Teman, Mantan
Intan teringat dengan Leoni, teman baik Shelly. Gadis itu manis juga sopan santun terhadap orang tua, memiliki kecantikan yang tak kalah dengan mantan Randy. Untuk itu Intan akan menghubungi gadis tersebut mencoba menghibur sang anak.
Tut... Tut....
"Halo, siapa ini?." Sapa Leoni, dari sebrang sana.
"Ini, Leoni? Saya Intan. Bunda Randy," Perempuan setengah paruh baya itu memperkenalkan dirinya. Mungkin Leoni menganggukkan kepala menunggu kelanjutan ibunda Randy menghubungi dirinya untuk tujuan apa.
Intan menceritakan, bagaimana anaknya tengah mengalami kesulitan hati, mungkin Leoni bisa membantu dia untuk Randy bisa ceria seperti sebelumnya.
"Iya, tante. Aku nanti ke tempat Randy. Semoga Randy bisa move on dari Shelly ya, tan." gadis itu begitu bahagia, ketika sang ibunda pria yang dia sukai terlebih dahulu meminta bantuan pada dirinya.
Sambungan telepon itu terputus dengan Intan yang memutuskan terlebih dahulu, Intan sangat berharap jika Leoni bisa membuat Randy melupakan Shelly, mantan yang tega bertunangan dengan pria lain.
Perempuan paruh baya itu, kembali ke dalam butik melakukan pelayanan untuk para pelanggannya.
***
Diwaktu yang sama kini Randy tengah berada di ruangannya, tak dirinya sangka dia kalah dari managernya. Satu langkah lebih dulu meminang Shelly melalui orang tuanya.
Sakit, satu kata yang selalu Randy ucapkan.
Tok... Tok...
"Ya." jawab Randy dari dalam ruangan.
Randy memutar bola matanya, beraninya pria itu masuk ke dalam ruangan sang pemilik hotel tepat dimana dia bekerja, mengabdikan diri namun menikung nya secara perlahan.
"Pagi, pak. Saya datang kesini untuk memberikan ini." Shaka, tunangan dari mantan kekasihnya memberikan sebuah map coklat yang berisi pengunduran diri.
Randy membuka map coklat tersebut, menyunggingkan seuntai senyum terlihat dari sudut bibirnya.
"Saya tidak mau bekerja, dengan mantan pacar tunangan saya." Sebelum Shaka keluar, pria itu merasa menang karena telah bertunangan dengan Shelly. Semua orang tahu keluarga Shelly memiliki kekayaan yang berlimpah juga memiliki anak satu satunya dan sudah di pastikan seluruh kekayaan nya akan jatuh pada Shelly.
Kepalan jari jari lengan Randy mengeras, pria itu terlihat menahan emosi namun berusaha ia reda. Pasalnya masih dalam lingkungan kantor dia tidak mau perusahaan nya kembali tercoreng hanya karena masalah wanita.
Randy memijat pelipisnya merasa pening, pria itu meminta pak Agus untuk membuatkan secangkir kopi.
Merasa lama, pak Agus tidak kunjung keruangan nya Randy memutuskan untuk keluar mencari udara dingin untuk pikirannya.
"Hai, Rand." Tiba tiba saja, Leoni datang tepat di ambang pintu dengan secangkir kopi dia bawa.
"Leoni, kan?" Tanya pria itu, ingat-ingat lupa.
Gadis itu menganggukkan kepala nya, senyumnya selalu menghiasi wajah cantik Leoni. Gadis keturunan tionghoa itu begitu cantik jika di pandang dari dekat.
"Pegel, ini." Keluh Leoni, sedari tadi Randy hanya memandanginya saja. Terbuai dengan kecantikan Leoni, pria muda nan tampan tersebut kembali tersadar dari lamunannya.
Kedua nya masuk ke dalam ruangan Randy, gadis cantik teman baik Shelly itu ternyata sangat menyenangkan. Bagaimana tidak senyumnya selalu berkembang tak pernah pudar.
Canda tawanya bisa membuat Randy sedikit lupa dengan Shelly bertunangan dengan orang lain.
Leoni memang sangat pandai mencairkan suasana, gadis itu berusaha untuk menghibur mantan temannya sendiri. Tanpa Randy sadari Leoni pun berharap jika dia bisa menggantikan posisi Shelly di dalam hatinya.
