Deg,
Hati Erina berdenyut saat mendengar semua penjelasan dari suster yang membangunkannya dari tidur. Dia masih belum percaya bahwa adiknya Rendi berangkat tanpa dirinya. Rendi pergi berobat ke luar negeri tanpa dirinya melakukan perpisahan terlebih dahulu bersama kakaknya itu. Hati Erina benar-benar merasa sesak untuk saat ini.
Setidaknya bila memang Alex tidak mengizinkannya untuk ikut ke luar negeri, seharusnya Alex memberikan kesempatan kepada Erina supaya bisa memeluk adiknya, Rendi terlebih dahulu.
Erina merasa bingung, apa sebenarnya tujuan dari Alex yang tidak membangunkannya tidur.
Sengaja, supaya Erina tidak punya waktu untuk melakukan perpisahan singkat dengan Rendi, atau karena Alex tidak tega saat akan membangunkan Erina dari tidurnya. Namun, bila dilihat dari karakternya, tidak mungkin rasanya bila tuan Alexandra Raditya Wijaya memiliki rasa kasihan dan tidak tega terhadap seseorang yang dianggapnya tak berdaya dan tak berguna seperti Erina.
"Ren, Kakak rindu kamu!" ucap Erina dengan suara lirih. Saking lirihnya, mungkin hanya dirinya yang bisa mendengar suaranya itu.
Tanpa terasa air mata kembali menetes di pipi tirus Erina. Dalam hatinya menjerit, menahan rasa rindu yang melandanya saat ini.
Ren, kamu pergi tanpa pamitan sama Kak Erin. Baru beberapa jam kita berpisah, rasanya Kakak sudah sangat merindukan kamu, Ren! Berjuanglah disana melawan rasa sakit yang ada di tubuh kamu, Ren! Berjuanglah kamu, demi Kak Erin. Jangan kamu sia-siakan pengorbanan Kakak ini, Ren! Kakak sayang kamu, kamu harus kuat Rendi!
Erina berkata pada dirinya sendiri di dalam hati. Walaupun kini sudah tidak ada Rendi di sisinya, Erina harus tetap kuat dan bertahan menghadapi ujian hidup yang terasa sangat berat baginya. Dia harus tetap menjadi Erina yang kuat, tidak mudah menyerah, dan juga selalu ada bagi siapapun yang membutuhkan. Itulah prinsip hidup Erina yang Erina pegang sedari dulu.
"Kak Erin selalu menunggu kedatangan kamu, Ren!" kata Erina. Erina menghapus air matanya dengan kasar, menyebabkan pipi tirusnya kemerahan akibat tekanan tangan pada kulit wajah yang terlalu kuat. Erina mencoba untuk menepis pikiran-pikiran negatif yang berlarian di kepalanya. Mau bagaimanapun, dirinya harus berpikir positif demi kesehatannya sendiri.
"Nona, Nona Erina!" Suster itu melambaikan tangannya di depan wajah Erina. Sebab Suster itu melihat Erina yang tadi berbicara sendiri serta meneteskan air mata, kini terbengong melamun seperti seseorang yang pikirannya sedang kosong.
"Ehhh, i-iya Sus," jawab Erina dengan terbata. Pandangan mata Erina yang awalnya kosong, kini menatap suster yang ada di depannya dengan tatapan mata sangat serius.
"Ada anak buah Tuan Alex yang sudah menjemput anda. Mereka menunggu di depan pintu ruangan ini. Dan saya, saya diperintahkan untuk menjemput Nona supaya segera keluar dari ruangan ini," kata suster itu. Mengarahkan tangannya ke arah pintu masuk kaca berada. Menunjukkan dengan sopan dan juga menyunggingkan senyuman ramah khas suster.
"Iya, Sus. Ini saya akan segera keluar. Kalau boleh tahu sudah berapa lama anak buah Tuan Alex menunggu saya di luar?" tanya Erina dengan raut wajah penasaran.
"Anak buah Tuan Alex sudah menunggu sedari keberangkatan adik anda dan Tuan Alex ke Singapore tadi Nona," jawab Suster itu dengan sopan.
"Sudah lama adik saya dan Tuan Alex berangkat?" tanya Erina lagi.
"Adik anda dan Tuan Alex sudah berangkat sekitar dua jam yang lalu, Nona!" jawab Suster. Sontak saja mata Erina membulat sempurna saat mendengar ucapan suster itu.
"Sudah selama itu mereka menunggu? Dan kau baru membangunkanku? Tidak habis pikir aku denganmu!" kata Erina.
