Guratan kesedihan terlihat jelas di balik penampilannya yang sempurna hari ini.
Wajahnya murung, sementara hati dan pikirannya seolah tidak bersama raganya, mengembara ke tempat lain.
Bella sibuk memikirkan perasaan Gavin saat ini, mengingat pernikahannya dengan Jenson diliput oleh seluruh media terkenal di ibu kota. Ia ketakutan Gavin akan kehilangan akal dan memutuskan bunuh diri.
Dengan pemikiran seperti itu, Christabella bisa merasakan bulu romanya berdiri. Ia menghela nafas panjang sebelum akhirnya teralihkan oleh suara seseorang di sampingnya.
"Ehem."
Jenson yang berdiri di sampingnya seolah bisa merasakan kemurungan istrinya, sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengganggunya.
"Apa pesta ini sangat buruk bagimu?"
Bella hanya mengigit bibirnya dan menatap Jenson acuh.
Mendapat kebisuan dari istrinya, Jenson menggerakkan bibirnya membentuk seringai mengejek. Setelahnya ia mengalihkan fokusnya pada para tamu undangan.
Ketika hari berganti menjadi sore, pesta yang melelahkan itu akhirnya berakhir, dan kini tinggallah mereka berdua di sebuah kamar presidential suite Magnolya Hotel dengan suasana kamar khas seorang pengantin baru.
Taburan bunga mawar di tempat tidur dan juga hiasan lainnya yang menjadikan kamar itu dipenuhi suasana romantis.
Meski begitu, Jenson dan Bella tampak tak terpengaruh oleh suasana itu, mereka saling sibuk dengan ponsel masing-masing dengan jarak yang berjauhan.
Jenson menyandarkan dirinya di sofa single dengan salah satu kakinya menyilang di atasnya, mengendurkan dasinya dan mulai membuka beberapa kancing bajunya.
Bella yang masih dengan gaun pengantinnya, tampak sedikit gugup melihat leher jenjang Jenson dan dada bidangnya yang ternyata begitu menyita perhatiannya.
Ia menggeram dalam hati sambil berpura-pura tak melihatnya. Ia kembali sibuk pada ponselnya dan menunggu pesan dari Gavin. Hingga suara maskulin tiba- tiba mencapai telinganya.
"Kamu mau tidur dengan gaun itu?" cibirnya.
Bella mengangkat kepalanya dan hendak memelototi Jenson, namun urung karena Jenson saat ini tengah bertelanjang dada dan menampilkan dada bidangnya yang six pack dan mulus tanpa bulu, membuatnya seketika membuang mukanya dengan telapak tangannya menutupi matanya.
"Jenson! Kenapa kamu buka baju di depanku?" Teriak Bella tak terima.
"Memangnya kenapa?" tanya Jenson tanpa bersalah, ia membuang kemejanya asal dan justru berjalan mendekati Bella.
"Apa kamu lupa? Ha?" Bella yang masih menutupi matanya berteriak frustasi.
Jenson menyeringai jahat dan dengan santainya ia berjalan ke arah Bella dan berdiri di depannya.
"Aku benar-benar lupa," bisiknya dengan sengaja.
Seketika wajah dan cuping telinga Bella memerah, jantung yang tiba-tiba melompat lincah, juga desiran tak biasa yang mengalir di tubuhnya.
"Besok aku akan adukan semuanya pada Liora, kalau kamu itu ternyata tidak setia padanya." Kekeh Bella.
"Adukan saja, aku tidak ada hubungan lagi dengan perempuan itu!" balas Jenson enteng.
Sebenarnya ia memang tidak pernah mengenal Liora.
Mendengar jawaban Jenson, Bella semakin stress.
Jenson menyeringai senang mendapati istrinya yang tertekan karenanya, ia memang sengaja menggodanya.
Meski ia tidak pernah tergoda dengan satupun perempuan bule saat di Amerika, tapi ia tetap saja laki-laki normal.
Sejak pertama kali melihat kecantikan dan tubuh Bella yang melekuk sempurna dalam balutan gaun pengantinnya membuat Jenson benar-benar seolah kerasukan jiwa Jaz sekarang.
"Aku mau mandi, apa tidak ingin ada yang aku bantu sebelum aku pergi ke kamar mandi?"
Bella yang memang sudah tidak nyaman dengan gaun pengantinnya, mau tidak mau akhirnya membuka matanya dengan jengkel.
