Di negara inilah sekarang Rendi berada. Di salah satu negara maju yang terdapat di Asia Tenggara. Negara itu dikenal dengan kedisiplinan penduduknya, membudayakan mengantri, dan juga pusat perbelanjaan yang sangat disukai oleh para turis.
Terkenal dengan patung Merlion. Patung yang memancurkan air dari mulutnya, itulah salah satu daya tarik wisatawan berbondong-bondong untuk datang ke negara itu, guna untuk melihat patung Merlion secara langsung. Yang mana, nama negara itu tidak lain dan tidak bukan adalah Singapura.
Singapura merupakan salah satu negara yang menjadi pilihan para keluarga pasien untuk menjalani pengobatan bagi keluarga atau saudara yang sedang sakit. Itu bisa terjadi, karena memang kualitas rumah sakit dan penanganan dari dokter-dokter ahli yang bertugas sangat baik dan juga perlengkapan medis yang sudah lebih lengkap ketimbang negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ya, bagusnya kualitas pihak medis dan kesehatan itulah yang semakin membuat Singapura menjadi negara rujukan bagi pasien-pasien yang menderita penyakit serius.
Banyak dari kalangan para pejabat, artis, dan para-para manusia yang berkantong tebal menjadikan negara Singapura untuk negara tujuannya menjalani pengobatan. Itu semuanya diusahakan atau dilakukan demi keluarga, saudara atau kerabat yang sakit supaya lekas sembuh dan sehat kembali. Tidak merasakan sakit lebih lama lagi.
Di salah satu rumah sakit ternama yang ada di Singapura.
Ruang rawat VVIP.
Terbujur tubuh lemah Rendi di ranjang rumah sakit. Rendi Dan Tuan Alex sudah landing di salah satu bandara internasional yang ada di Singapura sekitar tiga jam yang lalu. Setelah pesawat landing Tuan Alex, Rendi serta beberapa tenaga medis yang ikut dari Indonesia, langsung menuju rumah sakit yang sudah disarankan oleh dokter Lexo. Selaku dokter syaraf yang menangani Rendi saat masih di rumah sakit yang ada di Indonesia.
Kini posisinya, Tuan Alex sedang berada di toilet yang berada di ruang rawat Rendi. Saat Tuan Alex keluar, dia mendapati Haris yang baru saja membuka pintu ruangan rawat untuk masuk. Haris masuk, dengan tangan kanan yang menenteng sebuah bungkusan paper bag berwarna coklat muda, yang sepertinya bungkusan paper bag itu berisi makanan. Terlihat dari gambar logo makanan yang terdapat di sisi luar paper bag.
Secara bersamaan, Tuan Alex dan Haris pun berjalan menuju sofa. Tuan Alex duduk di sofa, sedangkan Haris memilih berdiri di sebelah sofa yang diduduki oleh Tuan Alex.
"Tuan, anda harus makan. Anda sudah melewatkan jam makan siang anda. Anda tidak boleh terlalu sering melewatkan jam makan siang, anda Tuan! " kata Haris. Meletakan bungkusan itu di atas meja depan sofa yang diduduki oleh Tuan Alex, lalu mengeluarkan semua isinya.
Saat isi dari bungkusan paper bag itu dikeluarkan, ternyata isinya ada satu buah roti isi daging, salat, dan juga satu botol air mineral berukuran sedang.
Tuan Alex memperhatikan Haris yang sedang menata makanan di atas meja dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan. Dirasa Haris sudah selesai dengan tugasnya Tuan Alex buka suara.
"Sekarang kau boleh keluar. Urus apartemen kita yang ada disini. Nanti malam aku akan tidur di apartemen," titah Tuan Alex dengan suara dingin dan raut wajah datar. Semua yang keluar dari mulutnya harus terlaksana dengan baik dan benar.
"Baik tuan," Sekretaris Haris melangkahkan kaki menuju pintu dan hilang dimakan daun pintu yang terbuka lalu tertutup kembali.
Tuan Alex berdiri dari posisi duduknya. Dia berjalan ke arah ranjang rumah sakit Tempat Rendi Terbaring lemah. Dilihatnya wajah Rendi yang pucat pasi dengan menyunggingkan senyuman devil.
