Chereads / mata ketiga / Chapter 6 - Bab 6

Chapter 6 - Bab 6

Kami pun masuk dan disuruh menunggu Pak Ustaz di ruang tamu. Tidak lama ia pun datang, kami menceritakan semua yang terjadi dan menjelaskan maksud tujuan kami ingin menanyakan apakah hal yang menimpa kami ada kaitannya dengan Kak Ardi.

"Dari yang Bapa lihat benar kalian di guna-guna," ujar Pak Ustaz.

"Kalau boleh tahu siapa yang melakukannya Pak?" tanyaku.

"Dari yang bapak lihat orangnya putih dan badannya agak berisi," ujar Pak Ustaz.

"Apakah orang ini Pak." Ujar Ana, sambil memperlihatkan foto Kak Ardi.

"Iya benar Neng ini," jawab Pak Ustaz.

"Terus kami harus bagaimana Pak?" tanyaku.

"Kalian harus ditingkatkan ibadahnya dan berdoa dan beritahu Orang tua kalian," ujar Pak Ustaz.

"Baik kalau begitu pak, kami pamit dulu sebelumnya terima kasih telah membantu kamu," ujarku.

"Iya Neng sama-sama," jawabnya.

Kami pun pulang ke rumah masing-masing, sesampainya di rumah aku menceritakan semuanya ke Orang tuaku, kemudian Orang tuaku menjadi khawatir dan mereka memutuskan untuk menemui Kak Ardi dan akan memberitahu perbuatannya kepada keluarganya besok.

"Besok Ayah akan ke rumahnya agar dia bertanggung jawab atas perbuatannya," ujar Ayah.

"Tapi bagaimana kalau Kak Ardi malah mencelakakan Ayah?" tanyaku.

"Tidak akan Nin kalau di biarkan kamu dan teman-temanmu akan celaka," jawab Ayah.

"Iya kamu tenang saja biar Ayah yang mengurusnya," ujar Mamah.

"Baiklah Mah," jawabku.

Aku pun pergi ke kamar untuk istirahat, keesokan benar saja Ayahku pergi menemui Kak Ardi ke rumahnya karena Ayah sudah mengetahui rumahnya . Tetapi sesampainya di sana Kak Ardi tidak ada, rupanya dia mengetahui kalau Ayahku akan datang, tetapi aku tidak tahu di biasa tahu Ayah akan datang.

"Tok! Tok! Tok Ardi buka," ujar Ayah.

"Ada apa ini Pak? Ardi sedang tidak ada di rumah," jawab Ibunya Kak Ardi.

"Begini ya Bu, Anak Ibu telah menyantet Anak saya dan Teman-teman jadi saya ke sini untuk meminta pertanggungjawabannya dan kenapa dia menyantet Anak saya," ujar Ayah.

Belum sempat Ibunya menjawab dari kejauhan Ayah melihat Kak Ardi, dia langsung lari Ayahku mengejar dibantu oleh warga karena ayah meneriakinya telah menyantetku. Namun tiba-tiba datang truk besar langsung melindas Kak Ardi karena dia berlari tanpa melihat ada kendaraan, dia dinyatakan meninggal di tempat.

"Tolong Anakku," pinta Ibu Kak Ardi.

"Sepertinya sudah meninggal Bu," Ujar Sopir itu.

"Bagaimana ini kalian haru bertanggung jawab!" ujar Ibu Kak Ardi.

"Itu kesalahannya sendiri dia memilih kabur dan tidak memperhatikan jalan," Ujar Ayahku.

"Sudah lebih baik kita urus jenazahnya," ujar Sopir.

Ayah membantu mengurus jenazahnya, sebelum Ayah pulang ada yang mengetuk pintu, saat aku lihat dari jendela itu Kak Ardi aku pikir dia datang ke sini untuk meminta maaf, saat aku buka tidak ada siap pun. Tidak lama ponselku berdering, ayah menelepon dia memberitahu kalau Kak Ardi telah meninggal.

"Halo Nin tolong bilang ke Mamah, Ayah pulangnya akan telat soalnya bantu mengurus jenazah," pinta Ayah.

"Iya Yah memangnya siapa yang meninggal?" tanyaku.

"Ardi Nin," jawab Ayah.

"Apa bagaimana bisa barusan dia datang kari tapi saat aku buka pintu tiba-tiba tidak ada," ujarku.

"Itu tidak mungkin Nin," jawab Ayah.

"Aku enggak bohong," ujarku.

"Sudah nanti saja kita bicarakan di rumah," jawab Ayah.

