[Bab 2 : Boss Mesum!]
Happy Reading!!
No Bully!!
Sorry for Typo!!
***
[Normal ]
Jessica datang ke kantor Xaiver dan di depan ruangan Xaiver, Jessica melihat seorang gadis yang terlihat gugup berdiri di depan ruangan Xaiver dengan kepala tertunduk. Jessica bertanya sebentar lalu ia masuk keruangan Xaiver, ia tau apa yg membuat gadis di depan itu gugup. Awalnya ia kira itu gadis panggilan Xaiver, makanya ia bertanya dengan nada sinis dan menatapnya tajam. Tapi ternyata ia gadis yang akan bekerja di kantor Xaiver dan bukan gadis panggilan Xaiver.
"Bisakah kau tidak melakukan ini di saat jam kerja." gerutu Jessica saat ia sudah di dalam ruangan Xaiver.
Xaiver dan perempuan tadi sudah berpakaian lengkap tidak seperti saat Adeeva melihatnya.
"Nanti uangnya aku transfer." kata Xaiver pada perempuan itu dan perempuan itu pun berlalu keluar ruangan.
"Mau apa kau kemari?" tanya Xaiver menghiraukan perkataan Jessica sebelumnya.
Jessica berdecak kesal melihat tingkah Xaiver yang tidak membalas ucapannya. "Mom merindukanmu, pulanglah ke rumah, dan bisakah kau tidak melakukan itu di saat jam kerja! " Jessica berseru di akhir kalimatnya.
"Aku tidak akan pulang ke rumah selama masih ada lelaki itu di rumah! Dan ya aku tidak bisa." jawab Xaiver enteng, ia merapikan dasinya lalu kembali duduk di kursi kerjanya dengan santai.
"Kau tidak boleh begitu, Xaiver! Bagaimana pun dia Ayah kita! Kau bisa melakukan itu tapi tidak di saat jam kerja!" teriak Jessica geram dengan kelakuan adiknya yang player itu.
"Dia bukan Ayahku, tapi penghancur keluarga kita. Sudahlah jika kau ke sini hanya untuk mengomeliku lebih baik kau pergi saja, aku sibuk." kata Xaiver dengan terus terang mengusir Jessica dari kantornya.
Jessica memutar bola matanya kesal. Percuma ia berdebat dengan Xaiver, tidak akan pernah ada ujungnya. Xaiver adalah anak yang keras kepala. Jika bukan karena kemauannya sendiri ia tidak akan melakukannya.
"Sibuk bercumbu dengan para perempuan jalang." kata Jessica kesal.
"Itu kau tau." balas Xaiver santai seperti lagi di pantai.
Jessica menghela nafas lelah, lalu ia menghempaskan dirinya di sofa single.
"Xaiver dia itu bukan penghancur keluarga kita, semua itu hanya kecelakaan." ucap Jessica kemudian setelah cukup lama diam.
"Kecelakaan? Dia memang sengaja membunuh Daddy agar bisa memiliki semua harta Daddy." kata Xaiver dengan nada yang tinggi.
"Xaiver, dia tidak seperti yang kau pikirkan selama ini." kata Jessica juga dengan nada tinggi. Sudah di bilang jika Xaiver anak yang keras kepala 'kan?
"Memangnya kau tau apa yang aku pikirkan?" tanya Xaiver dengan alis terangkat satu dan tak lupa dengan senyuman menyeringai.
"Terkadang yang kita lihat tidak seperti kenyataannya, Xaiver." ujar Jessica.
"Harusnya kata kata itu pantas untukmu, Jes." kata Xaiver.
"Ck, sudahlah berbicara denganmu hanya akan membuatku darah tinggi saja! Jangan lupa nanti malam pulang ke rumah makan malam bersama Mommy, ia sangat merindukanmu, setidaknya datanglah untuk Mommy." kata Jessica.
Setelah mengucapkan itu Jessica langsung bangkit dari sofa dan melenggang pergi dari ruangan itu dengan menghentakkan kakinya kesal.
Xaiver menghela nafas lalu memanggil Adeeva untuk masuk ke ruangannya karena ia akan meng-interview langsung karyawan barunya. Tentu saja hanya calon karyawan bagian sekretaris pribadi, bukan karyawan yang lain. Karena hanya wanita cantik yang bisa menjadi sekretaris pribadinya.
Kini Adeeva telah berada di ruangan Xaiver, duduk di kursi yang telah di sediakan ia hanya menunduk tidak berani menatap sang bos besar.