"Hei, kau tak bosan berbaring setiap hari? Ini sudah tiga bulan lamanya kau tidak membuka matamu itu. Tiga bulan lamanya kau sudah tidak menggunakan mulut yang sering membantah kakakmu itu untuk bicara. Tiga bulan lamanya kau tidak pernah menggerakan tangan yang sudah pernah menampar kakak perempuanmu itu." Tuan Alex berbicara masih dengan menatap lekat wajah Rendi.
"Kau pasti sudah melupakan itu semua bukan? Tentu saja. Untuk apa kau mengingat atas perlakuan burukmu terhadap kakakmu itu." Tuan Alex tersenyum sinis. Mungkin bila ada pertandingan unjuk senyuman sinis, Tuan Alex lah yang menjadi pemenangnya.
"Dasar, adik tidak berguna! Bila bukan demi untuk bisa mendapatkan kakakmu itu, aku tidak akan mau membantumu supaya bisa hidup kembali. Untuk apa membantu anak sialan macam dirimu ini? Yang ada nantinya kau hanya akan menyusahkan kakakmu itu." Tuan Alex berujar dengan suara sangat lirih. Lirih, namanya penuh dengan nada penekanan.
Mendengar perkataan Tuan Alex, Rendi meneteskan air mata dengan kondisi mata yang masih setia tertutup. Dan tidak lama dari itu, jari telunjuk dan jari tengah tangan Rendi Bergerak dengan sendirinya. Tuan Alex melihat itu semua, namun dia tampak biasa saja. Tidak ada raut wajah bahagia atau panik yang terukir di wajah tampannya itu.
***
"Pak, apakah rumah Tuan Alex masih jauh dari sini? Bisa-bisa aku terlambat mengirim foto kita semua ke Tuan Alex. Waktuku hanya tinggal tiga menit saja, Pak!" kata Erina dengan panik. Keringat sebesar biji jagung menetes dari dahinya. Erina tampak sedang sangat gelisah dan panik untuk saat ini.
"Sebentar lagi kita akan sampai Nona! Nona tunggu sebentar lagi. Sekitar satu setengah menit lagi kita akan sampai di kediaman rumah Tuan Alex." Anak buah Tuan Alex yang duduk di samping kursi kemudi menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Erina.
Satu setengah menit lagi. Batik Erina. Erina yang duduk di kursi belakang alias kursi penumpang pun kembali menyalakan handphonenya guna melihat jam.
Setelah melihat jam di layar handphonenya, secara tidak sengaja jari Erina membuka fitur kamera, sekalian saja Erina menggunakan fitur kamera itu untuk berkaca.
Satu setengah menit lagi, dan penampilanku masih seperti ini? Foto ini akan aku kirimkan ke Tuan Alex bukan, jadi aku harus lebih rapi dari ini. Walaupun tidak cantik, setidaknya rapi bisa menambahkan nilai plus di matanya Tuan Alex bukan? Jangan sampai aku mengirim foto aib ke pria arogan itu. Bisa-bisa foto itu nanti dipakai bakal olok-olok olehnya bila sudah pulang dari Singapura. Tidak! Tidak bisa seperti itu. Batin Erina.
"Pak, ada tisu basah?" tanya Erina.
"Ada. Ini Nona," jawab salah satu anak buah Tuan Alex. Memberikan satu jenis merk tisu basah yang lumayan terkenal kepada Erina.
"Terima kasih!" jawab Erina, menerima tisu basah itu.
Erina pun langsung mengelap wajahnya menggunakan tisu basah yang diterimanya itu. Dari pipi, bawah mata, dahi, hidung, leher, hingga belakang telinga tidak luput dari gosokan tangan Erina.
Tangan Erina merogoh saku celana jeans yang dia pakai, guna mencari-cari sesuatu. Namun, sayang tidak didapatnya.
"Pak? Di dalam mobil ini ada karet ikat rambut?" tanya Erina. Ya, ternyata yang dicarinya saat ini adalah karet ikat rambut.
"Ada, Nona. Ini, Tadi Tuan Alex yang memberikan saya ini." Memberikan karet ikat rambut berwarna hitam polos berbentuk kecil kepada Erina.
"Wahhh, terima kasih Pak!" Erina menerima dengan sopan.
Sematang itu persiapanmu, Lex! Batin Erina.
Pantas saja tadi Tuan Alex berkata, "Nanti kau pasti membutuhkan ini!", ternyata Tuan Alex sudah benar-benar hafal akan kebiasaan calon istrinya ini. Batin anak buah Tuan Alex yang memberikan karet ikut rambut kepada Erina.
Bersambung