Chereads / Dendam Cinta Masa Lalu / Chapter 7 - Karena Kau

Chapter 7 - Karena Kau

-

Alex berjalan cepat keluar dari mobilnya, kemudian kembali melangkahkan kakinya memasuki area loby utama perusahaan. Namun, langkah laki-laki itu terhenti, saat ada seseorang yang memanggil namanya untuk menyampaikan sebuah pesan kepadanya.

"Maaf, Pak Alex, Tuan Aaron sudah menunggu kedatangan anda di ruangannya sekarang," ucap seorang wanita berpakaian rapi, di balik meja yang berpapan nama 'resepsionis' di atasnya.

Mendengar pesan itu, Alex pun langsung menganggukan kepalnya dan kembali melanjutkan langkahnya menuju ke lift. Dia jelas tahu, kalau Tuannya memang sedang menunggu kedatangannya sekarang ini, karena sebelum datang ke sini, Tuannnya itu sudah menghubunginya terlebih dahulu.

Lalu, laki-laki itu terlihat menekan sebuah tombol tepat di samping lift, kemudian memasuki kotak besi yang ada di depannya itu, setelah pintunya terbuka secara otomatis.

Di dalam perjalanan menuju suatu tempat itu, Alex sesekali menatap jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya dengan ekspresi wajah yang terlihat seperti sedang mencemaskan sesuatu.

Dua menit setelahnya, akhirnya pintu lift terbuka dan laki-laki itu segera berjalan keluar dari kotak besi itu. Kembali melangkahkan kakinya melewati lorong besar, sampai akhirnya langkahnya terhenti di depan sebuah pintu yang menjulang tinggi.

Lalu, Alex terlihat menempelkan telapak tangannya pada alat sensor yang ada di samping pintu itu, kemudian mengucapkan namanya sendiri.

"Alex Aldegarian."

Tidak lama setelah itu, pintu yang menjulang tinggi di depannya itu pun akhirnya terbuka secara otomatis. Dan Alex kembali melangkahkan kakinya untuk memasuki lebih dalam ruangan yang ada balik pintu itu sekarang ini.

"Selamat siang, Tuan Aaron," sapanya sopan, setelah sampai di hadapan sosok yang sedari tadi menunggu kedatangannya itu.

Seorang laki-laki tampan yang sedang duduk di atas sofa dalam ruangan itu terlihat langsung mendongakan kepalnaya dan menatap lurus ke arah sosok yang tadi memanggil namanya itu. Dan orang itu adalah Aaron Donzello, atasan dari Alex sendiri.

"Duduk, Alex, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ujar Aaron dengan ekspresi wajah serius.

Alex manganggukan kepalanya patuh, lalu mendudukan dirinya pada kursi yang berseberangan dengan kursi yang sedang diduduki oleh Tuannya itu.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi, Tuan Aaron? Tidak biasanya kau memanggilku dengan tergesa-gesa seperti ini," tanya laki-laki itu.

Aaron terlihat menghembuskan napasnya perlahan sembari memperbaiki posisi duduknya.

"Aku bertemu dengannya, Alex, dengan masa laluku," ucap laki-laki itu kemudian dengan ambigu.

Alex terlihat menautkan kedua alisnya, sepertinya laki-laki itu masih merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh atasannya itu.

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau ucapkan, Tuan," ujarnya akhirnya.

Aaron terlihat menegakan tubuhnya, dengan tatapan kedua mata yang mengarah lurus ke arah seseorang yang masih berada di depannya sekarang itu.

"Renata, perempuan itu kembali, aku melihatnya datang ke sini, Alex, menemuiku …."

Alex terdiam, tatapan sepasang mata milik laki-laki itu terlihat membulat sekarang ini. Sebagai seseorang yang telah lama bersama dengan Aaron, dia jelas tahu siapa sosok perempuan yang disebutkan oleh atasannya itu tadi.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan, Tuan? Kau tidak mungkin kembali bersama dengannya lagi dengan begitu mudah bukan?" ujar Alex, setelah beberapa saat terdiam.

Dan entah karena alasan apa, Aaron tiba-tiba malah tersenyum miring setelah mendengarnya. Lalu, tatapan laki-laki itu teralihkan pada dinding kaca yang ada di dalam ruangannya. Sebuah dinding kaca yang menampakan pemandangan deretan gedung-gedung tinggi pencakar langit di luar sana.

