Tepat hari ini, 5 tahun yang lalu.......
Hari ini sekolahku mengadakan kegiatan pesantren ramadhan, satu kegiatan tahunan yang hanya dilaksanakan pada bulan ramadhan tentunya. Hari ini juga sekaligus hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah ini sebagai salah satu siswanya. Senang? Tentu saja. Aku berhasil diterima di sekolah yang memang menjadi incaranku sesaat setelah aku resmi menjadi lulusan terbaik di sekolahku sebelumnya.
Aku dan yang lainnya juga siswa senior yang kusebut sebagai kakak kelas berada dalam satu ruangan yang sama, aku sengaja memilih duduk di bagian belakang karena memang tempat duduk bagian depan sudah penuh diisi oleh siswa yang dua tahun lebih awal menjadi siswa resmi di sekolah ini. Hingga di satu dari 180 menit yang kumiliki dalam ruangan itu menjadi sebuah kenangan yang bagiku sendiri tidak terfikir untuk menjadikannya sebuah kenangan saat itu. Yapp.. ada sepasang bola mata di seberang sana yang tanpa kusadari sedari tadi memperhatikanku. Sontak aku melihat ke sekeliling tubuhku untuk menangkap kemungkinan ada yang salah dariku, tetapi tidak. Aku tidak menemukan apapun yang mungkin akan dianggap aneh oleh orang lain.
"Siapa sih? Dari kapan tu orang liatin aku Nin?" Tanyaku kepada seorang teman yang duduk di sebelahku, dia teman yang kubawa dari sekolah dasar yang sama dengan sekolah tempatku menghabiskan enam tahun masa kekanakanku. Sebut saja namanya Nina.
"Baru nyadar?" Jawabnya dengan membalas pertanyaanku dengan pertanyaan yang berhasil membuatku mengerutkan keningku.
"Berarti dari tadi dia liatin aku?" Tanyaku lagi.
"Dia Rio, anak kelas 9C." jawabnya singkat tanpa memperhatikan tepat atau tidak perkataannya terhadap pertanyaan terakhir yang kuajukan dan aku juga hanya mengangguk mengiyakan perkataannya.
Risih? Tentu saja! Siapa yang tidak risih ketika menyadari dirinya diperhatikan seperti itu bahkan dalam waktu berjam-jam, Selama kegiatan itu berlangsung selama itu pula aku diperhatikan olehnya, walaupun aku sendiri sadar, sepasang mata itu milik seorang lelaki tampan, tetapi tetap saja. Huuuhhh rasanya ingin kucopot saja matanya agar ia mau berhenti memandangiku. Hingga akhirnya jam dinding menunjukkan jarumnya pada angka sebelas yang berarti selesai sudah acara hari ini. Sungguh waktu yang sangat kunantikan untuk segera terlepas dari bola mata yang menyelidik itu. Aku merasa seperti seorang tersangka yang akan dijatuhi hukuman mati karena kesalahan yang sangat fatal hingga semua orang harus memandangiku dengan mata terbesar yang mereka miliki.
Awal perkenalanku dengan Kak Rio memang sedikit buruk dan aku juga sangat tidak menyukai pria itu pada awalnya. Aku berkenalan dengannya ketika dalam perjalanan pulang dari sekolah setelah kegiatan ramadhan tersebut. Mungkin tidak tepat jika kukatakan sebagai perkenalan antara aku dan Kak Rio karena saat dia berusaha berbicara kepadaku aku tidak menanggapi pembicaraannya. Sama sekali tidak. Saat itu aku sedang mengayuh sepedaku berdampingan dengan Nina. Tiba-tiba sebuah motor hitam mendekati kami berdua dan berusaha sekali untuk mensejajarkan laju motornya dengan sepeda yang kami naiki.
"Hei, yang di sebelah sana!" Ucapnya. Karena memang aku berada di samping jalan dan justru Nina lah yang berdampingan dengan motornya
Aku hanya diam dan menggunakan sudut mataku yang tajam untuk melihat sang pengemudi dari motor hitam itu. Dan yaa aku mengenalinya. Dia pemilik dari pasang bola mata yang tiga jam terakhir membuatku risih karena satu ruangan dengannya.
"Boleh kenalan?" Ucapnya lagi dan aku kembali diam. Mungkin dengan sedikit rasa menyerah hingga akhirnya dia harus berbicara kepada Nina untuk menanyakan namaku.
"Siapa namanya?" Tanyanya kepada Nina
"Namanya Arini." jawab Nina singkat, mungkin ia juga sedikit kesal dengan kehadirannya dan itu hanya kesimpulanku.
"Ooh.. cantik.. Tapi sombong." sindirnya lalu dengan cepat meninggalkan kami bersama seorang temannya yang ia bonceng di atas motor hitamnya itu.
"Dasar cowok aneh!" Ucapku.
"Dia menyukaimu, ya itu hanya persepsiku, tapi aku yakin dia menyukaimu. Kau juga kan?" Simpul Nina disertai ledekan pertanyaan yang membuatku ingin menerkamnya.
"Ninaaaaaaa!!!" Teriakku dengan keras karena kesal terhadap ucapannya. Dan yaa, tentu saja teriakanku berhasil membuatnya mempercepat putaran rodanya agar tidak lagi sejajar dengan sepedaku. Huuhh, dasar Nina!
Yaaa.. berawal dari sanalah aku mengenal sosok malaikat manis yang menyebalkan itu. Rio, mungkin lebih tepatnya Kak Rio, pemilik dari senyuman madu dengan wajah tampan yang dibalut oleh kulit sawo matangnya yang bagiku nampak sebagai ciptaan tersempurna Tuhan untuk dipertemukan denganku hari itu. Kuakui, dia memang menyebalkan, terlebih dengan bola mata hitamnya yang selalu berhasil membuat jantungku mempercepat kerjanya.