Chereads / The Loser Of Love / Chapter 21 - Baby sitter 1

Chapter 21 - Baby sitter 1

Aku bergegas menyusul Cheryl yang sudah masuk kamar. Aku menatap sekilas matanya melembab. Sejenak mengobrol dengak adik imut yang dulu sering aku gendong. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Cheryl mengangguk sopan pertanda tak mau diganggu waktu istirahatnya.

"Dek Cheryl, jangan merengut aja, buat kepikiran abangmu ini, dek?" nyeletuk Bagas menahan gerakan tangannya pengen menyubit pipi yang lagi merona.

Bagas, kenapa belum pulang?" tanya ibu heran seraya menghampiri ke arah bagas. Lelaki muda itu tersadar langsung tersenyum untuk menatap wanita paruh baya.

"Pusing, banget, bu!" gerutu Bagas, kemudian laki-laki itu pun beranjak ke ruang tamu mengikuti ibunya dari belakang.

Cheryl diam-diam keluar kamar sambil mendengar obrolan ibu dan abangnya. Ia mengangkat bahunya acuh, kemudian tatapannya beralih menonton televisi. Siapa lagi kalau bukan kakak iparnya orang kaya itu menjadi bahan perbincangan hangat di keluarga Cheryl. Kak Audrey yang sangat cantik jelita sepadan dengan Bagaskara Timor, mereka serasi dinobatkan menjadi idaman para pasangan muda. Audrey memiliki kulit putih seperti blasteran sedangkan Bagaskara memiliki kulit kecoklatan.

Namun, sebuah permainan bisnis arisan keluarga menjadikan Bagas dan Audrey sebagai pemeran utama dalam sindikat keluarga.

"Bapak, ba-pak, segitu teganya sama anak sendiri. Tapi biarlah, toh! Bagas menikahinya sudah memperoleh kucuran dana segar," Bagas membatin. Memang benar Bagas sudah mendapatkan separuh perusahaan milik keluarga Abim Wicaksono, begitu saja berpindah ke tangan Bagas. Hal itu terjadi, karena orang tuanya telah mangkat duluan. Lagi pula perjanjian orang tua Audrey meminta mahar di luar kemampuan Bagas.

Audrey pun baru tau keluarganya terlilit utang yang belum mampu dilunasi. Bagas belum merasa jera hingga terjerumus lagi dalam kepailitan.

"Ibu, gimana ini?" tanya Bagas. Ia baru sadar jika ibunya sekarang mempunyai penyakit vertigo sejak mendengar berita mengejutkan dari kedua belah pihak.

"Biasa aja, ibu lemah nggak sanggup lagi berpikir yang berat, nak!" sahut ibu lemas dengan mata menyipit. Sementara Bagas hanya menggelengkan kepala dengan wajah muram.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan obrolan tidak menyenangkan.

"Ibu ikhlaskan kau jual rumah ini untuk menutupi utang piutang kita, nak! Kita bisa pindah ke pinggiran kota, rumahnya lebih murah," Tawaran ibu cukup mencairkan otak yang hampir beku.

"Driitt...driit...ponsel berdering pertanda bunyi SMS masuk!

Dada Bagas seketika bergemuruh hebat saat membaca pesan yang dikirim Audrey. Audrey sedang di praktek dokter SpOG sendirian, ia mengeluh perutnya terasa kram. Kesedihan dan kebahagiaan berlomba mempertaruhkan dalam sudut hatinya. Bagas tidak mampu berpikir jernih lagi dengan tunggakan-tunggakan hutang yang menciutkan nyali dibarengi menanti kelahiran bayi.

Bayi tidak bersalah dengan mengorbankan hak dan kebutuhan hidupnya, karena terbawa emosi, Bagas langsung berteriak histeris sambil membenturkan kepalanya ke tembok.

Sementara, di rumah sakit bagas tergesa-gesa menemui, Audrey.

"Mas Bagas sudah pulang, kenapa merengut, aja? Mas tidak bahagia, aku hamil?"

"Bahagia , sayang....!

"Apakah dengan kehamilanmu akan membawa rezeki buat kita? Jalan keluar menuju pelunasan hutang piutang. Mungkin pintu keluar dari himpitan tak berujung," suara batin Bagas berkonflik saling unjuk gigi.

Pukul sebelas siang Audrey sudah ditemani oleh Bagas untuk konsultasi dengan spog, awalnya pria itu cukup canggung mengantar istri untuk pemeriksaan kehamilan. Setelah tahu ada sedikit tabungan Audrey, barulah Bagas mau diajak.

Bagas memutuskan untuk menerima kenyataan pahit, demikian juga bayi yang nanti lahir akan mewarisi hutang piutang keluarganya. Betapa sedih nasib hidupmu, nak! Elusan perut Audrey dengan lembut hingga tendangan pun telah dirasakan sang calon ayah.