-

Renata berlari dengan cepat, menjauh dari perusahaan tempat terakhir kali dia mengantarkan pesanan pizzanya itu. Wajahnya terlihat memerah, dengan bulir keringat yang membasahi area dahi dan leher jenjangnya.

Lalu, wanita itu terlihat menghehntikan langkahnya, ketika dia merasa napasnya terasa sesak dan memilih untuk mendudukan diri pada sebuah kursi yang ada di tepi jalan.

"Dia masih ada di sini dan dia melihatku," gumamnya lirih.

Renata terlihat mengusap wajahnya kasar, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Wanita itu benar-benar tidak menyangka, jika dia kembali dipertemukan dengan sosok yang pernah ada di masa lalunya.

"Tuhan, kenapa harus seperti ini? Kenapa kau mempertemukanku lagi dengannya?" ucap Renata dengan nada suara kencang. Beruntungnya, suasana jalanan saat itu tidak terlalu ramai, jadi tidak ada banyak orang yang mendengar teriakannya.

Wanita itu jelas masih ingat, bagaimana kenangannya dengan sosok bernama Aaron itu. Seorang laki-laki yang pernah mngisi hari-harinya dengan begitu bahagia, tapi berkahir dengan hal yang begitu menyakitkan.

Namun, di sela-sela lamunannya itu, tiba-tiba Renata merasa ada seseorang yang sedang menepuk bahunya.

Lalu, wanita itu menolehkan wajahnya ke samping, menatap kehadiran seseorang yang ternyata sedang duduk di atas kursi yang berada tepat di sampingnya sekarang itu.

"Are you okay?" tanya orang itu, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat cemas.

"Dimas?"

Renata membulatkan kedua matanya, merasa begitu terkejut dengan sosok yang sedang berada di dekatnya itu.

Sosok itu adalah Dimas, laki-laki tampan yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan merupakan anak tunggal dari pemilik kafe pizza tempatnya bekerja. Dan perlu diketahui, Dimas berumur lebih muda beberapa tahun dari Renata.

Dimas tersneyum tipis, kemudian mengulurkan sebuah es krim rasa coklat ke arah Renata. "Untukmu, ambil," uajr laki-laki itu kemudian.

Renata terdiam tapi tak urung untuk menerima uluran es krim yang terarah kepadanya itu.

"Terima kasih."

Dimas menganggukan kepalanya, lalu meluruskan tatapannya ke depan sembari menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Renata. Are you okay now?" ulang laki-laki itu lagi.

Renata ikut menyandarkan punggungnya, sembari menatap es krim yang ada di genggaman tangannya sekarang ini.

"Entahlah, mungkin tidak untuk saat ini," jawab wanita itu akhirnya.

"Jika ada seseuatu yang menggangu pikiranmu, maka selesaikanlah dengan baik-baik. Aku tidak akan memintamu untuk bercerita kepadaku, karena aku yakin kau tidak akan mau melakukannya, seperti sebelum-sebelumnya," ujar Dimas, sembari memakan es krim rasa vanilla miliknya sendiri.

Mendengar ucapan itu, Renata pun terkekeh ringan. Dimas memang benar, bahwa seberat apa pun beban yang dirinya rasakan, dia jelas tidak akan mau membaginya dengan orang lain.

"Kenapa kau ada di sini? Bukannya kau harus pergi kuliah sekarang?" tanya Renata balik.

Dimas menolehkan kepalanya ke samping, lalu menatap lurus ke arah wanita yang juga sedang menatapnya sekarang itu.

"Tadinya aku memang ingin pergi, tapi saat aku melihat ada perempuan berlari sembari menangis tanpa alasan, kemudian duduk sendiri di sini, jadi aku mengurungkan niatku dan berniat membolos hari ini untuk menemaninya," jawab laki-laki itu akhirnya.

Renata terdiam. Wanita itu jelas tahu, siapa perempuan yang dimaksudkan oleh Dimas.

"Kenapa kau melakukannya? Kau akan dimarahi ibumu karena membolos, Dimas," ucap wanita itu kemudian, sembari menolehkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak terlalu kuat, untuk terus menatap sepasang mata gelap milik laki-laki yang ada di sampingnya itu.

Dimas masih menatap wajah Renata, lalu menjawab, "karena kau, Renata, karena kau orangnya."