Lima tahun yang lalu Nindia sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Bayi perempuan mungil itu di beri nama Cinta. Cinta Ananda. Kini Cinta sudah mulai sekolah.
Seperti biasa pagi ini Cinta akan berangkat ke sekolahnya sementara Nindia berangkat ke restauran tempatnya bekerja. Sudah dua minggu Nindia bekerja sebagai pelayan di restauran atas bantuan bu Ratna karena selama ini dia hanya bekerja sebagai buruh cuci. Ya karena Nindia tidak memiliki ijasah jadi dia kesulitan untuk melamar pekerjaan. Beruntung kenalan bu Ratna mau menerima Nindia bekerja di restaurannya.
"Sayang, bunda tidak bisa antar kamu ke sekolah ya,hari ini bunda sibuk. Kamu di antar sama nenek saja ya, nak," ucap Nindia seraya merapikan seragam sekolah putrinya.
"Iya bunda tapi pulangnya saja jemput Cinta ya." ucap gadis itu dengan gaya manjanya dia bergelayutan di pelukan bundanya.
"Tidak bisa sayang, bunda kan kerja pulang sore. Cinta di jemput nenek juga, ya. Nanti pulang bunda beliin Ice cream. Kamu mau, kan?" bujuk Nndia pada putrinya.
"Hmm, beneran bunda beliin Cinta ice cream?" mata Cinta berbinar-binar.
"Iyaa, sayang! Tapi Cinta tidak boleh nakal, harus nurut sama nenek ya!" Nindia mengecup kening Cinta berkali-kali lalu memeluknya.
"He em." Cinta mengangguk sambil membalas pelukan bundanya.
"Ayo, kita sarapan dulu."
Selesai sarapan, mereka pun pergi bersama menggunakan angkot. Cinta turun lebih dulu karena sekolahnya lebih dekat daripada restauran tempat Nindia bekerja.
Sampai di restauran, Nindia langsung menuju ruang karyawan yang terletak di samping kitchen. Dia simpan tas dan handphonenya di loker.
"Pagi, pak Andi," sapa Nindia pada manager restauran yang sudah ada di ruang karyawan.
"Pagi juga, Diah. Langsung ya bersih-bersih di depan. Jangan lupa mejanya juga di lap yang bersih!" perintah pak Andi yang langsung di balas anggukan oleh Nindia
Nindia pun mulai membersihkan restauran seperti biasa. Karyawan yang lain pun sudah mulai berdatangan.
"Haay, cantik!" sapa temannya Doni pada Nindia.
Doni lebih tua dua tahun dari Nindia. Sejak Nindia mulai kerja, Doni sudah menaruh hati padanya. Awalnya semua teman kerja Nindia tidak percaya kalau Nindia sudah memiliki anak tapi setelah mereka melihat foto Nindia dan Cinta di handphonenya baru mereka percaya.
Karena status Nindia yang tanpa suami tentu saja ada beberapa teman kerjanya yang bersikap sinis pada Nindia tapi dia tidak perduli selama pemilik restauran bersikap baik dan menerimanya maka tidak akan jadi masalah buat Nindia.
Ada satu teman kerja Nindia yang sangat baik pada Nindia. Dia merupakan salah satu koki di restauran tempat Nindia bekerja. Namanya Nani. Janda anak satu yang di tinggal selingkuh oleh suaminya. Mungkin karena merasa sama-sama sebagai single parent jadi dia sangat mengerti tentang Nindia.
Setelah membersihkan restauran, Nindia merasa haus. Nindia pun masuk ke kitchen untuk mengambil air minum. Di lihatnya Nani sedang memasak menu andalan restauran.
"Hei Nan, baunya sangat sedap bikin lapar saja!" Nindia mendekat ke arah Nani.
"Kamu belum sarapan, Diah?" tanya Nani.
"Sudah kok kalau belum sarapan, bisa pingsan aku baru bisa makan nanti siang."
Mereka berdua pun tertawa.
"Apa kabar si cantik? Dia pasti makin menggemaskan, ya?" Nani menanyakan tentang Cinta. Nani pernah sekali datang ke rumah Nindia.
"Makin manja dan ceriwis itu anak. Hahahaa . . " Nindia menggeleng mengingat anak semata wayangnya.
"Kapan kita libur bareng lagi, ya. Kita jalan-jalan berempat. Zoe pasti senang bisa ketemu Cinta."
"Hmm. . kita lihat jadwal bulan depan. Biasanya kan dalam sebulan kita dapat libur bareng satu kali."
"Hey! Kalian berdua kalau sudah ketemu pasti ngobrol saja! Kerja yang benar!" Kety, sesama karyawan restauran yang tidak menyukai Nindia.
"Bukan urusan mu, Ket!" sahut Nani ketus.
"Aku ke depan dulu Nan," pamit Nindia karena tidak mau ribut.
Nindia pun kembali ke depan. Di lihatnya pengunjung mulai datang. Tiba-tiba ada laki-laki datang. Dia memanggil Nindia yang kebetulan sedang berdiri di dekat meja kasir.
"Heey . . pelayan!" panggil laki-laki itu sambil menunjuk ke arah Nindia.