Sudah lama gadis itu pendam rasa suka terhadap Randy karena mengetahui jika Shelly berpacaran dengan pria yang dia sukai. Untuk itu kesempatan datang dan dia tidak akan menyianyiakan begitu saja.
"Rand, sorry ya duh, tiba tiba gue jadi asal ceplos aja." Keluh gadis itu merasa tidak enak. Sedari tadi membicarakan hal yang mungkin Randy tidak suka.
"Santai, eh. Uda makan belum? Makan yuk!" ajak pria itu, Leoni menganggukkan kepalanya.
Kedua nya keluar dari dalam ruangan, kini berada di dalam mobil menuju cafe tepat dimana dulu Randy juga Shelly menghabiskan waktu bersama hingga malam.
Selain makanan juga minumannya yang sangat terkenal, cafe tersebut memang membuat nyaman para pengunjungnya hingga adanya live musik dari musisi terkenal.
Tidak lebih dari 30 menit kini sudah sampai di kedai cafe tersebut, Randy masuk ke dalam ruangan vvip.
Tak mereka sangka, Shelly juga tunangannya berada di dalam ruangan yang sama namun berbeda kursi.
Randy kembali murung, berdiam diri tidak seperti dia yang tadi
"Rand, lu kenapa? Masa laki kaya gitu, payah lu! Tunjukkin dong, kalau elo bisa move on dari, Shelly." Bisik Leoni pada Randy.
"Keliatan banget ya, gue bucin?" Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut pria tampan di hadapan Leoni membuat gadis itu tertawa terbahak-bahak.
Hampir semua pengunjung di ruangan vvip tersebut menoleh pada Leoni, membuat Randy menjadi malu berusaha menenangkan Leoni agar tidak menertawakannya kembali.
Tawa Leoni mereda, tapi tiba tiba saja Shelly menghampiri mengajak Randy untuk ikut dengan dirinya.
Baik Leoni maupun Randy, keduanya mengerutkan kening bertanya seolah ada apa dengan Shelly?
Mau tidak mau Randy pun mengikuti keinginan gadis itu untuk menghampirinya.
"Kamu apaan, sih! Jalan sama Leoni." Protes Shelly, tidak suka.
"Apa hak kamu?" Bukannya menjawab, namun Randy bertanya kembali pada gadis itu.
Shelly tidak bisa menjawab namun dia sendiri tidak suka jika mantan kekasihnya tersebut jalan bersama perempuan lain, meskipun sahabatnya sendiri.
"Pokonya aku gak suka! Apalagi kamu jalan sama Leoni." Lagi lagi perempuan itu protes.
"Shell, kamu itu bukan tunangan aku. Aku berhak jalan sama siapapun yang aku mau."
"Aku tahu, tapi tidak dengan Leoni, Rand!"
Randy pergi dari hadapan Shelly, dia tidak mengerti dengan mantannya tersebut untuk apa melarangnya pergi bersama perempuan lain, sedangkan dia bertunangan dengan pria lain bukan dengan dirinya sendiri.
Pria itu menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Randy menarik paksa lengan Leoni, mengajak gadis itu untuk keluar dari cafe tersebut.
Dengan senang hati Leoni mengikuti keinginan Randy.
"Rand, lo gak apa apa?" Leoni ragu ragu bertanya, kini keduanya berada di pinggir jalan dekat taman kota.
Pria tampan itu menoleh, menganggukkan kepalanya.
Namun Leoni tahu bagaimana perasaan pria itu, kini Leoni akan kembali melancarkan aksinya, menjadi pelawak dadakan agar Randy bisa tersenyum.
Berbagai teka teki Leoni layangkan, namun pria itu masih saja tidak berubah. Hanya ekspresi datar yang di tampilkan membuat Leoni tidak sanggup lagi jika sudah seperti itu.
"Gue, ada kerjaan lain. Makasih ya tumpangannya." Leoni bersiap, akan keluar dari dalam mobil, namun lengan pria itu mencegah.
Leoni mengerutkan kening. "Kenapa, Rand?" Randy melepaskan genggaman tangannya.
"Makasih, sorry. Pikiran gue lagi gak fokus, nanti gue hubungi lo." Leoni tersenyum, mengangguk mengerti. Keluar dari dalam mobil milik Randy.
"Gue tau, saat ini lo hancur, tapi gue akan berusaha buat lo tersenyum dari apa yang telah Shelly berikan ke lo, Rand."
Bersambung..