Chereads / Dendam Cinta Masa Lalu / Chapter 9 - Rencana Buruk Aaron

Chapter 9 - Rencana Buruk Aaron

-

Aaron mendudukan tubuhnya pada kursi kebesarannya, kemudian menatap ke arah deretan polaroid foto seseorang, yang ada di atas meja kerjanya.

Sesekali, laki-laki itu meraih salah satu foto yang ada di depannya itu, kemudian menatapnya dalam-dalam. Mengamati lebih dekat potret seorang wanita, yang didapatkan oleh bawahannya.

"Di mana mereka menemukannya, Alex?"

Alex yang sedari tadi berdiri di samping meja kerja Aaron itu pun segera menegakan tubuhnya dan menatap lurus ke arah Tuannya itu.

"Mereka mengikuti wanita itu dari sejak keluar resto, membeli bunga, pergi ke pemakaman, hingga wanita itu kembali ke rumah kontrakannya, Tuan," jawab laki-laki itu kemudian.

Aaron terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, setelah mendengar jawaban itu. Lalu, laki-laki itu kembali meraih foto lain yang ada di atas meja dan mengamatinya lagi.

"Bearti dia hidup sendirian sekarang?"

Alex menganggukan kepalanya. "Benar, Tuan. Dia hidup sendirian sekarang ini. Kedua orang tuanya meninggal sekitar setahun yang lalu, karena kecelakaan yang mereka alami waktu hendak pergi ke luar kota menggunakan mobil. Ibunya meninggal di tempat, karena terpental ke jalanan, sedangkan Ayahnya meninggal saat dilarikan ke rumah sakit terdekat," jawab laki-laki itu panjang lebar.

Aaron tersneyum miring mendnegarnya, sembari mengangukan kepalanya lagi. "Apakah ada sesuatu yang sudah kau cari lebih dalam tentang Renata? Maksudnya, kehidupan atau kepribadian wanita itu sleama ini," tanya laki-laki itu lagi.

"Ada, Tuan. Dia mengidap sebuah penyakit paru-paru, yakni asma, sejak lima tahun ke belakang ini. Dari riwayat pemeriksaan rutin yang aku lihat rumah sakit tempatnya kontrol, penyakit yang wanita itu idap sudah hampir sembuh dan membaik, meskipun dia masih sering terkena serangan sesak secara tiba-tiba dan mudah merasa lelah."

Aaron mendongakan kepalanya reflesk ke arah Alex, saat laki-laki yang merupakan tangan kanan dan asisten kepercayananya itu mengatakan sesuatu yang cukup membuatnya terkejut, tentang kehidupan Renata, mantan kekasihnya yang sudah mengkhianatinya dulu.

"Asma?"

Alex mengangukan kepalanya sebagai jawaban.

Aaron terlihat menundukan kepalanya, kemudian segera meggelengkan kepalanya cepat. Laki-laki itu mencoba menyingkirkan perasaan kasihan dalam hatinya jauh-jauh, karena tujuanya kali ini adalah untuk membalas dendam atas cintanya, dengan ksempatan yang laki-laki itu dapatkan sekarang, setelah sekian lama menunggu.

Setelah mengamati semua foto-foto itu, Aaron pun terlihat mendongakan kepalanya dan mentap lurus ke arah tangan kananya kepercayaannya, yang sedang berdiri tidak jauh dari kursi tempatnya duduk.

"Aku memiliki sebuah tugas untukmu Alex, aku harap kau bisa melakukannya," ucap Aaron, setelah beberapa saat terdiam.

Mendengar itu, Alex pun menganggukan kepalanya dan meng-iya-kan apa yang diucpakan oleh Tuannya itu.

"Datangi resto tempat Renata bekerja dan keluarkan wanita itu dari pekerjaannya hari ini juga. Lalu, buatlah sebuah pengumuman lowongan pekerjaan di sini dan pastikan dia datang ke sini untuk mendaftar. Tapi sebelum itu, kau harus pastikan dulu, apabila dia mendaftar lowongan di resto atau tempat lain, pastikan tempat itu tidak memberikannya kesempatan dan hanya di sini, dia akan mendatapkan pekerjaan baru itu."

Aaron mengatakan kalimat itu dengan ekspresi wajah serius, sembari memutar kursi kerjanya menghadap ke arah dinding kaca, agar bisa menatap pemadangan gedung-gedung besar di luar sana.

Alex menautkan kedua alisnya, dengan perasaan bingung. Laki-laki itu mengerti dengan apa yang Tuanya perintahkan kepadanya, tapi dia tidak mengerti tujuan dari semua pekerjaan yang akan dia lakukan itu.

"Tuan, apakah ada sesuatu yang ingin kau rencanakan setelah ini? Mengingat, jika kau memintaku untuk membuatnya keluar dari pekerjananya sekarang, maka dia akan menjadi pengangguran dalam waktu sementara ini, Tuan," ucapnya.

Aaron langsung menggelengkan kepalanya dan menolehkan kepalanya ke arah Alex.

