" Bagas....? hadiah ini membuat Audrey tersanjung...," Audrey tak hentinya memandang benda tersebut.
"Kenapa?" Bagas menyela Audrey lagian benda itu tidaklah secantik apalagi semahal berlian. Bagas membelinya di pasar lelang dengan harga jauh dari harga sebenarnya.
Audrey tertegun mendengar kalimat Bagas, benar yang dikatakan Bagas, benda ini hanya barang bekas yang sudah dipakai orang berulang kali juga berganti-ganti kepemilikannya.
"Wah, maksudnya apa?" Batin Audrey begitu risih, disertai firasat buruk, lalu menepis kembali rasa itu dengan mengingat hal menyenangkan.
Bagas seakan tak peka dengan perasaan Audrey mendadak berubah seratus delapan puluh derajat, tak disangka kebahagian itu awal suatu kepedihan.
"Tegakah Bagas mempermainkan, atau hanya berpura-pura buta seakan ia sengaja merendahkannya. Tak ada lagi ruang yang indah di hati Bagas tempat aku berteduh." Audrey mulai merasakan kejanggalan, lantas ucapan bapak terus terngiang sepanjang waktu.
" Ayo diminum es cappucinonya. Jangan dianggurin gini, udah dingin nggak enak, Drey!" serunya membuyarkan lamunan sedih, yang mulai sensitif.
Dengan membawa keresahan, Audrey memegang kalung itu dengan batin penuh berkecamuk hebat. Bergegas ia pamitan dengan dalih ada urusan dadakan.
"Terima kasih Bagas, atas hadiah indah ini. Seumur hidup, aku belum pernah memiliki barang seperti ini," Ujar Audrey lalu bangkit meninggalkan tempat itu.
"Eihh...eihh, mau kemana Drey? kok, aku ditinggalin gitu aja, macam barang nggak berharga," ujar Bagas mengecoh perasaan Audrey yang mulai nampak cemberut, sebagai ekspresi tidak suka.
"Bagas, cukup, aktingnya?" balas Audrey, dengan lantang, ia berusaha mengelak sambil melepaskan tangannya dari Bagas.
"Iihh....bukannya menjawab pertanyaan Bagas, malah lebih memilih untuk kabur.
"Kemana, sih Drey, buru-buru. Aku masih ILU-IMU," Bagas tertawa sampai ngakak melihat Audrey memerah mukanya menahan emosi.
"Apa tuh ILU-IMU, pacar barumu?" Gadis berwajah polos masih dipenuhi tanda tanya.
"Masa sih, nggak tau, lagunya yang lagi ngetrend?"
"Ouhh...ouhh, iya, iya...."
"I Love You,"
"I Miss You,"
Keduanya saling mencubit mesra, tertawa tiada hentinya.
Bagas suka mengganggu Audrey yang respek menanggapi hal-hal berbau melankolis. "Adakah hubungan dengan kedatangan tamu pada setiap bulan yang disebut premenstrual syndrom?"
"Entahlah...,"
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban hingga kening pun berkerut. Tatapan Bagas turun dan melihat ke arah tangan keduanya yang saling menggenggam, sungguh Audrey sangat menyukai pemandangan yang kini tengah hadir di depan matanya.
"Audrey, sayang....!"
"Jangan merengut lagi, dong?" Bagas segera beraksi lagi hingga keduanya menjadi baikan kembali. Seseorang yang cepat baikan dan tidak menyimpan dendam itu yang aku suka dari mu, Drey!"
" Mulai saat ini jangat cepat cemberut, ya, sayang? jadi jelek. Nanti mas Bagas nggak suka kalau merengut terus dan jelek. Mas, akan menggantikan posisimu dengan yang lain, aku akan langsung neninggalkanmu jika tanpa perubahan." Bagas kian menjadi.
"Terserah, aahh....
"Aku merengut ada sebabnya. Nggak ada asap kalau nggak ada api. Huft!" protes Audrey membela diri.
Bagas langsung terperangah dengan apa yang diungkapkan oleh calon istrinya tersebut.
"Bagas kau...seriuskah...?"
"Kau tidak perlu khawatir, Drey. Kau boleh bersikap apa adanya, asal jangan cemberut, aku bisa stress menghadapimu. Dan seperti yang mas katakan sebelumnya, Aku tetap cinta kamu sayang?" goda Bagas melihat rona kesedihan terpancar di kedua bola matanya.
Audrey menyunggingkan senyuman yang dipaksakan, walau ia sudah tahu jika Bagas hanya bercanda dan menggangguiku dengan kata-kata tak biasa.
Audrey tetap saja rasanya berat jika ia harus menghadapi tingkah Bagas yang suka nge-prank, Apalagi di saat Audrey sudah menentuka keputusan hidup bersama lelaki yang kelihatan semena-mena pada wanita.