Aku langsung pergi ke kamar karena ketakutan tiba-tiba ada yang mengetuk jendela. Aku tidak membukanya karena perasaanku sangat takut, kemudian lampu tiba-tiba mati, sontak aku berteriak dan membuat Mamah dan Adikku menghampiri ke kamar. Tapi saat mereka tiba di kamar lampu kembali menyala.

"Kamu kenapa Nin?" tanya Mamah.

"Tadi ada yang mengetuk jendela Mah terus lampu tiba-tiba mati," jawabku gemetar.

"Enggak ada siapa-siapa di sini lampunya juga menyala," ujar Mamah.

"Iya Mah tapi tadi tiba-tiba mati," jawabku.

"Sudah sekarang kita ke ruang tamu saja," pinta Mamah.

Kami pun ke ruang tamu tetapi aku belum menceritakan kejadian soal Kak Ardi yang mengetuk pintu aku menunggu Ayah pulang dahulu. Tidak lama ayah pun pulang suasana di rumah terasa menegangkan bahkan aku merasa seperti ada yang memperhatikan kami.

"Assalamualaikum," ucap Ayah.

"Waalaikumsalam, bagaimana sudah beres masalahnya," tanya Mamah.

"Tidak Mah, Ardi malah meninggal," jawab Ayah.

"Kok bisa?" tanya Mamah.

"Tadi saat Ayah dan warga mengejarnya tidak sengaja dia tertabrak truk dan dia meninggal di tempat," jawab Ayah.

"Innalillahi, terus bagaimana dengan Nina?" tanya Mamah.

"Ayah juga bingung," jawab Ayah.

Kemudian aku menceritakan semua kejadian yang tadi aku alami Orang tuaku khawatir dan mereka memutuskan untuk tidur di ruang tamu bersama-sama, aku senang mendengarnya tetapi saat kami tertidur aku mendengar suar dari arah dapur aku kira itu Adikku karena saat aku melihat ke sampingku dia tidak ada tetapi saat sampai di dapur terlihat sosok pria dengan tubuh berisi sedang melihat keluar dari jendela dapur, saat dia akan menoleh aku langsung lari ke ruang tamu dan membangunkan Orang tuaku.

"Mah bangun Mah," pintaku.

"Kamu kenapa?" tanya Mamah.

"Itu di dapur ada hantu Kak Ardi Mah," jawabku sambil menangis.

"Mungkin kamu salah lihat," ujar Mamah.

"Enggak Mah ," jawabku.

Kemudian kami pergi ke dapur saat masuk tidak ada apa-apa tapi setelah beberapa saat tiba-tiba air kerang mengalir sendiri sontak kami ketakutan dan berlari kembali ke ruang tamu. Kali ini keluargaku juga ikut di teror aku merasa takut dan bersalah karena gara-gara aku sekarang Mamah juga ikut di teror. Keesokannya Mamah menceritakan kejadian semalam kepada Ayah.

"Bagaimana ini Ayah semalam Nina diganggu lagi bahkan bukan Cuma Nina, Mamah juga di ganggu," ujar Mamah.

"Terus Ayah harus bagaimana?" tanya Ayah.

"Ayah coba minta tolong ke Pak Ustaz, kalau begini terus kita bisa gila," ujar Mamah.

"Iya Mah, sekarang kalian habiskan dulu sarapannya terus Nina berangkat sekolah jangan banyak pikiran," pinta Ayah.

"Iya," jawabku.

Setelah sarapan aku pamit pergi sekolah, di perjalanan pikiranku campur aduk, aku memikirkan Mamah dab Adikku di rumah. Aku takut Kak Ardi mengganggu mereka, sesampainya di sekolah aku langsung bergegas pergi ke kelas untuk menemui Ana dan Sara untuk menanyakan apakah mereka juga sama mengalami hal yang aku alami.

"Ana sini," pintaku.

"Kamu kenapa kelihatan panik begitu?" tanya Ana.

"Kamu tahu Kak Ardi meninggal?" tanyaku.

"Apa yang benar saja," jawab Ana.

"Iya dia meninggal kemarin, dan setelah itu diganggu aku dan keluargaku," jawabku.

"Aku malah sebaliknya, aku dan Sara tidak lagi mengalami gangguan," ujar Ana.

"Terus sekarang bagaimana, sekarang Orang tuaku juga ikut diganggu," ujarku sambi menangis.

"Kamu jangan menangis Nin kita akan bantu kamu buat menyelesaikan masalah ini," jawab Ana.

"Terima kasih ya kalian memang sahabatku," ujarku.

"Iya kita kan memulainya sama-sama, jadi kita juga haru menyelesaikannya sama-sama," jawab Ana.