Jika ia sebelumnya berdoa agar ia diterima di perusahaan ini maka sekarang ia berdoa agar ia tidak diterima di perusahaan ini. Ia tidak bisa membayangkan punya boss mesum, lebih baik ia bekerja di perusahaan biasa dan dengan bos yang biasa pula. Dari pada bekerja di perusahaan besar tapi memiliki bos mesum macam Xaiver!
"Berapa umurmu?" tanya Xaiver menatap wanita di hadapannya.
Wanita yang duduk di bangku depan mejanya. Wanita berambut panjang dengan rambut yang di ikat menjadi satu dengan kacamata baca yang sedikit kebesaran, kemeja putih dan blazers hitam dengan bawahan celana bahan hitam. 'Cantik, hanya saja butuh sedikit polesan agar makin cantik' pikirnya.
"22 tahun Mr.Maximilian." balas Adeeva masih dengan menundukkan kepalanya.
***
[ Adeeva Adelia ]
Aku menyerahkan dokumen berisi tentang data diriku pada Mr.Maximilian, ia membaca lalu menutupnya kembali. Ralat bukan membacanya, hanya membukanya lalu memutupnya kembali, maksudku apakah ia tidak benar - benar membacanya atau mungkin ia punya kekuatan super untuk membaca. Seperti super dede sinetron mnctv yang sering Ibuku tonton setiap hari?
"Berapa umurmu?" tanyanya.
"22 Tahun, Mr.Maximilian." balasku lirih. Aku menundukkan kepalaku, aku takut jika harus menatap mukanya yang mesum itu.
Aku bisa melihat dari ekor mataku jika Mr.Maximilian memerhatikanku sebentar, lalu berkata. "Kau diterima. Hari ini juga langsung bekerja." kata Mr.Maximilian santai.
"Apa!!!" teriakku refleks karena kaget, bagaimana bisa ia langsung memutuskannya begitu saja bahkan ia belum meng-interviewku. Boro-boro interview, membaca tentang diriku saja tidak. Apa dengan hanya menanyakan umur saja sudah termasuk interview ?
"Kenapa?" tanyanya sambil menaikkan satu alisnya. Bingung dengan reaksi yang aku berikan mungkin.
"Anda bahkan tidak-maksud Saya Anda bahkan belum membaca data tentang diri Saya lalu Anda juga belum Meng-interview saya bagaimana bisa Anda langsung memutuskannya begitu saja!" Seruku lantang.
"Aku bos-nya jadi terserah Aku." katanya datar namun terkesan santai.
"Tapi--"
"Jadi kau ingin aku mempersulit kau hmm." Mr.Maximilian berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke arahku, membuatku menjadi gugup setengah mati karena wajahnya terlalu dekat dengan wajahku.
"Ti-tidak." kataku gugup karena saat ini jarak antara aku dan Mr.Maximilian semakin dekat bahkan aku sampai bisa merasakan hembusan nafasnya di wajahku.
"Bagus, sekarang pergilah ke ruanganmu. Kau menjadi sekretaris pribadiku." katanya di depan wajahku lalu kembali menjauh kan wajahnya dari hadapanku.
"Tapi aku melamar menjadi managers bukan sekretaris, apalagi pribadi!" kataku lagi, dengan nada yang sedikit keras.
Mr.Maximilian menatapku kesal. "Siapa bosnya di sini? Kau atau aku?" tanyanya sebal.
Dia bodoh atau apa? Kenapa bertanya hal yang jelas jelas dia sudah tau jawabannya sih?
"Anda." balasku.
"Aku bos-nya kan? Jadi keputusan ada di tanganku." jawabnya, sepertinya ia mulai marah bukan lagi kesal.
"Tapi--"
"Pergi ke ruanganmu sekarang juga atau aku akan mencium-mu." katanya dengan nada mengintimidasi yang membuat bulu lenganku langsung meremang seketika.
Astaga atasan macam apa ini?
Bicara seenaknya sendiri! Aku tidak tau kalau ternyata Mr.Maximilian itu masih muda dan juga mesum seperti dia kalau aku tau aku tidak akan pernah akan melamar bekerja di sini!
"Apalagi!" tanyanya saat aku berbalik menghadapnya. Karena aku sudah melangkah agak jauh dari meja kerjanya.
"Itu, anu--"
"Anu apa?!"
Bersambung.