Suara decitan timbul dari keran air. Nara baru saja menyelesaikan acara mandinya, lantas dia melilitkan handuk ke tubuhnya dan mulai berjalan keluar kamar mandi. Namun, saat melihat presensi Rayhan yang menatap ke arahnya, buru-buru Nara kembali menutup pintu kamar mandi itu. Dia lupa jika dirinya ini sudah berada di rumah suaminya. Ditambah, Nara tidak membawa pakaian ganti sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Dibelakang pintu, dirinya hanya bisa terdiam sembari memikirkan cara untuk mengambil koper. Letaknya saja sudah sangat jauh dari kamar mandi ini. Dan hanya ada dua cara, mengambil sendiri atau meminta bantuan Rayhan lagi. Mustahil jika Nara menggunakan opsi pertama, yang ada dia malu sendiri pada Rayhan, kendati mereka sudah menjadi sepasang suami-istri. Dia masih menimang dua opsi ini, dan semakin lama tubuhnya pun menggigil. Ini sudah malam, dan Nara baru saja selesai mandi.
Dengan gerakan perlahan, Nara membuka pintu kamar mandi lagi. Dirinya nekat untuk berjalan menuju kopernya berada. Bahkan, pandangannya sempat terarah pada Rayhan yang sedang bermain ponsel diatas ranjang. Dan pada saat dia berhenti di sebelah kopernya, buru-buru Nara membuka koper. Betapa terkejutnya dia, saat yang dia dapatkan adalah banyak lingerie. Sama sekali dia tidak mengerti jika isi kopernya adalah lingerie dengan berbagai warna ini, pasalnya yang merapikan pakaiannya adalah sang ibu. Pikirannya mendadak kacau dan bingung memikirkan apa yang akan dia kenakan malam ini. Tidak mungkin juga jika Nara kembali memakai gaun pernikahannya tadi.
"Ada apa?" tanya Rayhan yang secara tiba-tiba suaranya mengudara.
Gadis itu memasukkan kembali semua pakaian itu, membalik tubuhnya dengan pandangan acak. "Maaf, tapi bisakah kau pinjamkan pakaianmu untukku? Sepertinya, ibuku salah memasukkan pakaian ke dalam koperku," pinta Nara.
Rayhan hanya melihat sekilas pada koper yang masih terbuka, dengan helaan nafas panjang Rayhan langsung turun guna mengambilkan pakaian untuk istrinya. Celana kolor pendek dan kaos oblong berwarna putih. Dia berjalan untuk memberikan setelah pakaian itu pada Nara, dan istrinya seketika berlari saat baju itu baru saja diulurkan kearahnya.
Selang sekitar lima menit, akhirnya Nara keluar dengan pakaian yang tadi diberikan oleh Rayhan. Salah satu tangannya berada didepan dada, Nara ini tidak mengenakan pakaian dalam, dan di malam pertamanya tidur bersama Rayhan itu membuatnya merasa malu. Khawatir jika kaos yang dia ke akan ini tembus oleh pandangan. Nara hanya bisa berjalan dengan langkah yang sedikit cepat menuju atas ranjang. Menoleh melihat Rayhan yang masih mengenakan pakaian resepsi tadi.
"Mas, sudah bermain ponselnya. Lebih baik mandi dan setelah itu beristirahat," ucap Nara.
Tak perlu menunggu lama, Rayhan langsung meletakkan ponselnya dan bergerak untuk bangkit dari ranjang, mengikuti apa yang dikatakan oleh sang istri. Dirinya melepas satu persatu sisa kancing yang belum terbuka. Bahkan, dia juga tidak berat hati semisal Nara akan melihat bentuk tubuhnya saat ini. Toh, keduanya juga sudah resmi menjadi suami dan istri.
Selesai menanggalkan pakaian atasnya, Rayhan berjalan ke kamar mandi. Sedangkan aNara, gadis itu masih berusaha untuk mengatur pikirannya sendiri. Bahkan, dia juga sempat berhenti beberapa saat sebelum tersadar jika dia harus mengambil pakaian ganti untuk suaminya. Ah, tapi dia masih belum mengetahui apapun tentang suaminya. Dia hanya berdiri didepan lemari yang sudah terbuka. Semua pakaian milik Rayhan terlihat mirip, dan hanya memiliki tiga warna dari keseluruhan. Hitam, putih, dan abu-abu.