"Ya pak, mau pesan apa?" tanya Nindia ramah saat sudah di meja laki-laki itu.
'Pak? Kamu pikir saya sudah bapak-bapak heehh??" laki-laki itu menjawab dengan wajah ketus.
"Hmm, maaf-maaf, tuan!" Nindia gugup, dia ragu harus memanggil apa pada laki-laki itu.
"Saya mau pesan menu seperti biasa!" ucap laki-laki itu masih dengan wajah galak.
"Yang seperti biasa maksud tuan?" Nindia tidak tahu menu yang di maksud laki-laki itu karena Nindia baru kali ini melihatnya.
"Kamu karyawan baru, ya? Tidak kenal siapa saya, hehh?!"
"Maaf tuan, saya baru dua minggu bekerja di sini, " Nindia makin bingung menghadapi laki-laki itu.
"Panggil pelayan lain, saya tidak mau di layani sama kamu!" laki-laki itu makin ketus. Nindia pun segera meninggalkan meja laki-laki itu. Di lihatnya Kety berjalan ke arah meja laki-laki itu.
"Mas Fadil, sudah lama tidak datang ke sini. Maaf ya itu tadi memang karyawan baru. Kety pesankan seperti biasa ya, mas." Kety bicara dengan gaya manja.
"Hmm. Saya mau pelayan tadi yang membawakan pesanan saya!"
"Baik. Di tunggu ya, mas."
15 menit pesanan sudah siap. Nindia yang mengantarkan pesanan Fadil ke mejanya.
"Ini pesanannya, tuan. Silahkan!" Nindia berusaha ramah pada Fadil. Baru saja Nindia hendak meniggalkan meja Fadil tiba-tiba tangan Nindia di tahannya.
"Duduk!" perintah Fadil. Nindia pun duduk di kursi di depan Fadil, "Pesankan satu lagi yang sama!" titah Fadil lagi ke arah Kety yang melihat mereka di dekat meja kasir. Tak lama pesanan satu lagi pun di antar ke meja Fadil.
"Ayo temani saya makan!" perintah Fadil pada Nindia.
"Tapi saya sudah sarapan, tuan," Nindia menolak secara halus.
"Saya bilang makan! Apa kamu mau saya bilang sama bos kamu supaya kamu di pecat, hehh!" Fadil memaksa.
Nindia pun menoleh ke arah meja kasir. Ada Pak Andi di sana dan mengangguk ke arah Nindia. Akhirnya Nindia pun ikut makan.
Baru beberapa suap Nindia sudah merasa kenyang. Nindia pun berhenti makan. Melihat makanan Nindia masih banyak, Fadil pun memaksa Nindia kembali makan.
"Ayo di habiskan!" perintah Fadil.
"Saya sudah kenyang, tuan," tolak Nindia.
"Kamu mau membuang-buang makanan, ya?" tanya Fadil sambil menatap tajam ke arah Nindia.
"Ti-tidak tuan! Tapi saya benar-benar sudah kenyang. Dua jam lalu saya baru sarapan."
"Dua jam lalu itu sudah lama. Ayo habiskan apa perlu saya suapin, heh?"
"Ti-dak tuan! " Nindia pun kembali memakan makanannya. Dia makan dengan sangat pelan karena merasa tidak enak di perutnya yang sudah merasa kekenyangan.
"Kamu lambat sekali! Kamu mau menghabiskan waktu berharga saya hanya untuk menunggui kamu makan?" Fadil masih menatap Nindia dengan tajam.
"Ti-dak tuan! Kalau tuan mau pergi silahkan,saya tidak apa-apa makan sendirian, " ucap Nindia. Dia pikir kalau Fadil pergi dia tidak perlu menghabiskan makanannya tapi itu malah membuat Fadil marah.
"Kamu ngusir saya, hehh??" Fadil emosi.
"Ti-tidak tuan. Tadi tuan bilang waktu tuan sangat berharga jadi saya pikir tidak perlu menunggui saya makan," jawab Nindia gugup. Apa maunya orang ini. Pikir Nindia.
"Saya mau makanan kamu di habiskan! Saya tidak suka ada orang yang membuang-buang makanan. Mengerti kamu!"
"Bagaimana kalau makanan nya saya simpan buat saya makan siang saja tuan?" Nindia memberikan usul.
"Kamu! Habiskan! Makan siang beda lagi!" Fadil dengan tidak sabar segera menyuapi Nindia.
Nindia pun terpaksa menelan makanan nya. Namun baru beberapa suap perutnya makin tidak nyaman dan benar-benar menolak makanan nya. Dia pegang perutnya dan menutupi mulutya sambil menggeleng.
Dalam hitungan detik Nindia sudah tidak bisa tahan. Dia langsung berlari ke arah wastafel dan memuntahkan makanannya. Wajahnya memerah,ada setetes air mata mengalir di pipi nya. Tubuhnya jadi lemas.
Fadil segera menyusul Nindia. Melihat wajah Nindia memerah,dia pun merogoh dompetnya,mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan dan meletakkan di wastafel di depan Nindia.
"Besok temani saya sarapan. Kamu jangan sarapan di rumah!" titah Fadil lalu meninggalkan Nindia yang menatapnya jengah.