"Aku sudah memblokir berita kecelakaan Jaz hari ini, jadi tidak ada orang yang tahu kecuali kita berdua dan dokter."
"Kenapa harus seperti itu?" Liora tampak tak setuju.
"Mommy dan Stephanie belum sepenuhnya pulih dari trauma kecelakaan Ayah dua tahun lalu, aku hanya tidak ingin menambah beban mereka saja." Jenson berkata dengan sangat tenang seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Liora mengangguk dan entah kenapa ia sedikit kagum dengan sikap Jenson.
Pada saat itu dokter keluar dari ruang ICU.
Liora dan Jenson buru-buru menghampirinya dan bertanya hampir bersamaan, "Bagaimana keadaannya Dok?"
"Tuan Jaz baru saja melewati masa kritisnya dan dia memanggil nama Liora dan Jenson, apa itu kalian berdua?"
Liora dan Jenson mengangguk bersamaan.
"Kalau begitu silahkan masuk." Dokter mempersilahkannya.
Liora dan Jenson buru-buru masuk untuk melihat keadaan Jaz.
"Jaz." Liora kembali menangis terisak sambil memegangi tangan Jaz yang diperban.
Sementara Jenson, ia menatap Jaz tak percaya. Bersamaan itu, ia tiba-tiba merasakan sakit luar biasa meski di permukaan ekspresinya setenang lautan yang begitu dalam.
"Jens..." Jaz memanggil Jenson dengan suaranya yang begitu lemah.
"Ya?"
"A... aku punya satu permintaan untukmu."
"Katakan saja!"
"J... jaga Liora untukku."
Jenson baru saja membuka mulutnya untuk bertanya apa maksud dari pernyataan Jaz, tapi Jaz sudah lebih dulu menutup matanya dan monitor berbunyi berbeda tanda terjadi sesuatu dengan Jaz.
Seketika tangis histeris Liora memenuhi ruang ICU. Jenson segera merengkuhnya dan membawa Liora keluar dari ICU karena para dokter dan suster menyuruhnya keluar.
Di luar ICU, Liora menangis histeris dalam pelukan Jenson.
"Tenangkan dirimu!"
"Jaz..." Liora tak berhenti memanggil nama Jaz di sela isak tangisnya.
Terpaksa, Jenson menenangkannya dan membalas pelukan Liora.
"Jaz akan baik-baik saja okey."
Suara Jenson yang dalam dan menenangkan membuat tangis Liora berhenti, ia melepas pelukannya dan menatap wajah Jenson yang seperti pantulan cermin sosok Jaz. Lama dia memeta wajah Jenson dan ingatan tentang Jaz kembali memenuhi pikirannya.
Liora menghela nafasnya dan ia mengangguk pada Jenson.
***
Di Villa Emerald, Christabella yang baru saja pulang dari Bell's Florist miliknya, merasa sedikit khawatir saat mengetahui Jenson belum pulang.
Ia duduk dengan murung di ruang makan dan bertanya pada salah satu pelayan, "Apa Tuan Jenson belum pulang sama sekali sejak tadi?"
"Belum Nona."
"Dan dia tidak memberi kabar sama sekali?"
"Tuan tidak pernah memberi kabar pada para pelayan di villa, tapi kalau Nona Bella ingin tahu saya bisa menanyakan keberadaan Tuan pada Antonie."
"Tidak perlu, terimakasih."
"Baik Nona, saya permisi." Pelayan itu pamit setelah selesai menghidangkan banyak makanan ke meja makan.
Christabella mengangguk dan ia mendengus kesal menyadari makan malam sendirian di ruang makan sebesar itu, ia merasa sangat kesepian sekarang.
Pada pemikiran itu, ia menyesali perbuatannya tadi pagi dan membuat Jenson marah, harusnya ia sadar bahwa Jenson telah berubah menjadi sosok yang dingin dan mengerikan di mata semua orang, tapi ia berubah begitu lembut ketika bersamanya.
Sayangnya ia baru menyadari itu sehingga ia harus menerima konsekuensinya sekarang. Bella mendesah pelan dan ia tiba-tiba kehilangan nafsu makannya. Ia meletakkan sendok garpunya dan minum sedikit air, setelahnya ia ke lantai atas menuju kamar utama, tempat dimana dia terenggut kesuciannya semalam.