Nara mencoba membuka pintu lemari lainnya, namun yang ia dapat hanya pakaian formal milik suaminya. Dirinya melipat kedua tangan didepan dada dan mengigit bibir bawahnya. Nara kebingungan dengan pakaian yang nantinya akan dipakai oleh sang suami. Dan karena saking seriusnya, Nara sampai tidak sadar jika Rayhan juga sudah selesai dengan urusan kamar mandi, terbukti saat tangan laki-laki itu terulur masuk ke dalam lemari untuk mengambil pakaiannya. Hal itu membuat Nara terkejut sendiri, dia memutar tubuhnya dan mendapati tubuh sang suami yang hanya terbalut oleh handuk. Pun dengan cepat, Nara mengalihkan pandangannya, membelakangi Rayhan. Niat Nara ingin keluar kamar memberikan ruang untuk Rayhan memakai pakaiannya, namun saat kaki akan melangkah keluar, Nara terhenti ketika namanya dipanggil oleh Rayhan.
"Tolong ambilkan pakaian dalamku, di lemari sebelah kirimu," pinta Rayhan.
Semakin kacau Nara dibuatnya, bahkan Rayhan meminta tolong saja dengan sesantai itu. Astaga, mendadak lutut Nara terasa bergetar saat kembali membuka lemari. Dia ini belum pernah memegang pakaian dalam milik laki-laki lain, milikn ayahnya saja hampir tidak pernah. Sang ibu selalu melarangnya jika dia selalu ingin mencucikan pakaian kedua orang tuanya. Namun saat ini Nara langsung menetralkan pikirannya, dan bergerak mengikuti perintah sang suami. Menarik salah satu pakaian dalam yang terletak dipaling atas, diberikan langsung pada Rayhan.
"Aku akan keluar, agar kau bisa memakai pakaian," ucap Nara.
"Tidak usah, kau tidur saja. Aku akan memakainya didalam kamar mandi," timpal Rayhan.
Hanya dua anggukan kecil yang Nara berikan, mengikuti apa yang dikatakan oleh sang suami, sembari melihat kepergian suaminya yang kembali memasuki kamar mandi. Namun, setelah Rayhan menutup pintu kamar mandi, dirinya hanya terduduk dipinggiran ranjang. Sama sekali tidak berani merebahkan dirinya, dan hanya memainkan jari tangan diatas paha. Saat menoleh ke belakang, dia mendapati jas milik Rayhan yang tergeletak begitu saja, lantas dengan sendirinya dia tergerak mengambil jas itu untuk ditaruh pada keranjang pakaian yang kotor.
Rupanya, bersamaan dengan Rayhan yang juga keluar dari kamar mandi. Dirinya sempat terpaku melihat pakaian yang dikenakan oleh suaminya itu sama persis dengan apa yang ia kenakan saat ini. Iya, Nara memang sadar jika pakaian yang dikenakannya saat ini adalah milik Rayhan, namun kenapa suaminya itu harus memilih warna yang sama? Membuat dirinya harus memindai penampilan Rayhan dari ujung kepala hingga ujung kaki, membayangkan sama persisnya pakaian mereka berdua.
Nara mengerjap beberapa kali, dia mencoba abai dan berjalan menuju ranjang. Pun bersamaan dengan Rayhan yang mematikan lampu kamar, menyusul Nara di ranjang. Sebelumnya, laki-laki itu sudah bertanya pada Nara sebelum dia mematikan lampu, beruntung sang istri menyetujuinya. Ya, Rayhan itu sulit untuk tidur jika lampu masih menyala.
Dibawah lampu yang redup, Nara masih membuka kedua bola matanya lebar. Dia masih belum merasakan kantuk, yang ada jantungnya berdetak tidak karuan. Untuk melihat ke sebelah kanan, Nara sama sekali tidak berani, dia rasa jika Rayhan juga sama halnya belum tertidur. Baru ia sadari, di kasur ini tidak ada pembatas sama sekali. Tadi saja Rayhan memindahkan guling dari kamar ini.
"Mas, apa boleh aku mengambil guling yang tadi kau pindahkan?" tanya Nara terkesan hati-hati.
"Tidak usah," jawab Rayhan. Dia mengubah posisi tidurnya menghadap Nara. "Besok saja. Malam ini gunakan saja apa yang ada," tambahnya.
Jawaban itu justru membuat Nara banyak berpikir. Bersamaan dengan perubahan posisi arah tidur Rayhan, seolah berkata jika dia harus menggunakan tubuh Rayhan sebagai pengganti dari bantal guling. Pun dengan cepat, Nara langsung menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin melakukannya saat ini. Mereka berdua tak cukup dekat untuk langsung melakukan sentuhan fisik.