Hari ini langit sedang membawa cahaya timur bersamanya. Rerumputan juga sedang menari bersama angin yang membawa udara hangat dari pancaran mentari. Menguapkan kembali embun yang semalam bersilaturahmi dengan dedaunan.
"Astaga.. jam berapa ini, aku terlambat bangun lagi! Ibuuuu kenapa tidak membangunkanku lebih pagi?" Ucapku sambil mengambil handuk dan dengan cepat menuju kamar mandi.
"Ibu sudah membangunkanmu sayang, tapi kamu malah menarik selimutmu dan kembali bermimpi lagi di atas bantalmu itu." sahut Ibu dengan sebuah senyum melihat kelakuan gadis bungsunya itu.
Hari ini hari senin, karena itu aku menganggap bangun terlambat, padahal jika hari lainpun ini adalah hari terpagiku untuk bangun dari dunia mimpi. Dengan waktu tercepat dalam rekor persiapanku, aku berhasil menyiapkan diri untuk segera berangkat ke sekolah.
"aku berangkat ayah, berangkat ibu, Assalamualaikum.." teriakku dari halaman rumah setelah selesai mencium punggung tangan kedua orang tuaku itu. Dengan cepat aku menyambar sepeda yang sudah diparkirkan ayah di sisi jalan untuk mempermudahku mengambilnya.
"Iya sayang, Walaikumsalam.." sahut ayah dan ibuku bersamaan. Aku sudah mengayuh sepedaku dengan cepat meninggalkan pekarangan namun masih dapat mendengar jawaban dari salamku meski sedikit samar-samar.
Benar saja, aku hampir terlambat untuk mengikuti upacara bendera yang memang setiap hari senin diadakan di sekolahku. Jam tangan coklatku menunjukkan pukul 07.55 yang berarti 5 menit lagi upacara akan dilaksanakan. Meskipun tidak terlambat namun aku tetap saja kena marah, bukan oleh guruku, tetapi oleh teman-teman piket kebersihan yang menuduhku sengaja datang terlambat agar tidak ikut membersihkan kelas. Ahh sudah, aku tidak mempedulikan mereka. Yang penting aku tidak terlambat untuk upacara. Toh nanti aku juga bisa membersihkan kelas setelah upacara ini selesai.
Bel dibunyikan enam kali, menandakan upacara bendera akan segera dimulai. Aku masih saja sibuk dengan nafasku setelah perjalanan yang cukup menguras tenaga karena kayuhan sepedaku yang mungkin mampu mengalahkan biker-biker internasional di luar sana.
"Pagi Tuan Putri.." ucap seseorang yang mengagetkanku dari aturan nafas yang kuusahakan beberapa menit terakhir karena suara bass yang sangat kukenali. Alhasil jantungku kembali mengeluarkan reaksi yang cepat hingga aku harus mengelus dadaku untuk menenangkannya
"Robyyyyyyy......." teriakku keras sambil memajukan beberapa senti kecil bibirku untuk menunjukkan kekesalanku padanya.
"Ngambeekkkk, ah sudah, ayo cepat, guru-guru udah merah tuh.." ucap Roby. Yaa dia memang suka menggunakan kata-kata kiasan ketika berbicara yang terkadang membuatku harus menjalankan otak dengan keras agar mengerti pembicaraannya.
Roby sendiri adalah seorang kakak kelas yang berada setahun di atasku. Aku mengenalnya ketika sama-sama bertemu di ekskul pramuka. Yaa, Robyku itu anak pramuka. Dia seorang ketua regu yang sangat mengandalkan suara bassnya untuk mengatur pasukan. Dia memiliki senyum yang manis dengan lesung pipi di sebelah kiri wajah ovalnya itu, namun bagiku tetap tidak menyaingi senyum milik malaikat manisku yang satu semester terakhir ini sudah menjadi siswa abu-abu.
"Kenapa mesti gini sih! Kenapa cuma aku yang mau ke dia tapi dia enggak! Trus kalo emang ga suka ngapain kemaren ngasih perhatian! Buat pelarian? Emang cowok tuh ga ada yang bisa ngerti perasaan cewek!!" Gerutuku di pojok ujung koridor kelas sambil menyandarkan punggungku ke dinding.
"Masih belum bisa move on ya Princess?" Ucap Roby dengan senyum menyinggung yang tiba-tiba datang dan mengacak-acak rambutku.
"Uhh.. jangan ngeledek deh By.." sahutku dengan wajah ditekuk juga merapikan rambutku yang seperti baru saja dibajak oleh traktor.
"Udahlah.. cowok kaya Rio tuh jangan suka difikirin. Dia tuh cuma cowok yang ga bisa bersyukur dicintain sama Princessku ini." ucapnya, kali ini dengan menarik hidungku hingga meninggalkan warna merah disana.
"Ihh Roby, sakit tau!" Ketusku sambil mencubitnya.
"Aw aduuuuhhh.. itu lebih sakit Ariiiiiiiiiiii.....".
"Biarin, kamu duluan kok!" Sahutku kesal.
"Ehh Princess galau... jangan suka gerutu sendiri. Kayak orang aneh tau keliatannya, duduk sendiri, ngomong sendiri, lama-lama nanti kutinggalin juga kamu biar sendiri beneran sekalian."
"Ya udah tinggalin aja. Kamu tuh sama aja kaya Rio, gak ada bedanya!" Sahutku dengan nada sebal.
"Yaahh dia ngambek. Dasar ngambekan, bleee..." olok Roby dan meninggalkanku sendiri setelah melihat rombongan temannya menuju kantin.
Meskipun sedikit kesal, tetap saja awal pekan itu kulalui dengan Roby. Sebenarnya bukan hanya hari itu, tapi setiap hari aku memang selalu bersamanya, kecuali hari minggu karena jarak rumahku dengannya yang cukup jauh. Namun tidak jarang pula dia kerumahku untuk sekedar menghabiskan waktu bersama, walaupun sebenarnya yang kami lakukan hanya menonton acara televisi atau sibuk dengan ponsel masing-masing. Yaa dia itu Robyku, aku bahkan sering bertengkar dengannya karena hal yang begitu sepele dan beberapa menit kemudian berbaikan. Persahabatan yang aneh!