"Aku minta maaf, tapi aku hanya perlu mengobrol denganmu lima menit. Tidak lebih, aku mohon."
"Baiklah."
Liora mempersilahkan Bella masuk ke ruangannya.
"Ada apa?" tanya Liora sedikit sinis.
"Liora, aku minta maaf kalau mengganggu waktumu, tapi aku hanya ingin tahu tentang sikap Jenson akhir-akhir ini. Apa kamu juga merasakannya?"
Liora berusaha menahan tawanya, tapi di permukaan ia tetap tenang dan tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Sejak dia memilih menikah denganmu, aku sudah menghapusnya dari kehidupanku."
Bella semakin bersalah, jadi dia dengan lembut berkata, "Kamu tahu ini bukan mauku, ini murni perjodohan, dan aku juga sangat tersiksa dengan pernikahan ini."
Liora hanya mengangkat salah satu alisnya dan menatap Bella sedikit prihatin.
"Aku tahu, jadi lupakanlah!"
Seketika Bella menghela nafas lega.
"Jadi kamu tidak pernah berhubungan lagi dengannya?"
Liora menggeleng.
"Aku bahkan tidak peduli lagi padanya."
Entah kenapa Bella merasa sedikit lega, bagaimanapun Jenson suaminya sekarang, apa jadinya kalau ia masih berhubungan dengan mantan kekasihnya? sementara Gavin saja sudah meninggal, mau tidak mau Bella akan menerima Jenson cepat atau lambat.
"Sudah lima menit, aku harus keluar untuk pemotretan."
Bella tersentak kembali ke dunia nyata dan ia mengangguk.
Bella keluar dari kantor manajemen Liora dan ia tidak tahu kemana tujuannya saat ini, jadi ia kembali berjalan sesuka hatinya.
Di tengah jalan, ia menemukan taksi dan menghentikannya.
Saat ditanya sopir taksi tujuannya, spontan Bella menyebutkan nama sebuah club terkenal, Elite Club, itu tempat favoritnya melepas lelah saat bersama Gavin dulu.
Tak butuh waktu lama, taksi yang ditumpanginya tiba di Elite Club. Bella turun dari taksi dengan senyuman getir, segala kenangan tentang Gavin langsung menyambutnya.
"Bella!" seru seseorang yang membuatnya ditarik kembali ke dunia nyata.
"Rebecca!" balas Bella dengan senyum yang berubah sumringah.
Rebecca balas tersenyum kepadanya dan memeluk Bella.
"Long time no see you Bell, by the way aku turut berduka atas Gavin."
Bella melepas pelukan Rebecca dan tersenyum getir. Menyadari kegundahan hati temannya, ia menarik paksa Bella agar segera masuk ke club dan melepaskan segala kesedihannya.
Bella menuruti Rebecca dan ikut menikmati beberapa alkohol yang membuat Bella tiba-tiba pusing, padahal toleransinya terhadap alkohol sangat rendah, tapi ia memaksa dirinya sendiri.
Antonie yang sejak tadi mengikutinya hingga ke dalam, berubah panik. Jadi ia kembali menghubungi Jenson.
"Maaf Tuan Muda, Nona Bella mabuk. Apa saya harus memaksanya pulang atau tetap mengawasinya?"
"Jangan paksa dia! Biar aku hubungi Bella."
"Baik Tuan."
Di mejanya, kepala Bella sudah tergeletak di meja, tapi ia masih sangat ingin minum untuk meghilangkan rasa kecewanya terhadap perkataan Audy juga kesedihannya kehilangan Gavin.
Namun tepat pada saat ia ingin bersulang untuk kesekian kalinya dengan Rebecca, Jenson menghubunginya. Bella merejectnya dan panggilan kembali seperti ia sedang diteror.
Terpaksa, Bella menerima panggilan itu dengan hati yang menggerutu.
"Christabella!"
"Hmm."
"Christabella aku mohon pulanglah! Aku tahu kamu lelah, jadi aku janji tidak akan mengganggumu." Ulang Jenson dengan nada yang begitu lembut.
Bella tertegun sesaat karena terkejut, Jenson benar-benar seperti bunglon, berubah dari waktu ke waktu.
Bella mendesah menyadari hal itu, tapi mengingat Liora sudah tidak ada hubungannya lagi dengan suaminya sekarang, Bella mempertimbangkan ajakan Jenson. Lagipula kepalanya juga sangat pusing.
"Baiklah!" Bella pasrah.
"Terimakasih sudah menjadi gadis yang baik, tengoklah ke belakang dan lambaikan tanganmu pada Antonie, dia akan menghampirimu."
