yang tak punya kekuatan.
Sebagai ganti kekuatan, Mika tak jarang menggunakan otaknya untuk menyusun strategi. Ia biasa memecah belah dan mengadu domba lawan lawan yang ia pandang akan melukai dirinya dan kedua wanita yang biasanya bersamanya itu.
Dan untuk Mika yang biasa menggunakan kekuatan otak, Mika jelas membutuhkan begitu banyak informasi update. Tapi apalah daya, selain karna ia yang pendiam, ia juga sudah tak punya anggota suku yang tersisa.
Begitu juga dengan Z dan El. Mereka sudah menjadi suku tunggal tanpa anggota. Ketiganya bernasib sama, mereka bertiga sama sama tak punya keluarga atau orang orang yang menyayanginya. Mereka juga tak punya kenalan dalan berbagi informasi. Semua informasi biasanya berasal dari pengalaman, pengelihatan dan pendengaran masing masing.
Tapi takdir menyusahkan itu berubah ketika mereka bertemu dengan Putri Hana. Sejak ketiganya mengenal Putri Hana, otomotis semua informasi mengalir keluar dari mulutnya. Menurut Mika, Putri Hana adalah informan paling berbakat yang bisa ia percayai.
Hana hidup sendiri. Walaupun ia bergelar putri, tak ada seorangpun yang hidup melayaninya atau sekedar berdiri disampingnya. Tapi tak apa, Hana adalah orang mandiri yang malah merasa risik dengan pelayanan orang lain.
Hana bukan berasal dari suku H. Ia memang berawalan dengan huruf H, tapi ia bukan anggotanya. Ia tak punya suku. Ia hidup sendiri tanpa memiliki suku.
Sebenarnya setiap orang harus memiliki sukunya masing masing. Walau suku itu hancur dan hanya menyisakan satu orang saja, tetap orang itu akan menyandang gelar sukunya. Tak ada orang yang bisa mengubah sukunya. Karna mengubah suku tempat ia berbakti dan mengabdi itu sama artinya dengan mengubah nama diri sendiri. Mengubah suku yang ia lindungi sama saja dengan mengubah diri sendiri.
"Astaga, kenapa Hana senang sekali tinggal ditempat pelosok seperti ini? Bukankah dia seorang putri, harusnya ia tinggal diistana megah nan nyaman," Z berkeluh kesah sambil mengangkat rok putihnya tinggi tinggi. Dibawahnya ada sungai berlumpur yang bisa saja membuat bajunya basah. Aliran sungai tak begitu deras, sungai itu juga tak begitu dalam, tapi entah mengapa sungai itu sudah bisa merusak mood Z yang tadinya berada diatas awan.
Sungai itu mengalir dalam goa. Ya, mereka bertiga sedang berjalan menelusuri lorong goa yang tadi ditemukan El. Karna pintu istana yang biasa berganti ganti, Mika bahkan tak menyangka kalau medannya akan seberat ini.
Tidak, ini sebenarnya sama sekali tak berat menurut Mika dan El. Karna bagaimanapun, mereka tak perlu mencincing baju untuk menghindari baju mereka yang bisa basah. Baju yang Mika pakai sudah dirancang khusus untuk bisa tahan air.
"Z, mungkin sebaiknya kau mulai meninggalkan baju itu dan pakai baju seperti yang kami pakai," El yang tak tahan dengan keluhan keluhan sama yang selalu keluar dari mulut Z kini memulai menasehatinya. Dikelompok mereka yang bertugas menasehati adalah El, ia juga menjadi penengah percekcokan yang biasa terjadi antarsaudara ini.
Z mendegus pelan mendengar nasehat temannya itu. Ia sama sekali tak suka dengan usulannya. "Tidak, selamanya aku takkan memakai baju baju hitam itu. Apa kau tahu baju terusan putih adalah ciri khusus suku Z?" tanya Z retoris. Mika menatap El dengan tatapan pasrah. Sudah menyerah saja, itulah arti tatapan pasrah Mika. Mika sudah berusaha menasehati adiknya, tapi memangnya adiknya mau mendengarkannya.
"Kalau kau tak mau memakai baju itu, lebih baik kau berjalan dalam diam dan berhenti mengeluh. Perhatikan langkah kakimu, mungkin saja ada ikan yang menargetkan daging lembutmu itu," Mika berkata bodo amat, adiknya tentu saja membalasnya dengan pelototan tajam.
Setelah itu hening memenuhi udara sekitar. Mereka melewati sungai dangkal dalam goa itu tanpa mengatakan apa apa. Tak ada satupun dari mereka yang bertanya dari mana asal air jernih yang mengalir ini, mereka jelas sudah tahu jawabannya.
