Sejenak Natasha menajamkan pendengaran. Ia seperti mendengar suara langkah dan teriakan Alice memanggil namanya. Namun, lagi-lagi dia tak mampu berbuat, saat Diego menyodorkan wajah dan mendaratkan bibir. Natasha mengerjap, kemudian kelopak matanya tampak berkaca-kaca saat menatap laki-laki yang berhasil mencium bibirnya itu.
Natasha memalingkan wajah, melirik ke arah pintu saat terdengar ada seseorang yang menutupnya dari luar. Teriakan samar Alice yang memanggil-manggil namanya pun tidak terdengar lagi. Tak berapa lama, Diego menggandeng lengannya dengan lembut, menuntunnya menuju ranjang di kamar yang bersebelahan dengan ruangan kerja.
Tubuh ramping Natasha direbahkan perlahan di sisi ranjang. Dalam dinginnya ruangan ber-AC dan derasnya suara hujan, seolah-olah menambah gairah Diego yang telah dahaga akan kenikmatan aktivitas ranjang. Ia segera memeluk erat dari belakang, tubuh Natasha yang terbaring miring menghadap dinding.
Gadis itu tampak semakin gemetar sambil melipat tangannya di depan dada. Keduanya lantas tidak banyak bicara. Hanya Diego yang tampak begitu agresif, membalikkan tubuh Natasha hingga terbaring saling berhadapan. Embusan napas keduanya saling beradu di sela-sela tangan Diego yang mengelus lembut rambut Natasha yang ikatan pitanya sengaja dilepas oleh lelaki itu.
"Kamu benar-benar cantik, Natasha," bisik Diego yang juga menyentuh ujung dagu gadis itu.
Natasha tak menyahut saat tangan Diego menggenggam wajahnya agar mendongak. Hening. Cukup lama keduanya saling menatap lekat dengan detak jantung yang sama-sama tidak beraturan.
"Tuan, apa yang akan Tuan lakukan?" tanya Natasha yang mendelik ketakutan.
"Aku hanya ingin melewatkan malam ini bersamamu, Sha. Sebenarnya, aku telah lama ada rasa terhadapmu. Bisa dibilang aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu saat makan malam, dulu itu," ujar Diego.
"Tapi, Tuan ...." Natasha tak melanjutkan ucapan karena jari telunjuk Diego sigap menempel di bibirnya.
Jantung Natasha berdegup semakin kencang saat hembusan napas laki-laki itu terasa semakin memburu. Tangan Diego juga sibuk membuka satu persatu kancing atasan gadis itu yang telah dalam keadaan pasrah. Bola matanya membulat saat melihat bukit kembar di balik lindungan bra milik Natasha.
Rintik hujan di luar masih saja terdengar. Diego memindai tubuh Natasha agar terbaring di bawah kendali dirinya. Menjadikan tubuh gadis itu dalam kungkungannya.
Sementara, Natasha hanya pasrah saat wajah tampan Diego bermain-main di tubuh bagian atas miliknya yang dihiasi gundukan indah itu. Sesekali ia menahan napas dan rintihan kecil karena ketakutannya jika terdengar hingga ke luar kamar.
"Tuan ...," lirihnya saat merasakan tubuh bagian bawahnya mulai berdenyut nyeri.
"Sabar, Sayang," balas Diego yang begitu paham gelagat gadis itu. Bagaimana Diego tidak paham? Dia lelaki normal yang telah mahir dalam bercinta. Sedangkan Natasha baru kali ini mengecap nikmatnya bersetubuh dengan lawan jenis.
Embusan napas beraroma alkohol dan tubuh Diego yang masih meninggalkan parfum aroma fresh citrus berhasil tercampur saat Natasha berebut udara tipis di ruangan itu. Diego melabuhkan bibir di bibir gadis itu untuk beberapa saat berpagutan.
"Apa kamu belum pernah berciuman bibir selama ini, Sha?" tanya Diego saat melepaskan tautan bibirnya.
Natasha menggeleng pelan dengan wajah bersemu kemerahan karena malu.
"Tenang saja, kalau kamu menjadi milikku, aku akan mengajarimu. Oke?" imbuh Diego.
"Sudah, ya, Tuan. Cukup. Saya sangat takut," rengek Natasha saat kedua lengannya dicengkeram erat oleh Diego.