Tanpa berbicara apapun lagi, Bella mengikuti instruksi Jenson. Ia menegakkan kepalanya dengan susah payah dan menoleh ke belakang untuk melambaikan tangannya pada Antonie, detik berikutnya Antonie menghampirinya dan membantunya keluar dari club.
"Silahkan Nona." Antonie membukakan pintu mobil untuk Bella.
Bella mengabaikannya dan langsung masuk ke mobil dengan tubuh dan hati yang lelah.
***
Rolls Royce hitam tiba di Villa Emerald saat hari sudah malam. Bella tertidur di mobil sehingga Antonie harus menghubungi Jenson terlebih dahulu, lagipula tidak mungkin ia yang menggendong Bella masuk. Bisa-bisa Antonie kembali tanpa kepala karena Jenson pasti akan dengan kejam memenggalnya..
Begitu sambungan telepon terhubung, Antonie buru-buru berkata, "Maaf Tuan, Nona Bella tertidur."
"Tunggu di situ dan jangan sentuh dia! Aku akan segera keluar." Tegas Jenson.
Benar dugaannya, Jenson tidak akan membiarkan siapapun menyentuh istri kesayangannya meski dalam darurat sekalipun.
Di kamarnya, Jenson buru-buru keluar dan masuk ke pintu lift. Tak butuh waktu lama, ia sampai di pintu depan dan berkata pada Antonie, "Pulanglah!"
Antonie mengangguk patuh dan pergi.
Jenson membuka pintu mobil dan dengan pelan-pelan menggendong Christabella yang tertidur.
Pintu mobil ditutup dan Jenson kembali menatap perempuan yang ada dalam pelukannya, detik berikutnya ia tersenyum kagum dengan kecantikan istrinya yang luar biasa. Pada saat yang sama, ia bisa merasakan sesak pada celana dalamnya dan ia ingin sekali bisa menikmati malam ini bersama Christabella
Dalam keadaan seperti itu, Jenson mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam lift.
Ting.
Pintu lift terbuka dan pelayan yang berjaga langsung membukakan pintu kamar untuk Jenson lalu menutupnya kembali. Sementara Jenson, ia menempatkan Bella di tempat tidur dengan hati-hati, menyelimutinya dan menatapnya begitu lama sebelum akhirnya ia mencium keningnya.
Pada saat itu, Christabella tiba-tiba bangun, matanya berkedip pelan dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan sebelum akhirnya ia memandangi ekspresi dingin Jenson, dan matanya tiba-tiba memerah.
"Jens, aku tidak punya siapa-siapa sekarang."
Jenson mengerutkan keningnya dengan keras, ia tidak mengerti maksud perkataan Bella.
"Apa maksudmu?"
"Gavin meninggalkanku dan Mamaku... dia juga memutuskan hubungannya denganku."
Bella tiba-tiba tampak sedih, air matanya menetes dan membasahi wajahnya yang cantik, hingga dia seperti batu permata yang berkilauan.
Melihat Bella menangis, hati Jenson seolah dicubit dengan keras, ia tidak tahu harus menenangkannya seperti apa, ia belum belajar banyak dari Jaz dan ia sangat bodoh dalam urusan perempuan, jadi ia hanya bisa bertanya dengan ragu-ragu, "Bukankah kamu masih memilikiku?"
Bella mengangguk, dan entah kenapa itu membuat Jenson sangat bahagia.
"Aku hanya memilikimu sekarang, jadi maukah kau menerimaku?" Bella mempertegasnya.
"Tentu saja aku menerimamu, kau istriku, Mi Amor."
Bella menangis haru mendengar pernyataan Jenson, dan ia tiba-tiba mengalungkan tangannya pada leher Jenson.
"Terimakasih Jenson, aku milikmu sekarang."
Alkohol telah mempengaruhi pikirannya menjadi begitu buruk.
Tapi Jenson, ia tidak peduli Bella mengatakannya dengan sadar atau tidak, yang jelas dia sudah antisipasi merekamnya jika Bella sadar besok dan menolak mengatakan itu padanya.
"Jadi apa kamu bersedia malam ini?" tanya Jenson dengan degup jantung yang tak karuan.
"Tentu saja, lagipula Mamaku sudah menjualnya padamu kan? Pasti kau sudah mengeluarkan uang yang begitu banyak untuknya, dia memang ibu tak tahu diri."
Jenson tak peduli dengan itu karena ia bahkan tidak tahu siapa mamanya Bella.