****
Setelah selesai dengan sungai dangkal, mereka kembali berjalan dengan lampu senter yang menempel dikepala M. El dan Z sebenarnya tak butuh lampu penerangan bahkan dilorong tanpa cahaya ini, karna bagaimanapun, Mata El sedikit istimewa. Mata El adalah Mata Permata, ia bisa melihat segala sesuatu dengan lebih jelas berkali kali lipat dari pada orang lain. Lalu bagaimana dengan Z? Meski ia tak punya Mata Permata, pengelihatan Z juga tak kalah bagus. Z itu istimewa, ia unggul disegala bidang.
"Haruskah kita merayap?" tanya El ketika diameter lorong semakin menyempit. El sudah tak bisa lagi berjalan sambil menundukkan badan.
Z tentu saja menunjukan reaksi penolakan. Tahu kalau medannya sangat absurd begini lebih baik ia tadi menunggu di dalam kapsul saja.
"Kita hanya perlu merangkak," Mika berkata sambil menekuk lututnya dan membentuk pose merangkak. Lalu ia mulai merangkak melanjutkan perjalanan sama persis seperti bayi yang belum belajar berjalan.
Z mengikuti dengan lagi lagi mengeluarkan keluhan, bukan hanya keluhan lagi, ia juga malah berkata sumpah serapah tentang Hana. El mengikuti dibelakang Z dengan terus bergumam kesal.
"Cih, Putri Hana sepertinya benar benar kekurangan uang untuk membangun istanannya didaratan luas. Bisa bisanya dia membuat istana di bukit terpencil yang sama sekali tak dikunjung seorang manusiapun. Ia juga keterlaluan sekali membuat tamu yang ingin berkunjung harus menghadapi dulu siksaan siksaan memalukan seperti ini," Z berkeluh kesah lagi. Tapi walau begitu ia terus mengikuti kakaknya yang sudah berjalan didepan. M dan El sama sekali tak menanggapi keluhan Z.
"Ah..." seru Mika tanpa sadar karna kaget.
"Ada apa, Kak?" tanya Z khawatir sambil berusaha melongok kedepan. Ia ingin memastikan apa yang terjadi didepan.
"Hewan besar merambat," gumam M pelan, "Sepertinya itu ular."
Mendengar hal itu Z dan El langsung tanpa sadar merinding ngeri. Apa, ular? Kenapa kita harus bertemu ular di lorong sempit yang membuat mereka tak punya kesempatan untuk bergerak?
M berniat mengambil senjata yang sudah ia siapkan. Walau medan sangat sulit dan ia sama sekali tak bisa bergerak kecuali maju dan mundur karna dalam posisi merangkak, tetap saja Mika punya suatu solusi yang sudah ia siapkan untuk mengantisipasi kejadian ini. Mika benar benar akan menyerangnya jika saja El tak berteriak menghentikan.
"Mika, jangan." El berteriak cepat cepat saat sadar Mika akan menyerang ular itu. Mika dan Z tak mengerti, mereka mengerutkan kening bingung.
"Ini adalah daerah kekuasaan Putri Hana, semua hewan yang berada didaerah ini semuanya tunduk dan berada dibawah perlindungan Hana. Jika kita menyerangnya, hubungan kita dengan Hana akan berakhir buruk," El mengatakan hasil diagnosisnya. Mika terdiam, yang El katakan itu benar. "Sebisa mungkin kita jangan menyakitinya."
"Jadi haruskan kita berbicara dengannya?" tanya Mika sinis. Walaupun perkataan El masuk akal, tapi untuk memikirkan bagaimana cara agar ular ini tak menyerangnya dan mau menurut itu adalah pemikiran konyol dikepala Mika.
Lihat saja ular yang berdesis dan menjulurkan lidahnya itu. Ular itu tampak sangat besar, bahkan mungkin berkilo kilo beratnya. Lalu lidahnya yang bercabang menjadi dua itu menjadi masalah tersendiri, mungkin saja didalam mulutnya ada racun yang siap ia semporkan pada mangsanya. Ular itu jelas bisa melilit mangsanya sampai mati, selain itu dia juga bisa meracuni mangsanya.
"Hai Tuan Ular yang baik hati dan tidak sombong," Z berkata konyol, ia menyapa ular yang berada di depan Mika.
Seolah merespon, ular itu merambat ditanah dan melewati Mika begitu saja, ia tepat berhenti di depan Z dan berdesir pelan. Z mangut mangut, ia seolah memahami apa yang coba disampaikan ular lewat desirannya.
"Kami adalah tamu dari ratu kalian, Hana. Bisakah kau menunjukan pada kami jalan kearah istananya?" tanya Z ramah. Ular itu berdesir seolah ingin berkata kalau ia mengerti dan mulai merambat lagi. Kini ia berjalan didepan Mika seolah menunjukan jalan.
"Adikku, rupanya kau cukup berguna juga," Mika berkata kurang ajar. Dia baru sadar kalau ular itu paham akan apa yang dikatakan adiknya, Z.
"Tentu saja aku berguna. Diantara kalian semua, akulah yang paling kuat." Z berkata kesal sambil terus melanjutkan kegiatan merangkaknya. Mereka merangkak dalam diam.