Di klinik swasta tempat dr Jhoni indrawan, SpOG, cukup ramai dikunjungan oleh pasien. Mobil mewah berjejer di parkiran dengan merek mobil terkini. Terlihat beberapa ibu muda sedang dalam antrian panjang menunggu panggilan.

Ada Sepasang suami istri agak keindoan sedang memapah istrinya yang lagi hamil tua. Ia terlihat kebingungan dan sendirian di kota ini.

"Pak ada yang bisa aku bantu? Perkenalkan nama ku Bagas dan istriku Audrey, kami mengontrol kehamilan juga," tegur Bagas penuh basa-basi.

Iya, terima kasih pak Bagas.

"Apakah Pak Bagas orang asli di kota sini? Aku butuh Asisten rumah tangga yang di percaya, pak! Jangan seperti dulu, semua barang kami diangkut bersama suaminya dan genk.

Istriku sakit, kami butuh teman di rumah," Pak Attaruk berkisah tentang hidupnya.

"Ouh, gitu. Astaga, pak!

"Iya, oke. Nanti aku tanya soal ini sama ibu di rumah," Bagas balas mengangguk sambil menyunggingkan senyum tipisnya.

"Aku di sini sedang urusan pekerjaan selama satu tahun. Istriku kurang sehat karena kehamilannya. Datanglah ke rumahku sekedar ngopi ataupun mengobrol. Senang berkenalan dengan Bagas," ujar Pak Attaruk dengan hangat dan penuh humble.

Selang beberapa hari, ada telepon dari pak Attaruk mengabarkan istrinya exit setelah melahirkan, ia meninggalkan bayi perempuan yang cantik dan imut ciri khas bentuk wajah orang turki.

Kalian boleh datang bermalam di rumahku, aku sangat kesepian tanpa ada sanak keluarga di sini. Datanglah, kalian boleh bawa asisten rumah tanggamu. Aku susah mempercayai orang lain dan belajar dari pengalaman.

Rumah nan megah hanya dihuni Attaruk, dan mommy serta beberapa karyawannya. Seluruh rumah dikawal oleh satpam. ART yang di pesan lewat yayasan kurang memuaskan dan berulah.

"Iya, silakan masuk, Gas...?!"

Keluarga Attaruk sangat welcome dengan kedatangan Bagas, Audrey dan Bik Rum. Mereka berkumpul di meja makan oval dan merayakan kelahiran bayi Shezan yang cantik jelita.

Audrey pun tinggal menunggu hari menjelang kelahiran sang baby nya. Suatu malam ia sangat kesakitan di bagian perut menjalar ke pinggang. Lalu rasa sakit di area bawah seperti tertarik-tarik mau keluar. Tanpa berpikir panjang Audrey terus mengedan panjang hingga bayinya pun keluar dari jalan lahirnya.

Keluarga Attaruk sangat panik, tetapi mommy Attaruk adalah tenaga kesehatan yang pernah berjuang di bidang kebidanan. Berbagai pengalaman pernah dimilikinya, hingga menolong persalinan bukanlah hal yang asing buatnya.Dengan cekatan ia melakukan hal yang sepantasnya sesuai keahlian.

Seorang bidan memasuki rumah Attaruk untuk menolong kelahiran bayi Bagas.

"Bapak, ba-pak..."

Siapkan mobil kita ke rumah sakit ibu dan anak permata hijau.

Setelah bayi dibantu pernapasan dengan resusitasi sederhana, tak lama terdengar tangisan bayi merintih. Kulit bayi berwarna kebiru-biruan pertanda asupan oksigen yang terganggu.

Dokter anak menyimpulkan bayi Bagas mengalami kelainan cacat jantung bawaan sampai nyawa bayi tak dapat tertolong.

Audrey begitu murung atas kejadian bayinya hingga tak tertolong lagi. Namun, keluarga Attaruk sungguh menghiburnya.

"Kok balik ke rumah Attaruk, Mas?" tanya Audrey merasa heran.

"Sayang, karena bayi kita sudah tiada, ada baiknya Audrey menghibur diri dengan merawat bayi Shezan layaknya anak sendiri."

"Ahh, mas ini ada-ada saja. Segan aku mas, sama Pak Attaruk yang kharismatik," tuturku berusaha mengelak adu pandang dengan papa Shezan.

"Gak apa-apa sayang. Papa Shezan justru senang, ada yang ngasuh putrinya."

"Okelah, mas kalau itu mau kalian." Anggukan Audrey sangat dinantikan.oleh kedua laki-laki itu.

Setelah tahu permasalahan yang mereka hadapi, Attaruk berjanji akan membantunya untuk bisa lepas dari lilitan hutang piutang. Bahkan Attaruk berencana untuk menjadikan Audrey sebagai baby sitter istimewa di rumahnya.