-
Aaron terlihat menghembuskan napasnya perlahan, sembari menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa. Kemudian, tatapan kedua mata laki-laki itu terarahkan pada tumpukan berkas yang berada di atas mejanya, yang baru saja selesai dia periksa dan tanda tangani selama satu harian ini.
Namun, perhatian laki-laki itu kembali teralihkan pada benda pipih miliknya yang sepertinya berdering di dalam saku jasnya. Dengan cepat, dia meraih benda itu, kemudian melihat siapa yang baru saja menghubunginya itu. Dan tertera nama 'Alex' pada sebuah notifikasi pop up yang muncul dalam layar ponselnya.
'Perjanjian sore ini dengan Tuan Abigail dibatalkan, Tuan Aaron. Karena dia tiba-tiba mengalami masalah dan tidak bisa menemuimu. Untuk pertemuan penggantinya, dia yang akan menentukan waktunya dan kembali mengabari kita.'
Setelah membaca pesan itu, Aaron pun mulai mengetik pesan balasannya.
'Oke.'
'Alex, bisakah kau kirimkan makanan untukku? Aku belum makan siang.'
Send.
Tidak lama setelah itu, Aaron pun langsung mendapatkan balasan dari seberang sana.
'Aku akan memesankan pizza untuk anda, tapi aku tidak bisa memberikannya langsung kepada anda, Tuan, karena ada tugas yang harus aku kerjakan. Pengantar makanan sebentar lagi akan mengantarkannya ke ruangan anda.'
'Oke thanks,' balas Aaron singkat.
Setelah memastikan semuanya, Aaron pun langsung mematikan kembali layar ponselnya, kemudian melemparnya asal ke atas meja kerjanya.
Wajah tampan milik laki-laki itu terlihat begitu kelelahan, dengan bulir keringat yang membasahi area dahi dan lehernya.
Jas yang semula dia kenakan, juga sekarang sudah dia tanggalkan. Tersisa kemeja hitam tanpa dasi, dengan dua kancing bagian atas yang terbuka begitu saja dan bagian lengan kemeja yang dilipat sampai ke atas siku.
Setelah itu, Aaron pun terlihat memejamkan matanya sebentar, sembari menunggu sampai makanan yang di pesan oleh Alek untuknya datang.
-
"Satu pizza jumbo dengan toping keju pesanan milik Tuan Donzello di perusahaan Neth Group."
Seorang perempuan berseragam khusus, terlihat mengatakan kalimat itu kepada beberapa orang yang berada di dalam area dapurnya.
"Akan diantar!" sahut seorang wanita lain, yang terlihat sibuk mengemasi pizza yang ada di depannya. Sekarang adalah giliran tugasnya untuk mengantarkan pesanan pelanggan.
Dan tidak lama setelah itu, dia segera berjalan keluar dari ruangan, menuju pintu keluar dari tempatnya bekerja sekarang ini. Kemudian, kembali melangkahkan kakinya menuju ke suatu tempat, yang terdapat pada alamat yang tertera dalam layar ponselnya.
Wajah wanita itu terlihat begitu ceria, dengan senyuman yang terus menghiasi wajah cantiknya. Dia memakai sebuah kaos khas seorang karyawan di restoran pizza, bawahan celana jins panjang, sepatu kets dan ditambah lagi dengan topi yang menutupi rambut kepalanya.
Lima menit kemudian, wanita itu akhirnya sampai di depan sebuah perusahaan yang menjulang tinggi di depannya. Mengamati tempat itu sebentar, sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkah kakinya untuk memasuki area perusahaan itu lebih dalam.
"Aku bertugas mengantarkan pesanan pizza untuk Tuan Donzello," ucap wanita itu, pada seorang resepsionis yang berdiri di balik meja kerjanya, yang ada di loby utama.
"Di lantai dua puluh lima, ruangan utama presiden direktus," jawab resepsionis itu kemudian.
Sang pengantar pizza itu pun langsung menganggukan kepalanya sembari mengucapkan kalimat terima kasih. Kemudian, dia kembali melanjutkan langkahnya memasuki lift, yang akan mengantarkanya pada seseorang yang bernama Tuan Donzello.
