Chereads / Possessive Billionaire / Chapter 8 - 8. Rendi Siuman

Chapter 8 - 8. Rendi Siuman

Tuan Alex sedang duduk di sofa yang ada di ruang tempat Rendi dirawat. Dia terlihat sedang santai menikmati makanan yang dibawa Haris tadi untuknya. Setelah memakan sebagian roti isi dan juga sebagian salat, Tuan Alex membuka segel botol air mineral. Diteguknya air mineral itu dengan perlahan, hingga hanya menyisakan seperempat botol. Setelah selesai dengan meminum air mineral, Tuan Alex memasukan sisa makanan yang tadinya dimakan kedalam wadah paper bag  yang digunakan untuk membungkus makanan itu tadi. Dimasukkannya makanan sisa itu dengan asal-asalan, pertanda bahwa Tuan Alex sedang selesai makan.

Setelah dimasukan dengan asal asalan dan diberi sedikit sentuhan karya tangan, kini jadilah buntalan sisa makanan yang sudah siap untuk dibuang. Ya, Tuan Alex akan membuang sisa makanan itu.

Memang di saat Tuan Alex melihat jari Rendi bergerak tadi dia sempat panik, bahkan dia sampai berteriak memanggil dokter, karena dokter yang menangani Rendi tak kunjung datang. Namun, setelah dokter yang menangani Rendi datang dia seolah tak peduli. Dia lebih memilih duduk santai di sofa sembari mengisi perut yang kelaparan akibat melewatkan jam makan siang.

Flashback on

"Ren, Rendi kau kenapa? Rendi jawablah jangan buat aku khawatir. Kenapa kau menangis dengan kondisi yang masih koma? Ren, kalau kau memang akan segera sadar, sadarlah sekarang!" kata Tuan Alex menatap lekat wajah Rendi.

Gerakan jari jemari Rendi tidak berhenti. Jari telunjuk dan jari tengah Rendi masih saja bergerak, seperti sedang merespon sesuatu. Tuan Alex kembali menekan tombol untuk memanggil dokter dengan berulang kali, namun masih belum ada dokter yang datang.

"Sial! Ke mana dokter yang menangani Rendi, kenapa tidak segera kemari?" kata Tuan Alex dengan sangat kesal. Wajah Tuan Alex kini antara khawatir dan kesal bercampur menjadi satu.

Khawatir, karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada Rendi, Hingga Rendi meneteskan air mata dalam keadaan mata yang tertutup. Dirinya sendiri tidak tahu mengapa dia masih bisa mengkhawatirkan adik seseorang yang telah menyakiti hatinya.

Kesal, karena dokter tak kian datang untuk memeriksa Rendi. Ditambah dia tadi malah menyuruh Haris untuk pergi, jadi tidak ada yang bisa diandalkannya untuk berbuat sesuatu.

"Doctor, come here quickly!" teriak Tuan Alex. Tuan Alex keluar ruangan, berteriak di depan pintu ruangan, tepatnya di lorong rumah sakit.

'Dokter, cepatlah kesini.'

Tuan Alex masuk kembali ke ruangan rawat Rendi. untuk mengecek kondisi Rendi. Dan, tidak lama setelah Tuan Alex berteriak, pintu ruangan rawat Rendi terbuka. Masuklah seorang laki-laki paruh baya mengenakan jas putih, yang ternyata laki-laki paruh baya itu seorang dokter. Dokter itu mendekat ke arah Tuan Alex yang berdiri di samping Rendi yang terbaring.

"Why did it take so long, doctor? I've called before. If your patient is dying, your patient must die before you treat it. Because waiting for you is too long," kata Tuan Alex dengan sedikit kesal.

'Mengapa lama sekali dokter? Saya sudah memanggil sedari tadi. Kalau pasien anda sedang sekarat, lebih dulu pasien anda mati sebelum anda tangani. Karena menunggu anda terlalu lama.'

"I'm sorry, because there was a little problem," kata dokter itu.

'Saya minta maaf. Karena ada sedikit kendala tadi.'