"Bantu aku!" ucap Bella kesal setelah berpikir begitu lama.
Jenson menyeringai penuh kemenangan, lalu menyuruh Bella berdiri, sementara dirinya berada di belakangnya dengan cermin besar di depannya.
Bukannya langsung membantu membuka pengait belakang gaun, Jenson justru berlama-lama menatap Bella di cermin.
Pada posisi seperti itu ia semakin tidak bisa mengendalikan diri, sesuatu tiba-tiba bergejolak di dalam sana.
Sementara Bella, ia deg-degan tidak karuan dan mendadak panas dingin ketika ditatap seperti itu oleh Jenson. Dadanya naik turun karena tiba-tiba nafasnya sesak oleh perlakuan Jenson yang berbeda dari biasanya.
Bella tidak nyaman, sehingga ia mencoba memikirkan cara agar lepas dari tatapan intimidasi Jenson, hingga sebuah kalimat kasar terlontar begitu saja dari mulutnya.
"Jenson Alex, tolong jangan coba-coba menggodaku! Kamu tahu aku tidak akan pernah menjadi milikmu." Tegas Bella.
Pernyataan Bella yang terdengar sarkas membuat senyuman Jenson berubah mengerikan dengan tatapan dingin seolah diselimuti lapisan es tebal.
Bella bergidik ketakutan sehingga tubuhnya mendadak gemetar. Ia tidak pernah melihat sisi 'Jenson' yang mengerikan.
Dalam pemikiran tentang sikap Jenson hari ini, Bella tidak sadar kalau ternyata Jenson sudah tidak lagi berada di belakangnya.
Dengan kata lain, Jenson marah oleh perkataannya dan pergi ke kamar mandi sebelum ia membantu melepas gaunnya.
Meski ada kelegaan dalam diri Bella karena Jenson tidak melihat tubuhnya yang hanya tertutup bra tempel dan celana dalam saja dibalik gaunnya, tapi dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap 'Jenson'.
"Dia benar-benar aneh hari ini," batinnya.
Sepuluh menit kemudian, Jenson keluar dari kamar mandi dan ja memandang Bella yang masih memakai gaun dengan tatapan mencibir.
"Kenapa kamu tidak mandi saja dengan gaunmu?"
"Diam kamu! Aku tahu kamu sengaja melakukan ini. Semua asistenku tiba-tiba mendadak sibuk dan tidak ingin datang ke kamar ini."
"Itu karena mereka masih waras."
"Apa maksudmu?"
"Jangan lupakan ini kamar pengantin."
Jenson tersenyum mengejek ke arahnya sebelum ia menyelinap ke walk in closet.
"Jenson! Ini baru hari pertama dan kamu sudah menyiksaku. Kenapa kamu tega?" Bella berteriak sambil menangis frustasi.
Jenson keluar dari walk in closet dan berubah iba saat melihat Bella menangis.
Ia pun tanpa berkata apapun langsung berdiri di depan Bella dan membantu membuka pengait gaunnya.
Pada saat pengait itu telah terbuka, Jenson tertegun melihat Bella yang hanya menggunakan bra tempel yang membuatnya terlihat sangat seksi, sehingga hal itu sukses membuat jantungnya berdegup kencang disertai sesuatu yang tiba-tiba berubah sesak.
Bella bisa merasakan Jenson terpana melihat bukitnya. Jadi ia cepat-cepat menutupinya kembali dan bergerak menjauh dari Jenson. Ia harus bisa melepas gaun itu sendiri sekarang jika tidak mau berakhir di ranjang bersama laki-laki yang sama sekali tidak dicintainya.
Bella melangkah cepat ke walk in closet meski dengan susah payah. Namun sia-sia karena Jenson lebih dulu mencegahnya.
"Aku bisa membantumu!" bisiknya dengan suara lembut.
Bella merinding mendengarnya, jadi dia dengan gugup berkata, "Jens, ingatlah Liora please! Aku juga tidak ingin menyakiti Gavin, jadi..."
Mmpph...
Jenson membungkam Bella dengan ciumannya.
Jenson mencium bibirnya dengan ganas dan sombong seolah dia begitu mendominasi.
Bella awalnya melebarkan matanya dan berjuang melepaskan diri untuk sekuat tenaga, namun semakin dia berjuang, semakin dalam ciuman Jenson.
Hingga akhirnya... Plak!