-
Beberapa menit kemudian, akhirnya wanita itu sampai di depan sebuah pintu besar, yang memiliki bentuk yang cukup berbeda dengan beberapa pintu lainnya, yang sebelumnya dia lihat. Dan di depan pintu itu, terdapat sebuah papan nama bertulisakan 'Tuan Aaron Donzello (Presiden Direktur)'.
"Pasti ini ruangannya," ujarnya dengan penuh rasa percaya diri.
Kemudian, dia langsung menekan sebuah bell yang ada di sisi pintu, sambil berkata, "pengantar makanan atas nama Tuan Donzello," pada sebuah alat sensor yang ada di samping bell itu sendiri. Dan, akhirnya pintu yang ada di depannya itu terbuka secara otomatis.
Dengan masih memegang kotak pizza yang ada di kedua tangannya, wanita itu pun langsung melanjutkan langkahnya yang tertunda untuk memasuki area ruangan yang ada di dalamnya.
Sampai akhirnya, dia bisa melihat ada seseorang yang sedang terduduk di atas kursi, dengan posisi membelakangi meja kerja. Dalam posisi seperti ini, dia jelas tidak bisa melihat penampakan wajah orang yang memesan pizza pada restoran tempatnya bekerja itu.
"Siang, Tuan. Saya karyawan dari pizza tempat anda memesan pesanan. Ini adalah pesanan anda," ucap wanita itu kemudian.
Namun, beberapa detik setelah itu, dia tidak mendapatkan balasan apa pun.
"Tuan Donzello?" panggilnya lagi.
"Iya."
Akhirnya wanita itu mendapatkan balasan setelah beberapa kali memanggil-manggil nama yang yang sama.
Dan tidak lama setelah itu, laki-laki yang dia panggil namanya itu pun langsung memutar kursi yang didudukinya, sehingga posisi mereka berubah menjadi saling berhadapan sekarang ini.
Sampai akhirnya, wanita pembawa pizza itu bisa melihat penampakan wajah laki-laki tampan, yang ada di depan kedua matanya. Namun, tubuhnya tiba-tiba terasa kaku, dengan tatapan kedua matanya yang membuka lebar. Dan tanpa sadar, kedua tangannya terlihat meremas ringan kotak pizza yang masih berada di kedua tangannya.
Begitu pula dengan Aaron. Dalam beberapa detik, laki-laki itu juga terpaku dengan pemandangan yang ada di depan matanya sekarang ini. Dan dalam waktu yang singkat itu, dia merasa kembali terlempar pada bayangan masa lalunya dulu.
"Renata …." Gumamnya laki-laki itu lirih, tapi tetap terdengar oleh telinga wanita yang berada di depannya sekarang itu.
Kedua pasang mata itu saling menatap satu sama lain, seolah-olah sedang meyakinkan diri mereka masing-masing, mengenai apa yang mereka lihat sekarang ini.
Namun, cepat-cepat Aaron mengalihkan tatapanya ke arah lain dan berdehem lirih. Mencoba untuk memecahkan suasana yang tiba-tiba berubah menjadi dramatis itu.
"Ma—maaf, Tuan. Saya bertugas mengantarkan pesanan yang anda pesan. Semoga anda bisa menikmatinya. Terima kasih."
Setelah mengatakan itu, wanita yang dipanggil Aaron dengan sebutan Renata itu pun langsung meletakan kotak pizza yang dia bawa ke atas meja, kemudian segera membalikan tubuhnya. Dan dengan langkah cepat, wanita itu pun segera berjalan keluar dari ruangan milik Aaron, tanpa mengatakan apa pun lagi.
Beberapa detik setelah kepergian wanita itu, Aaron pun menatap kotak pizza yang ada di atas meja kerjanya, kemudian bergantian menatap ke arah pintu ruangannya yang sudah tertutup rapat kembali. Dalam diamnya, laki-laki itu mencoba untuk mengendalikan sebuah perasaan yang ada di dalam hatinya sekarang ini.
Perasaan yang sebenarnya sudah lama menghilang, tapi ternyata kembali muncul. Saat dia bisa melihat lagi, sosok yang pernah membuatnya merasakan cinta dan benci dalam satu waktu dulu.
Tidak lama setelah itu, tiba-tiba senyuman miring terbit dalam wajah tampannya. Diiringi dengan sebuah gumaman yang terdengar begitu menyeramkan.
"Kau masih hidup, pengkhianat?"