Pukul 17.00
Diandra berdiri satu langkah di depan pintu rumah Nadisya, dia baru saja hendak mengetuk pintu rumah, namun Nadisya sudah lebih dulu membukanya.
Ceklek
"Haeehh ... Diandra?" Nadisya membuka pintu seraya memegang sapu, dia tengah menyapu rumahnya.
"Hehe ...." Diandra tersenyum menyeringai.
Nadisya mengerutkan alis. "Dihh ... malah nyengir."
Diandra lalu langsung menerobos masuk sebelum Nadisya mempersilahkannya untuk masuk. Diandra berjalan ke arah ruang tamu dan duduk di atas sofa.
Nadisya yang melihatnya menggelengkan kepala, lalu menyapu debu yang tadi di sapu di dalam rumah, setelah selesai lalu langsung masuk, menutup pintu rumah dan mendekati Diandra. "Kamu dari kantor langsung kesini? Enggak pulang dulu?" tanya Nadisya yang kini sudah duduk di samping Diandra.
Diandra mengangguk pelan mengiyakan.
"Kenapa?" tanya Nadisya, "Kamu tuh lagi ada masalah ya, Dii? Jujur kenapa sama aku, ada masalah apa sih?"
Diandra menelan salivanya, dia benar-benar tak berani untuk bercerita pada Nadisya. "Hm? Mmmhh ... enggak, aku lagi gak ada masalah kok," jawab Diandra seraya mengulurkan senyum palsu. "Aku gak pulang karena mau nginep di sini lagi. Nenek aku sakit, jadi mama sama papa aku pulang ke Semarang, di rumah aku sendirian ... Si Dennis udah PKL dan dia ditempatin di mana gitu aku lupa deh, intinya jauh dari rumah, jadi dia kost. Nah, daripada aku sendirian di rumah, ya ... mending kesini lah. Banyak makanan!" ucap Diandra seraya tersenyum.
"Dihh ... beban!"
"Bodo amat!" jawab Diandra.
Tok tok tok
Diandra dan Nadisya sontak langsung menoleh dan melihat ke arah pintu saat mendengar suara pintu yang terketuk.
"Siapa?" tanya Diandra.
"Aku kan masih disini, Dii. Ya mana aku tau, orang pintunya belum aku buka," ucap Nadisya.
"Ya kira aja kamu ada janji atau temen kantor kamu ada yang mau kesini. Atau ... bisa aja Si Darren kan yang mau ke sini," ucap Diandra.
"Ck! Enggak, aku gak ada janji dan Darren lagi ke Bandung, dia gak mungkin kesini," ucap Nadisya, "Udah ah ... aku buka dulu pintunya, " ucap Nadisya lagi, dia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu.
Ceklek
"Ehh ... Nadya?" Nadisya menatap tamu yang berdiri di depannya itu dengan tatapan kaget. Ini kali pertama Nadya datang ke rumahnya lagi setelah dia merebut Alfa, kekasihnya yang sebelumnya. "Kamu? Ngapain?" tanya Nadisya masih dengan tatapan kaget.
"Kenapa? Kok kaget kayak begitu? Kenapa nanya kayak begitu juga? Perasaan dulu tiap aku kesini, kamu gak pernah deh banyak tanya," ucap Nadya.
"Hm? Eng-enggak, masuk, Nad."
"Enggak deh, Sya. Aku kesini gak lama kok, aku juga terlalu malu lama-lama berdiri di depan kamu kayak begini," ucap Nadya.
"Hm? Maksudnya?" tanya Nadisya.
Nadya menunduk, dia menggigit bibir bawahnya, lalu memberanikan diri menatap Nadisya lagi. "Jangan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, itu malah membuat aku semakin merasa bersalah sama kamu," ucap Nadya.
Nadisya diam tak menjawab apa yang Nadya katakan.
"Aku kesini karena aku mau minta maaf sama kamu, Sya. Maaf karena sudah mengkhianati kamu, maaf karena sudah mencintai Alfa dan maaf karena tetap diam saat Alfa memperlakukan kamu dengan buruk dan bahkan mempermalukan kamu waktu itu, maaf karena persahabatan kita hancur karena ego aku. Aku–"
"Ga usah drama," sela Diandra memotong.
Nadisya langsung menoleh dan melihat ke arah Diandra yang tengah berjalan ke arahnya. "Dii ...."
"Kamu gak usah minta maaf dan gak usah dateng kesini-sini lagi," ucap Diandra yang kini sudah berdiri di samping Nadisya.
"Dii? Nadya kan datang baik-baik, dia juga datang mau minta maaf, jadi ya udahlah ... apa salahnya? Toh aku juga–"
"Dia itu biang dari segala masalah!" sela Diandra memotong. Diandra menelan salivanya menahan sesak di dada saat melihat wajah Nadya, "Semua masalah yang kita hadapi sekarang, itu semua berawal dari dia!" ucap Diandra menunjuk Nadya, matanya juga mulai berkaca-kaca menahan tangis.