"Aku janji akan melindungi dirimu sejak malam ini, Sha. Jadi, jangan takut," ucap Diego berusaha menenangkan hati Natasha yang semakin gusar.
Detak jarum jam tanpa henti bergerak memutar. Dalam dinginnya udara AC Diego mengalirkan sesuatu dalam dadanya yang selama ini terpendam. Natasha mengerjap saat merasakan kehangatan cairan yang merangsek masuk penuh kenikmatan bercampur rasa nyeri yang menyerang area intimnya. Napas keduanya tampak tersengal-sengal saat masih dalam posisi saling tindih usai pelepasan.
Natasha mendorong pelan tubuh Diego agar menyingkir dari tubuhnya. Ia lantas menggigit ujung jemari dengan pikiran kalut. Ketakutan, kecemasan dan gugup beradu menyerang dadanya saat ini.
Natasha bergegas membalikkan badan menghadap dinding lagi. Dia menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya. Sementara buliran bening mulai meleleh, membasahi kedua pipinya.
"Jangan takut, aku akan bertanggung jawab," ujar Diego.
Diego yang mengerti kekalutan Natasha lantas mengelus lembut lengan gadis bermata bulat itu.
"Bagaimana jika Nyonya Muda mengetahuinya, Tuan?" tanya Natasha dengan suara bergetar usai membalikkan badan menghadap ke arah Diego lagi.
"Jangan takut!" ucap Diego lagi sembari menggenggam wajah Natasha dan lagi-lagi menatapnya lekat.
Natasha merasakan kehangatan dari senyum Diego yang tersungging di bibir itu. Batinnya merasa jika majikannya itu baru kali ini wajahnya begitu semringah, tidak seperti biasanya yang selalu berkerut. Entah karena lelah karena pekerjaan atau lelah memikirkan rumah tangganya bersama Kathy yang tak pernah sejalan.
"Apa, Tuan, malam ini sedang bahagia?" tanya Natasha dengan polosnya membuat Diego tertawa kecil.
"Tentu saja aku sangat bahagia, Sha. Aku bisa menikmati tubuh cantikmu ini. Tapi, bukan hanya itu saja, sih. Sejujurnya aku sangat mencintaimu dari dulu," ungkap Diego sambil meraih kepala Natasha dan membenamkannya di dada bidang miliknya. "Bagaimana denganmu, Sha?" sambung Diego.
"Sa-saya, Tuan?" Natasha mendongak, menjawab dengan tergagap.
"Iya. Apa kamu juga menginginkanku?" tanya Diego lagi.
"Saya bingung, Tuan," balas Natasha kemudian menunduk.
Diego membelai pucuk kepala Natasha dengan lembut, kemudian mendekatkan wajah. Ia lantas mendaratkan bibir di kening, membuat pengasuh anaknya itu tersipu malu.
"Sepertinya ada suara langkah seseorang di depan kamar, Tuan? Bagaimana kalau orang itu memergoki saya bersama Tuan di kamar ini?" tanya Natasha dengan mimik ketakutan.
Diego yang juga merasa mendengar langkah kaki seseorang, lantas bangun dan segera memakai pakaiannya. Lelaki itu kemudian melangkah menuju pintu. Sedangkan Natasha yang masih berada di ranjang, berupaya sembunyi di balik selimut.
Dengan perlahan Diego membuka pintu yang rupanya sejak tadi terbuka sedikit itu. Ia lantas keluar ruangan, mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Dari arah kamar milik ibunya, ia melihat sekelebat seseorang.
"Apakah barusan itu Mama?" gumamnya dalam hati sambil menggeleng pelan.
Diego berjalan pelan sambil mengamati sekeliling yang tampak sepi. Pintu dapur dan pintu kamar para asisten rumah tangganya tampak tertutup rapat. Hanya saja kamar sang ibu yang biasa lampunya berganti redup saat jam tidur, kini terlihat menyala dengan terang.
"Ah, mungkin tadi beneran Mama. Gak papa juga, sih. Toh, Mama selalu mendukung dan menginginkan diriku mendekati Natasha," gumam Diego lagi sambil menghela napas dalam. Ia merasa lega.
Ia kemudian bergegas kembali ke ruangan pribadinya itu untuk menemui Natasha yang didera kecemasan. Senyum Diego merekah, setidaknya sandiwaranya bersama Samuel, yang pura-pura mabuk berat saat pulang ke rumah berhasil.