Chereads / mata ketiga / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

"Ini masih jauh enggak ke pos tiga?" ujar Rika.

"Harusnya sih sudah sampai." Ujar Ana, sambil minum dan membuang begitu saja botol bekas minumnya.

"Kamu jangan buang sampah sembarangan," ujarku.

"Ah nanti juga terbawa hujan enggak bakal kelihatan," ujar Ana.

"Kamu kalo di kasih tahu suka keras kepala," ujar Sara.

Sudah jam 7 malam tapi kami belum menemukan pos tiga, padahal kami berjalan sesuai arahan Ana yang sudah pernah ke sini, suasana semakin sepi tiba-tiba aku mendengar seperti suara rintihan kesakitan tetapi suaranya sangat jauh, tetapi yang lain seperti tidak mendengarnya.

"Sar kamu dengar ada yang menangis enggak?" tanyaku.

"Ah enggak mana ada yang menangis di sini kan jauh dari permukiman," ujar sara.

"Iya tapi ini suaranya jelas," ujarku.

"Sudah jangan di pikirkan fokus saja biar cepat sampai," ujar Sara.

Tetapi suara itu semakin dekat, karena belum menemukan pos tiga kami istirahat terlebih dahulu. Dan makan makanan yang kami bekal, karena sangat dingin kami memutuskan untuk membuat api unggun, kami berpencar untuk mencari kayu bakar setelah semua terkumpul kami mulai menyalakan api. Karena hangat kami sampai ketiduran, saat aku melihat jam ternyata sudah jam 9 malam, saat akan membangunkan mereka tiba-tiba terdengar lagi suara tangisan seperti dari arah atas, saat aku menoleh ke atas ada orang bergelantungan dengan tambang di lehernya dan teriakanku membuat semua terbangun.

"Kamu kenapa?" tanya Sara.

"Aduh itu, ayo kita lanjutkan saja perjalanan." Sambil membawa tas dan bergegas pergi.

"Duh kita ketiduran, sudah malam banget," ujar Ana.

"ah iya mungkin karena hangat jadi ketiduran" ujar Rika, Hasni hanya mengangguk karena dia memang orang yang tidak banyak bicara.

Kami melanjutkan kembali perjalanan masih belum terlihat pos tiga padahal sudah hampir satu jam, saat aku melihat ke depan seperti pohon yang sudah kami lalui tadi, dan semua temanku juga menyadarinya, kami memberikan tanda pohon itu dengan kapur dan kembali berjalan setelah satu jam kami berada tepat di pohon itu lagi, ternyata kami berjalan hanya berputar putar, suasana semakin tegang apalagi Rika mulai panik karena ketakutan, tiba-tiba aku mendengar seperti suara babi. Aku mencari sumber suara tetapi tidak menemukan apa-apa tetapi dari kejauhan seperti ada perempuan yang melambaikan tangan, aku terus melihatnya tetapi tiba-tiba menghilang, karena ketakutan aku meminta agar kita berdoa bersama.

"Kayaknya ada yang enggak beres kita berdoa saja," pintaku.

"Iya benar aku juga merasa ada yang aneh," ujar Sara.

Kami pun berdoa sebisa kami, setelah berdoa kami melanjutkan perjalanan kembali setelah setengah jam kami menemukan pos tiga. Kami beristirahat sejenak, saat duduk aku mencium bau darah dan ternyata yang lainnya juga menciumnya.

"Eh kalian mencium bau darah enggak?" tanya Rika.

"Iya aku baru juga mau tanya," ujarku.

"Wah enggak beres mending kita lanjut saja yuk," pinta Sara.

Karena ketakutan kami melanjutkan kembali perjalanan untuk ke pos empat di tengah perjalanan Hasni ingin buang air kecil, akhirnya kami berhenti sebentar karena menunggu Hasni yang ingin buang air kecil. Saat dia tiba aku melihat ada yang aneh mukanya terlihat sangat pucat dan dingin dengan tatapan mata yang kosong.

"Kamu kenapa Has?" tanyaku, tetapi dia tidak menjawab.

"Dia kalo capek memang begitu jadi lebih pendiam," ujar Ana.

"Ya sudah kita lanjutkan saja perjalanan biar cepat sampai," ujar Sara.

Kami melanjutkan perjalanan, aku merasakan suasana semakin hening karena sudah sangat malam. Bahkan pencahayaan sangat minim hanya dari dua baterai, aku semakin merasa gelisah dan ingin segera sampai. Kami harus melewati jalan kecil dengan jurang dipinggirnya, tetapi seingat Ana saat dia ke sana dia tidak melewati jalan seperti itu jalannya hanya lurus dan tidak ada jurang.

"Kok ada jurang, perasaan waktu aku ke sini sama teman enggak ada jurang deg," ujar Ana.

"Terus kita tersesat ," ujarku.

"Enggak rutenya memang benar, kita terus saja sampai ketemu pos empat," ujar Ana.