Bella duduk di tepi ranjang dengan murung dan ia tak berhenti memandangi ponselnya, tak ada satu pesan pun dari Jenson, padahal saat ini sudah lewat jam 10 malam.
Bella ingin sekali menghubungi Antonie tapi rasa gengsinya mengalahkan segalanya, jadi dia menyimpan semuanya sendiri dan pergi tidur.
22.30 WIB di Apartemen Golden Swan.
Jenson baru saja membawa Liora kembali ke apartemennya setelah seharian menenangkannya karena kondisi Jaz sangat buruk, Jaz bahkan mengalami koma sekarang.
"Sudah malam, aku akan pulang sekarang."
"Tapi Jens...."
"Liora, aku janji akan datang ke sini lagi besok. Aku mohon jangan samakan aku dengan Jaz."
Liora segera ingat bahwa Jenson sangat jauh berbeda dengan kekasihnya Jaz.
"Maafkan aku."
"It's okey, jaga dirimu baik-baik. Kabari aku kalau ada sesuatu. Bagaimanapun Jaz sudah menitipkanmu padaku."
Liora tersenyum sangat tipis dan ia mengangguk. Jenson pergi setelah itu.
Jenson tiba di Villa Emerald saat hari sudah benar-benar malam. Seluruh ruangan di villa sudah gelap, hanya menyisakan cahaya di kamar utama yang berada di lantai empat saja yang masih menyala.
"Christabella masih terjaga?"
Jenson mengerutkan keningnya dan ia segera masuk ke lift pribadi yang langsung menghubungkan ke kamarnya.
Klik
Jenson membuka pintu kamar dan melihat Christabella sedang duduk di sofa sambil menunduk menangis dengan foto Gavin di tangannya.
Seketika kemarahan kembali menguasainya dan dia membanting pintu dengan keras. Jenson memilih tidur di kamarnya sendiri yang berada di lantai lima.
Mendengar dentuman pintu yang begitu keras, Bella kaget dan ia menyeka air matanya, ia bangkit dari duduknya dan meletakkan foto Gavin kembali ke dalam tasnya sebelum akhirnya ia keluar untuk mencari Jenson.
Tapi Villa Emerald terlalu luas dengan tingkatan enam lantai, jadi tidak mudah bagi Bella untuk menemukan keberadaan Jenson begitu saja, apalagi ini sudah larut malam dan para pelayan sudah beristirahat. Jadi dia memilih kembali ke kamarnya dan memaksakan dirinya untuk tidur lagi.
Keesokan paginya, Bella bangun dan ia kembali sendirian di ruang makan hingga ia bisa merasakan tatapan iba dari para pelayan yang datang menghidangkan makanan.
Menyadari hal itu, Bella memberanikan diri untuk bertanya kepada Bibi Casie, perempuan setengah abad yang merupakan kepala pelayan di villa ini, "Bi, apa Tuan Jenson sudah pergi lagi sepagi ini?"
Bibi Casie mengangguk dengan senyum lembut yang sengaja ia ciptakan untuk sedikit menenangkan hati Bella.
"Apa dia tidak menitip pesan apapun pada Bibi sebelum pergi?"
Bibi Casie mengangguk sebelum ia berkata, "Kami harus melayani Nona Bella sebaik mungkin."
"Hanya itu?" Bella terlihat kecewa.
"Iya Nona."
"Baiklah, Bibi boleh pergi. Terimakasih."
Bibi Casie mengangguk dan pamit.
Sepeninggal Bibi Casie, Bella mendengus kesal dan ia meninggalkan meja makan begitu saja tanpa sedikitpun menyentuh makanan yang ada di sana.
Para pelayan terkejut dan menatap Bella penuh iba. Bella tak peduli dan ia tetap melenggang keluar dari villa.
Di depan villa, Antonie sudah menunggunya dengan rolls royce hitamnya, tapi Bella mengabaikannya seolah dia tidak melihat siapapun, ia bahkan tidak melirik Antonie dan berjalan dengan langkah yang besar menuj gerbang utama.
Antonie tercengang dan ia mengusap keningnya sebelum akhirnya ia buru-buru masuk ke mobilnya dan menyusul langkah Bella.
"Nona Bella, aku mohon berhentilah!"