"Ini udah jam pulang kan? Kuy ...." ucap Rafli seraya menaik-turunkan alisnya pada Diandra yang masih terduduk di kursi kerjanya.
Diandra langsung melihat jam di pergelangan tangannya, jarum pendek memang sudah hampir mengarah ke angka 4. "Kemana?"
"Jalanlah," ucap Rafli.
"Hah?"
"Hah heh hah heh ... udah ... cepetan beres-beres," ucap Rafli.
"Oke, sebentar, aku beres-beres dulu," ucap Diandra.
Rafli mengangguk.
"Raf? Kamu tunggu di bawah deh, Alfa ada di dalem, dia kan sensitif banget sama kamu, takutnya kalau liat kamu ada di sini, nanti dia malah ngamuk," ucap Diandra.
"Aahh ... iya sih bener juga. Ya udah ... aku tunggu di bawah deh ya?"
Kali ini Diandra yang mengangguk pelan mengiyakan ucapan Rafli.
Rafli lalu berbalik dan melangkahkan kaki pergi.
Diandra melihat punggung Rafli yang tengah berjalan itu hingga akhirnya tak terlihat lagi saat berbelok, dia lalu membereskan barang-barang di atas meja yang berantakan setelah tak lagi melihat Rafli. Dia juga memasukkan handphonenya ke dalam tas.
Lalu, beberapa menit kemudian setelah setelah membereskan semua barang-barangnya, Diandra lalu bangun dari duduknya dan berjalan hendak ke lift dan turun untuk menemui Rafli.
Ting
Tap tap tap
Diandra melangkahkan kaki keluar dari lift saat pintu lift terbuka, dia melihat Rafli yang tengah terduduk di lobi. Diandra tersenyum dan menghampiri Rafli.
"Ayo," ucap Diandra.
Rafli yang tengah menatap layar handphonenya itu sontak langsung bangun dari duduknya dan berdiri tegak. "Lama amat," ucap Rafli.
Diandra mengernyitkan dahi, dia melihat jam di pergelangan tangannya. "Cuma sepuluh menit, lama dari mananya?"
"Sepuluh menit hanya untuk beres-beres meja kerja itu lama Diandra, kenapa gak sat set sat set tumpukin, terus pergi aja?"
"Ya tetep berantakan dong, gak enak diliatnya," ucap Diandra.
"Ihh ... perempuan ribet ya?"
Diandra tersenyum. "Kamu yang ribet! Perkara cuma sepuluh menit doang sampe ngomel, ini kalau kamu terus ngomong, sampe setengah jam pun kita gak akan pergi dari sini! Jadi yang ribet siapa hm?" tanya Diandra.
Rafli langsung menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal dan tersenyum menyeringai. "Iya juga sih," ucap Rafli, "Ya udah deh ... ayo, let's go!" ucap Rafli mendekati Diandra dan langsung merangkul pundak Diandra.
Diandra yang melihat tangan Rafli melingkar di pundaknya itu sontak langsung menelan salivanya, entah mengapa dia merasakan ada yang berbeda.
"Ayo," ucap Diandra tersenyum canggung.
Mereka lalu melangkahkan kaki berjalan ke arah pintu utama perusahaan.
"Diandra?" panggil seseorang tiba-tiba.
Diandra yang mengenal suara itu sontak langsung memejamkan mata. Langkahnya dengan Rafli juga sontak langsung terhenti, padahal dia dan Rafli baru saja melangkah beberapa langkah.
Rafli juga sontak langsung menoleh melihat ke arah belakang. "Andra manggil kamu," ucap Rafli.
"Udahlah biarin aja, ayo ... gak usah di dengerin, aku males ngomong sama dia," ucap Diandra.
"Kenapa? Kalian berantem?" tanya Rafli.
Diandra menatap Rafli sebentar, dia lalu menggelengkan kepala ragu.
"Kalian berantem, Dii ... muka kamu gak bisa bohong," ucap Rafli.
"Mau berantem, mau enggak, ya udah sih ... ayo, Raf. Keburu dia makin deket," ucap Diandra meminta Rafli untuk melangkah pergi.
Namun, Rafli malah tetap berdiri di tempat enggan melangkah.
Diandra melihat Andra yang tengah berjalan ke arahnya dan hampir mendekatinya. Pria itu tidak berjalan sendirian, tetapi ada juga Alfa dan Nadya yang berjalan di sampingnya.