Nadya yang mendengar Diandra berucap itu memegang antara leher dan juga dada saat tenggorokannya terasa sangat tercekat dan dadanya terasa sangat sesak.
"Maksud kamu?" tanya Nadisya.
"Kalo aja dia gak egois, kalo aja dia bisa sedikit peka sama perasaan seseorang, mungkin keadaannya gak akan serumit sekarang! Alfa juga gak mungkin benci sama kamu, Sya." ucap Diandra pada Nadisya, lalu menatap Nadya lagi, "Inti dari masalah yang terjadi sama kita, itu karena dia! Dia biang masalahnya!" ucap Diandra dengan nada sinis pada Nadya.
Nadya mulai meneteskan air mata saat mendengar Diandra berucap. "Justru itu, aku kesini mau minta maaf dan memperbaiki semuanya, Dii ... aku mau kita sahabatan kaya dulu lagi," ucap Nadya.
"Perbaiki? Lu gila? Masalah yang gua hadepin karna Lu tuh gak akan pernah ada solusinya Nadya! Dan Lu bilang mau memperbaiki? Apanya yang mau diperbaiki hah?" tanya Diandra dengan nada ketus.
Nadya yang mendengar Diandra berucap dengan nada yang sarkas itu semakin ingin menangis. Diandra tidak pernah berbicara dengan sarkas seperti itu.
"Tunggu dulu deh, ini maksudnya masalah kamu?" Nadisya menatap Diandra, "Masalah apa?" tanya Nadisya.
Diandra diam tak menjawab apa yang Nadisya katakan, dia menatap Nadisya dengan mata yang berkaca-kaca dan pipi yang sudah sangat basah dengan air mata karena terlalu emosional berbicara dengan Nadya, dia sangat marah, kesal dan kecewa pada Nadya. Kecewa dengan sikap Nadya, jika saja Nadya mau peka dengan perasaan Andra, mungkin malam itu Andra tidak akan stress dan melakukan perbuatan hina padanya.
Nadya juga kebingungan, dia juga tak mengerti apa yang Diandra maksud. "Aku melakukan kesalahan sama kamu? Apa? Apa yang aku lakukan sampe kamu semarah ini sama aku?" tanya Nadya dengan nada gemetar.
"Cih!" Diandra memicingkan mata dan mendecih sinis. "Pura-pura polos, pake acara nangis lagi, di pikir aku bakalan luluh gitu? Enggak! Aku malah semakin benci sama kamu Nadya! Aku ilfeel liat muka kamu! Kamu manusia paling rendah di dunia ini!"
"Diandra? Kok kamu gitu sih? Gak baik ngomong begitu," ucap Nadisya.
"Kenapa? Emang nyatanya begitu kok," ucap Diandra.
"Sekarang, sekali lagi aku tanya! Kesalahan apa yang Nadya buat sampe kamu bisa semarah ini?" tanya Nadisya.
Diandra kembali diam dan tak menjawab apa yang Nadisya tanyakan.
"Kok diem? Jawab dong, Dii ... masalah apa?" tanya Nadisya. "Apa yang Nadya buat sampe kamu punya masalah dan buat kamu marah, benci kayak begini, kesalahan apa hm?" tanya Nadisya.
Diandra mengalihkan pandangan ke arah lain, menyeka air mata di pipi dan enggan menatap Nadisya apalagi Nadya.
"Nadya?" Nadisya menatap Nadya. "Kamu buat kesalahan apa lagi?" tanya Nadisya.
Nadya menggelengkan kepalanya tak tahu.
"Ck!" Nadisya berdecak kesal.
Diandra lalu menatap Nadya lagi. "Intinya, demi apapun ... aku gak akan pernah mau kenal sama kamu lagi, Nad. Jauh-jauh dari hidup aku! Persahabatan kita selesai dan jangan harap kamu bisa dapet maaf dari aku! Aku bahkan jijik tau liat muka kamu yang munafik." ucap Diandra, dia lalu memegang pergelangan tangan Nadisya, menariknya untuk masuk, lalu menutup pintu dengan sangat kasar.
Brak!
"Kamu kenapa sih? Kok kasar begitu? Biar gimanapun Nadya itu sahabat kita, Diandra!"
"Sekarang, dia bukan sahabat aku lagi!"
***
Nadya memejamkan mata saat Diandra menutup pintu dengan sangat kasar. "Aku tuh kesini karna aku kangen sama kalian. Aku kangen ketawa bareng kalian, aku kangen bercanda sama kalian, aku kangen tidur bertiga sama kalian," gumam Nadya dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa salah kalau aku meraih kebahagiaan aku sendiri?"
Bersambung .....