"Quick check. Then tell me why he had tears in his eyes and his fingers moved," kata Tuan Alex.

'Cepat periksa. Lalu beritahu pada saya kenapa tadi dia meneteskan air mata dan jarinya bergerak.

"Yes, Sir." Jawab dokter itu menurut. Melangkahkan kaki mendekati ranjang Rendi.

'Baik tuan.'

Flashback of

Hingga Tuan Alex selesai acara menyantap makanannya, dokter itu belum juga selesai memeriksa kondisi Rendi. Karena penasaran akan apa yang terjadi dengan Rendi, Tuan Alex pun berdiri dari duduknya, mendekat kearah dokter yang sedang memeriksa Rendi.

"Is the problem that serious? Until checking my future sister-in-law for a very long time," ucap Tuan Alex disaat sudah berdiri disebelah dokter yang sedang menangani Rendi.

'Apakah masalahnya seserius itu? Hingga memeriksa calon adik ipar saya dengan sangat lama.'

"No. No serious problems. In fact there is a very significant development. The patient's body responds very well when you talk to him earlier. So, most likely in the near future the patient will soon be conscious," kata dokter itu. Tuan Alex pun dibuat terkejut atas apa yang dikatakan oleh dokter itu.

'Bukan. Tidak ada masalah serius. Bahkan ada perkembangan yang sangat signifikan. Tubuh pasien merespon dengan sangat baik ketika anda berbicara dengannya tadi. Jadi, kemungkinan besar dalam waktu dekat pasien akan segera sadar.'

Secepat itukah kau siuman? Apa karena aku tadi memberi sindiran dan ucapan ancaman untukmu? Bila benar. Seharusnya aku mengatakan hal-hal itu sedari kita masih di Indonesia. Supaya kau tidak merepotkanku dan kakakmu.

"Oh, it turned out to be a very good development, good then. Does that mean Rendi has passed her coma?" tanya Tuan Alex, dengan menyunggingkan senyuman penuh arti.

'Oh. ternyata perkembangan yang sangat bagus, baguslah kalau begitu. Berarti Rendi sudah melewati masa komanya?

"Yes. That's right." Jawab dokter.

'Ya. Benar sekali.'

Disaat mereka berdua sedang berbincang-bincang, terdengar suara seseorang yang sangat lirih di telinga.

"Air" 

Seketika Tuan Alex dan dokter menengok ke asal suara.

"Rendi!" ucap Tuan Alex terkejut.

***

Sedangkan di kediaman rumah Alex, tampak Erina yang sedang terkagum-kagum akan bangunan rumah mewah milik Alex. Dia menatap ke arah teras rumah, terdapat pintu kokoh yang tinggi dan besar berdiri sempurna di sana.

"Ini rumah Tuan Alex, Pak?" tanya Erina pada anak buah Alex yang menjemputnya tadi.

"Iya. Benar Nona. Ini adalah rumah tempat tinggal Tuan Alex," menjawab dengan sopan.

Huft, pantas saja Alex membuat surat perjanjian konyol seperti itu. Karena bila dihitung dari jumlah hartanya saja, rasa-rasanya sudah melebihi harga nyawaku. Ya walau, nyawaku itu tidak dijual belikan. Batin Erina. Memandang benda mewah nan megah yang ada di hadapannya. Menelan ludahnya dengan kasar karena tidak tahu dunia apa yang akan dimasukinya kini.

Ayo Erin, kamu bisa. I Won't give up! Eh, judul lagu ya? Iya. Judul lagu favorit aku. Bertanya sendiri, menjawab sendiri, itulah Erina.

"Di sebelah mana kita akan mengambil foto, Pak?" tanya Erin. "Waktu kita tinggal seratus dua puluh detik, Pak!" sambung Erina panik. Karena dia baru sadar kalau waktunya tinggal sebentar.

"Eh, baik Non. Mari ikut saya,"jawab anak buah Alex.

Erina dan juga para anak buah Alex pun menyusun formasi untuk berfoto, dengan posisi Erina berada di tengah-tengah mereka semuanya.

Bersambung