"Ada baiknya kamu selesaikan dulu masalah kamu sama Andra. Aku biar nunggu kamu di mobil," ucap Rafli.
Diandra menggelengkan kepala. "Tidak akan pernah ada jalan keluar untuk masalah aku sama Andra! Aku gak mau juga terus ngobrol sama dia! Muka dia bikin aku ilfeel!" ucap Diandra.
"Kenapa? Kamu berantem sama dia gara-gara apa?" tanya Rafli.
"Diandra?" panggil Andra lagi.
"Apaan sih? Udah dibilang juga jangan so kenal!" ucap Diandra dengan mata yang memicing dan mendelik sinis.
Rafli yang tadi merangkul pundak Diandra juga sontak langsung melepas tangannya.
Diandra melihat tangan Rafli yang terlepas, lalu setelahnya dia menatap Rafli.
"Kamu ngapain sih gaul sama dia, Dii?" tanya Alfa seraya melirik ke arah Rafli.
Diandra yang tadi menatap Rafli sontak langsung melihat ke arah Alfa dan Andra yang kini sudah berdiri sekitar satu langkah di depannya
"Dia tuh laki-laki gak tau adab! Gak tau diri! Bisa dibilang murah juga sih," ucap Alfa.
"Lu apaan sih? Gua–"
Diandra langsung memegang telapak tangan Rafli menggenggam hingga membuat Rafli tak jadi berucap dan langsung menatap Diandra, Rafli juga melihat tangannya yang sedang Diandra genggam dan dia menelan salivanya saat tangannya tergenggam.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Diandra.
"Kamu tanya apa yang salah? Huh! Gak salah?" tanya Alfa dengan nada sarkas. "Kamu liat dong siapa yang ada di samping kamu! Sampah! Laki-laki gak tau malu! Dan yang pasti dan udah sangat jelas banget, dia murahan! Ngejar kok perempuan yang udah ada pasangannya! Gak sadar diri!"
Rafli yang mendengar Alfa mengatainya itu semakin mengepalkan tangannya dengan sangat erat, dia hendak melangkah, namun Diandra sudah lebih dulu berucap.
"Lah ... kamu gak salah ngatain Rafli?" tanya Diandra, "Sebelum ngatain Rafli, coba kamu liat perempuan yang ada di samping kamu," ucap Diandra melirik ke arah Nadya.
Alfa, Andra dan Rafli sontak langsung melihat ke arah Nadya.
"Aku?" Nadya bertanya seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah, perempuan yang di samping Alfa kan cuma kamu!" ucap Diandra mendelik sinis memutar kedua bola matanya saat melihat ke arah Nadya, lalu setelahnya dia kembali menatap Alfa lagi. "Kamu ngatain Rafli murahanlah, gak sadar diri, gak tau malu dan sebagainya, tapi gak sadar apa kalau pasangan kamu yang sekarang juga gak tau diri! Gak punya malu dan murahan! Rafli tidak terbukti pacaran sama Nadisya! Dia sama Nadisya gak berhubungan sama sekali dan mereka ada di perusahaan yang sama, kerja di tempat yang sama murni hanya untuk kerja dan profesional! Lah si Nadya?"
Nadya langsung menelan salivanya.
"Dia ngerebut pacar sahabat sendiri! Terus gak ada rasa bersalah sama sekali lagi, hidupnya lempeng-lempeng aja, gak ada minta maaf, gak ada apa-apa! Jadi yang gak tau diri, gak tau malu dan murahan itu siapa hah? Rafli atau Nadya?" tanya Diandra.
Nadya semakin menelan salivanya, yang Diandra katakan benar-benar melukai hatinya, sebenci itukah sekarang Diandra padanya hingga tega mengatainya seperti itu, padahal mereka bersahabat sejak SMA.
Hanya karena ingin bersama dengan Alfa, pria yang sangat dicintai oleh Nadya, persahabatannya dengan Diandra dan juga Nadisya menjadi hancur, Diandra bahkan terlihat sangat marah sekali.
"Dii? Kok kamu ngomongnya kayak begitu?" tanya Andra, "Nadya ini kan–"
"Diem kamu!" sela Diandra seraya mengarahkan jari telunjuknya hingga membuat Andra diam dan tak lagi meneruskan ucapannya.
Bersambung