Kami terus melanjutkan dengan berhati-hati dan berpegangan pada pohon yang terdapat di pinggir-pinggir, tiba-tiba kami mendengar suara tangisan. Kami kira ada pendaki lain yang sedang tersesat atau terluka, kami bermaksud untuk menolongnya kami mencari sumber suara itu. Aku tertuju pada satu pohon besar, dan aku merasakan kalau suara itu berasal dari sana, kami pun menghampiri pohon itu dan aku berada dipaling depan, saat sampai aku melihat ada wanita terkapar sedang menangis saat aku bertanya kenapa, dia menoleh dengan wajah penuh darah dan tanpa mata, karena ketakutan aku langsung berteriak dan lari semua temanku mengikuti lari dan berteriak karena kaget.

"Ada apa? Kenapa kamu teriak?" Tanya Sara.

"Sa aku liat wanita tadi enggak ada matanya," ujarku sambil gemetar.

"Apa kamu liat hantu? Bagaimana ini kita sudah hampir tengah malam tapi belum sampai puncak malah liat hantu," ujar Rika sambil menangis.

"Tenang kita lanjutkan saja ketemu pos empat sambil baca doa," ujar Ana.

"Ini gara-gara kamu! Kamu yang mengajak kita ke sini," ujar Rika.

"Loh kok jadi menyalahkan aku yang punya rencana camping itu kan Nina sama Sara kenapa jadi salah aku!" ujar Ana.

"Sudah enggak usah bertengkar kalo begini kita enggak bakal sampai! Sudah sekarang kita lanjutkan saja sambil berdoa," ujarku.

Kami melanjutkan kembali perjalanan dengan terus berdoa, dan sampailah di pos empat kami memutuskan istirahat dulu karena capek, jam menunjukkan pukul 12 malam, setelah beberapa menit kami melanjutkan kembali perjalanan karena ingin cepat sampai. Saat tengah perjalanan kami harus melewati batu besar dengan celah kecil di tengahnya, kami harus melewati celah itu. Lagi-lagi Ana merasa bahwa sebelumnya dia juga tidak melewati batu itu, setelah bersusah payah kami dapat melewati batu itu. Tetapi yang membuatku tidak nyaman adalah Hasni yang terus diam dengan muka pucat dan menurutku seram, tidak lama kami sampai di puncak yang memang pemandangannya sangat indah kami dapat melihat cahaya lampu pedesaan.

"Akhirnya kita sampai juga," ujarku dengan senang.

"Wah iya Indah banget," ujar Rika.

"Iyah tetapi yang aneh seharusnya 4 jam perjalanan kita sudah sampai," ujar Ana.

"Yang penting kita sudah sampai dan selamat," ujar Sara.

Kami mulai mendirikan dua tenda dan mencari kayu bakar karena kami ingin memasak Mie instan karena kami sudah lapar. Tetapi Hasni hanya terdiam tanpa berkata apa pun aku semakin curiga kalau ada yang tidak beres terhadap Hasni, tetapi yang lain tidak memperhatikannya. Setelah makan kami bergegas untuk tidur agar dapat bangun saat sunrise saat aku akan masuk tenda aku melihat Hasni seperti berbicara dengan seseorang, tetapi saat aku melihat sekeliling tidak ada siapa pun, karena takut aku masuk tenda dan bergegas tidur. Sara membangunkanku karena sudah ada sunrise dan kami akan mengambil foto.

"Nin bangun ayo kita foto dulu," ujar Sara.

"Apa sudah pagi?" tanyaku.

"Iya sudah," ujar Sara.

Kami mulai berfoto tapi Hasni masih tetap dingin seperti semalam, setelah itu kami pergi ke sungai kecil yang dekat di sana dan mencuci muka serta membawa sedikit air. Kemudian kami memasak air untuk menyeduh susu dan kopi, yang lain menyukai susu kecuali aku menyukai kopi hitam saat akan menyeruput kopi tiba-tiba Hasni mengambil kopiku dan meminumnya habis padahal kopi itu sangat panas.

"Eh Hasni itu panas!" ujarku.

"Bukannya kamu enggak suka kopi Hasni," ujar Ana.

"Iya apalagi kopi hitam," ujar Rika.

Dia tidak menjawab hanya diam, karena takut kemalaman seperti kemarin kami cepat membereskan peralatan camping kami dan langsung bergegas untuk pulang. Saat menuju pos empat kami tidak melewati batu dan jalan yang curam seperti sekarang dan jaraknya juga dekat hanya satu jam, kami merasa aneh karena rutenya masih sama seperti semalam hanya saja menjadi lebih dekat dan tidak ada batu. Perjalanan ke setiap pos juga menjadi lebih cepat hanya sekitar satu jam tetapi semalam kami berjam jam hanya untuk menuju satu pos, tidak terasa kami sudah sampai pos satu dan menuju keluar rute pendakian, kami menuju warung tempat kami menitipkan motor, saat kami baru saja duduk Hp kami menyala banyak sekali pesan. Karena saat kami mendaki tidak ada sinyal, namun kami kaget saat melihat tanggal karena sudah hari Selasa padahal kami mendaki hanya satu malam, kami hanya saling menatap dan Hpku berbunyi.