Tanpa banyak bicara dengan sang suster, Erina langsung melangkahkan kakinya mendekati pintu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini, bagaimana bisa dia membiarkan orang suruhan Tuan Alex yang arogan itu menunggunya dengan waktu yang sudah lumayan lama.
Dengan perasaan yang berkecamuk, dibukanya pintu kaca yang menjadi akses keluar masuk ruang rawat itu.
Ceklek,
Suara knop pintu kaca yang terbuka.
Sosok Erina kini sudah berada di luar ruangan rawat tempat dia tertidur pulas tadi.
Mata Erina memandang ke depan. Dia sangat terkejut akan apa yang dilihatnya saat ini. Erina mengira yang menjemputnya hanya satu atau dua orang anak buah Tuan Alex saja. Namun, di saat dia mengarahkan pandangan matanya ke depan, bukan satu atau dua orang anak buah Tuan Alex yang didapatinya. Melainkan, ada sekitar sepuluh orang anak buah Tuan Alex yang sudah berdiri di depan pintu menunggunya.
Erina yang awalnya hanya akan bersikap biasa saja, kini dia berubah menjadi gugup dan tubuhnya gemetar. Keringat dingin bercucuran di dahinya saat melihat postur tubuh anak buah Tuan Alex.
Tubuh tinggi, otot kekar, kulit sawo matang, mata besar, potongan rambut plontos, dan juga pakaian serba hitam berhasil membangun aura negatif di sekitarnya. Siapapun yang berdiri berdekatan dengan orang-orang berbaju hitam itu, pastilah mereka merasa bahwa tubuhnya ditempeli oleh makhluk halus.
Itu semua yang sedang dirasakan oleh Erina saat ini. Tubuhnya lemas, seolah di dalam tubuhnya sudah tidak ada tulang yang menyangga tubuhnya itu.
"Hai!" sapa Erina dengan sangat kaku. Melambaikan tangannya, berusaha untuk mencairkan suasana yang amat sangat tegang seperti sedang penonton film action.
"Mari Nona, kami antarkan pulang. Barang-barang anda sudah ada di dalam mobil," jawab salah satu anak buah Tuan Alex.
Erina yang sedari tadi tegang pun kini bisa melemaskan ototnya, ternyata tidak segarang wajahnya. Itulah yang ada di benak Erina.
"Barang-barang maksudnya? Barang-barang saya yang ada di kost?" tanya Erina dengan bingung.
"Iya Nona." Masih anak buah yang sama, yang menjawab Erina.
"Bagaimana caranya kalian mengambil barang-barang saya yang ada di dalam kost? Sedangkan kunci kost, saya yang membawa," kata Erina. Memasukan tangan ke saku celana jeans yang ia pakai, dan ternyata kunci kostnya masih di dalam sana.
Jangan bilang kalian mendobrak pintu kost ku. Batin Erina sedikit was-was.
"Itu tidak penting, Nona! Lebih baik Nona kami antarkan pulang sekarang. Waktu Nona tinggal lima belas menit lagi!" kata anak buah yang lain.
"Waktu? Waktu apa?" tanya Erina. Dengan raut wajah semakin bingung.
"Dalam waktu lima belas menit ke depan, Nona harus sampai di rumah. Lalu Nona berfoto di depan rumah. Setelah itu, Nona kirim ke Tuan Alex sebagai bukti bahwa Nona sudah berada di dalam lingkungan rumah Tuan Alex seperti dalam surat perjanjian yang sudah Nona tanda tangani. Dan juga, sebagai bukti bahwa kami sudah menjemput Nona selaku calon istri Tuan Alex sampai rumah dengan selamat. Bila sampai terlambat mengirimkan foto, pekerjaan kami yang akan menjadi taruhannya, Nona!" Jelas anak buah Tuan Alex. Menatap mata Erina dengan tatapan mata sayu.
Peraturan yang sangat aneh! Tapi tunggu, berarti Tuan Alex peduli dengan aku? Batin Erina bertanya-tanya.
"Oke. Saya sudah tahu dan paham sekarang. Ayo bergerak dengan cepat! Jangan membuang waktu yang sedikit ini hanya untuk mengobrol yang tidak penting." Erina melangkahkan kakinya, memimpin berjalan untuk keluar dari bangunan rumah sakit.
Tubuh boleh berotot. Wajah boleh galak. Tapi hatinya selembut tepung terigu! Batin Erina dengan menyunggingkan senyuman aneh di bibirnya.
Bersambung