"Tidak, dia tidak akan menjadi pengangguran. Oleh karena itu, aku memintamu untuk melakukannya secepatnya, agar dia bisa secepat mungkin bekerja di sini. Dan yah, sudah tugasmu untuk melakukan itu semua dan kabari aku, jika kau sudah berhasil melakukannya," ujar laki-laki itu kemudian.

Dan Alex pun hanya bisa menganggukan kepalanya dan bersiap untuk untuk pergi dari ruangan atasannya itu, setelah memastikan tugasnya. Laki-laki itu tidak lagi mempertanyakan mengenai tugas yang diberikan oleh Aaron, karena jawaban yang Tuannya itu katakan, sudah sangat cukup menjawab pertanyaannya.

Setelah Alex benar-benar keluar dari ruangan kerjanya, Aaron pun kembali memperbaiki posisi duduknya dan menatap deretan foto yang masih berada di kedua tanganya sekarang ini.

"Renata, aku berpikir kalau kehidupanmu setelah mengkhianati cintaku, akan menjadi lebih baik dan lebih bahagia, hingga aku ingin sekali menghancurkan kebahagiaanmu itu. Namun, ternyata yang terjadi malah sebaliknya, kau hidup begitu menderita, hingga aku ingin semakin membuatmu kesakitan dengan balas dendam yang akan aku lakukan kepadamu nanti"

Sebuah senyuman miring terpancar dari wajah Aaron. Dan wajah tampan milik laki-laki itu kini terlihat berubah menjadi wajah yang begitu menyeramkan, seiring dengan tatapan sepasang mata elangnya yang menyiratkan sebuah dendam dan kebencian.

-

Renata telah kembali ke resto, setelah mengantar beberpaa pesanan pelanggan. Lalu, wanita itu terlihat melangkahkan kakinya dengan cepat memasuki area dapur, sembari mengusap bulir keringat dalam wajahnya menggunakan tisu.

Saat hendak mencuci tangannya di atas westafel, tiba-tiba Ana mendekat ke arahnya dan menepuk pundaknya, hingga membuat wanita itu merasa terkejut.

"Ada apa, An?" tanya Renata.

Ana termenung tanpa kata, dengan tatapan matanya yang terlihat sendu. Dan itu membuat Renata menautkan kedua alisnya dengan tatapan bingung.

"Ada apa, An? Kenapa wajahmu menyedihkan seperti itu, hmm?" tanya Renata lagi, dengan ekspresi wajah meledek.

Ana mengerucutkan bibirnya sebal, lalu memukul pundak sahabatnya itu cukup keras. "Aku sedang tidak bercanda, Renata. Sekarang, jawab pertanyaanku, kau melakukan apa hingga membuat Bos Besar marah?" tanya wanita itu kemudian, dengan nada lugas.

Mendengar itu, Renata pun terlihat menegakan tubuhnya dan mengusap kedua tangannya yang basah menggunakan tisu. Memiringkan tubuhnya ke arah Ana, sembari menatap ke arah sahabatnya itu dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Apa maksudmu, Ana? Aku tidak membuat marah Bos Besar, karena hari ini aku melakukan semua pekerjaanku dengan baik tanpa ada satu kesalahan pun. Dan kemarin-kemarin, aku juga tidak melakukan satu kesalahan pun," jawab Renata, dengan tatapan penuh keyakinan.

Ana menghembuskan napasnya berat, dengan tatapan yang terus mengarah lurus ke arah sahabatnya itu.

"Tadi Bos Besar mencari dirimu dengan wajah penuh marah. Dan dia berkata kepada semua karyawan yang ada di sini, jika kami melihatmu, maka kami harus memberitahukan kepadmu, kalau kau harus menghadap kepadanya secepatnya. Aku dan karyawan lain memiliki prasangka buruk, jika Bos Besar ingin menghentikanmu bekerja di sini," ucap Ana dengan panjang lebar.

Mendengar itu, sontak Renata membulatkan kedua matanya dengan perasaan tidak percaya.

"Tapi lebih baik kau menemui Bos Besar terlebih dahulu, Renata, takutnya jika apa yang aku dan teman-teman pikirkan hanyalah salah sangka," lanjut Ana lagi.

Renata menghembuskan napasnya perlahan, dengan jari-jari lentiknya yang saling mengait satu sama lain. Namun, wanita itu langsung menolehkan wajahnya ke samping, ketika ada beberapa orang yang berdiri melingkarinya sembari menepuk pundaknya.

"Aku percaya, kalau kau orang yang baik, Nata. Bos Besar tidak akan mungkin memecatmu, jika kinerjamu selama ini baik. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja."

Dan yang mengucapkan kalimat itu adalah Deon, salah satu karyawan laki-laki yang bekerja dalam resto pizza itu. Beberapa karyawan lain pun ikut menganggukan kepalanya dan mengucapkan kalimat setuju dengan apa yang diucapkan oleh teman kerjanya itu.

Renata mencoba menenangkan dirinya, sembari tersneyum selebar mungkin. Meskipun dalam hati, jujur saja wanita itu merasa ada sesuatu yang buruk, yang akan menimpanya.