"Hadiah kalung ini, nge-prank juga? Nih, aku kembalikan aja kalau gitu, ambilin, Gas! aku tidak butuh di-prank kamu. Sakit, tau?" Audrey mulai tak nyaman ulah lelaki yang sesuka hati.
"Bagas, aku tidak ingin jika kau bersikap kurang baik terhadapku. Bagaimana jika kau di pihak yang di-prank, apa kondisimu bisa senyaman yang kurasakan? Kau kan banyak uang?" Audrey berujar dengan lantang sembari memegang hadiah kalung yang belum jelas asal usulnya.
Bagas terkekeh sejenak.
"Drey, Aku sangat mampu untuk membelikan berlian baru untukmu, coba periksa di surat pembelian itu. Lagian kok emosi duluan, kan bagas belum habis ngejelasin udah duluan ditimpuk. Nggak jeli amat jadi orang," gerutu Bagas pura-pura kesal lalu ngambek.
"Kau ingat Drey?" aku tak bermaksud mempermainkanmu. Tadi itu tiba-tiba datang niat isengku mencandaimu kelewat batas. Itu aja nggak ada maksud yang lain," iseng Bagas mencandai kelewat batas.
"Tapi Audrey tetap tidak menyukainya, Bagas nge-prank dengan cara seperti itu. Bagaimana kalau Audrey bisa shock dan berakibat fatal? terkena serangan jantung misal kau bisa tanggung jawab Gas?" ungkap Audrey kembali mengulangi keresahan hati.
Di suatu sore yang indah, jeff datang menemui Bagas, menawarkan pilihan produk pinjaman untuk sahabatnya.
"Hellow, mas bro...!"
Aku datang dengan tujuan meringankan bebanmu.
"He...hee...
"Gimana sih, mas bro, ditelpon nggak pun diangkat. Huft...! jadinya aku harus bertandang ke kantormu,"
"Ya, nggak apa-apa. Lagian aku nggak liat ponsel tadi." Bagas menyilahkan duduk temannya sambil ngobrol panjang lebar.
"Bagas, aku mau bicara," ucapnya saat itu. Wajahnya seperti biasa, kocak dan penuh semangat.
Beberapa berkas perlu data pribadi dan tanda tanganmu. Tak cuma itu bos ku.juga menginginkan agunan yang dapat dijadikan kepercayaan pegangan.
Hei, Gas, susahnya yang mau makan enak. Hehe, akhirnya makan tulang alias keselek.
"Gas...gas. Jeff mengangguk anggukkan kepala sembari tersenyum pias. Kalau aku jadi kamu, udah dari kemaren move-on dari keluarga mereka. Banyak cewek-cewek lain yang lebih cakep, dan mau mengerti kondisi keuangan calon pasangan hidupnya." Jeff tanpa sadar nyeplos aja tanpa peduli perasaan Bagas yang tercabik-cabik merasa tak berharga.
"Kau, ngeyel, Gas. Apa istimewa, Audrey? Tau, nggak, menikah dengan orang kaya, nggak melulu ketiban rezeki, kadang sebaliknya yang ada pelecehan harga diri!" hasut Jeff meremehkan Audrey.
Dari kejauhan terlihat Audrey, datang ke kantor Bagas, karena mereka janjian makan malam di resto nelayan ala Jepang.
"Ouh, inikah Audrey yang membuat pangeran Bagas tergila-gila? Jeff menopang dagunya dengan telunjuk, memikirkan lamat-lamat tentang Audrey berwajah indo-blasteran, sangat menggoyah iman.
Pesona Audrey mengalahkan argumen Jeff yang kian tak bersuara. Jeff mengedarkan pandangan.ke seluruh area, lalu menatap Audrey yang semakin cantik saja.
Seorang wanita tengah memandangi cermin kecil miliknya, ditatapannya pantulan wajahnya yang cantik putih memesona, riasan bibir peach jambu dan sebuah dress berwarna lembut di padukan dengan kalung berlian berbentuk padi dan love, sungguh padu.
Dress itu sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih mulus dan lembut bagaikan salju.
Audrey menghela nafas panjang, hari ini adalah hari keberuntungannya.
"Inikah, Jeff teman Bagas? gaya cowboy masa kini. Salam kenal, Jeff! Aku Audrey calon istri Bagas." Audrey cekikikan melihat Jeff salah tingkah.
Jeff sebenarnya tak ingin menatap wanita bak pualam di depan matanya, Audrey seperti putri salju di film dongeng. Terutama saat menatap ke arahku sangat meneduhkan. Pantas aja Bagas semaput menghadapi keluarga Audrey, memasang tarif klass ekslusif.
Jeff, buru-buru pamit. Ia udah kalah malu sama Audrey, mulutnya yang pedas bumbu cabe rawit mendadak pangling mengagumi ciptaan-Nya.